tag:blogger.com,1999:blog-90167946435609617992024-02-08T16:56:55.488+07:00PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI..!Unknownnoreply@blogger.comBlogger107125tag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-29956135993438432052010-08-15T20:42:00.000+07:002010-08-15T20:42:50.231+07:00PENTINGNYA PENDIDIKAN DALAM MEMBANGUN MASA DEPAN BANGSA..!<div style="color: #660000;">
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias sumber daya manusia Indonesia. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000 menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh kembang anak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.
Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia dini diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
(1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, </div>
<div style="color: #660000;">
(2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, </div>
<div style="color: #660000;">
(3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat,</div>
<div style="color: #660000;">
(4) menolong para orang tua dan anak-anak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak.</div>
<div style="color: #660000;">
Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-85430471875095666322010-08-15T20:39:00.000+07:002010-08-15T20:39:39.865+07:00PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERBASIS ASESMEN..!<div style="color: #660000;">
<span style="font-size: x-large;">P</span>endidikan anak usia dini (PAUD) adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun. PAUD dilakukan melalui pemberian rangsangan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada dasarnya PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar pertumbuhan dan perkembangan fisik (perkembangan motorik halus dan motorik kasar), kecerdasan (misalnya: daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), serta sosioemosional (sikap dan perilaku).
Hal penting yang perlu dilakukan agar PAUD dapat berlangsung dengan optimal salah satunya adalah penyusunan program yang terstruktur dan efektif. Salah satu yang telah diupayakan oleh pemerintah/penyelenggara PAUD adalah penyusunan kurikulum. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Penyusunan kurikulum di mana intinya adalah pemberian rangsangan tersebut memerlukan fleksibilitas, kreativitas, dan sensitivitas dari seluruh elemen.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, pemerintah sudah mengembangkan Kurikulum PAUD dan perangkatnya yang dijadikan acuan bagi penyelenggaraan PAUD. Kurikulum PAUD disusun berdasarkan landasan teoritik, yuridis, dan empiric. Saat ini Standar Nasional Pendidikan untuk PAUD sebagai acuan penyusunan KTSP telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009, namun terlihat bahwa perangkat kurikulum, terutama indikator-indikator dalam standar kompetensi nasional, yang dapat mengakomodasi kebutuhan spesifik peserta didik masih belum sempurna.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pada dasarnya, tidak ada satu cara yang paling benar dalam penyusunan kurikulum, terutama yang dapat digunakan oleh setiap siswa, hal ini karena setiap anak yang berbeda bisa membutuhkan teknik pembelajaran yang berbeda pula, namun pemahaman mengenai tahap-tahap dan elemen-elemen penting dalam perkembangan akan menjadi modal bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran (Eisenberg, Murkoff, dan Hathaway, 1998) serta akan membantu penyempurnaan perangkat kurikulum yang diharapkan meminimalisasikan kelemahan yang ada.
Demi penyempurnaan perangkat kurikulum tersebut, salah satu upaya penting dalam pemahaman dan penyusunan dapat diperoleh dari metode asesmen, yang dalam lingkup PAUD merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk memperoleh gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan serta mengetahui faktor resiko yang mungkin akan terjadi pada anak, baik itu resiko fisik, biomedik ataupun psikososial.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dengan demikian, proyek ini hendak menyusun sistem PAUD yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah Indonesia. Sistem PAUD yang akan disusun merupakan sistem pembelajaran anak usia dini di mana kurikulum yang digunakan berbasis asesmen, yang merupakan aplikasi Brain-based Integrated Outline (B-bIO). B-bIO merupakan pengembangan irisan-irisan proses pemerolehan pengetahuan pada orang dewasa maupun proses pembelajaran yang berlangsung pada anak. Secara sistem, B-bIO menggunakan penggerak utama yang dinamakan Awesome, yaitu aware, expose, sinchronize, construct, automize, dan integrate. Kunci pertama yang disebut dengan aware adalah sadar. Aplikasi aware yang paling utama dalam system pembelajaran adalah dengan menggunakan asesmen yang tepat agar guru dapat mengetahui gambaran besar mengenai kondisi siswanya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sedangkan secara umum, asesmen pada dasarnya dapat dilakukan oleh tenaga profesional, kader, orangtua ataupun pendamping anak di pusat-pusat pelayanan kesehatan, posyandu, sekolah ataupun dalam lingkungan keluarga.
Khusus untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak usia dini digunakan Asesmen Otentik. Melalui pemantauan secara terus menerus, dalam berbagai konteks, dan berdasarkan apa yang dapat dikerjakan dan dihasilkan anak, guru dan orangtua dapat memberi bantuan belajar yang pas sehingga anak dapat belajar secara optimal.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Oleh karena itu asesmen otentik dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Hasil karya anak, hasil pengamatan guru, dan informasi dari orangtua diperlukan untuk memotret perkembangan belajar anak. Berbagai teknik dan instrumen asesmen, seperti catatan anekdot (anecdotal record), catatan narrative (narrative record), catatan cepat (running record), sample kegiatan (event sampling), dan dengan portofolio digunakan untuk memantau perkembangan anak.
Asesmen untuk pemantauan perkembangan tersebut akan disusun berdasarkan pada tingkat pencapaian yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan anak pada rentang usia tertentu, yang merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa perkembangan anak berlangsung secara unik dan berkesinambungan yang berarti bahwa tingkat perkembangan yang dicapai pada suatu tahap diharapkan meningkat, baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada tahap selanjutnya.
Walaupun setiap anak adalah unik, karena perkembangan anak berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, namun perkembangan anak tetap mengikuti pola yang umum. Sehubungan dengan asumsi tersebut, maka dalam asesmen yang mendasari kurikulum PAUD akan mengacu pada tingkat pencapaian perkembangan yang berdasarkan kelompok usia anak: 0 – <2 tahun; 2 – <4 tahun; dan 4 – ≤6 tahun. Pengelompokan usia 0 – <1 tahun dilakukan dalam rentang tiga bulanan karena pada tahap usia ini, perkembangan anak berlangsung sangat pesat. Pengelompokan usia 1 – <2 tahun dilakukan dalam rentang enam bulanan karena pada tahap usia ini, perkembangan anak berlangsung tidak sepesat usia sebelumnya. Untuk kelompok usia selanjutnya, pengelompokan dilakukan dalam rentang waktu per tahun.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Berkaitan dengan proyek penyusunan model PAUD ini, maka metode yang digunakan untuk penyusunan asesmen adalah gabungan antara metode kuantitatif (survey) dengan kualitiatif (studi kasus, wawancara, observasi serta evaluasi yang berkesinambungan). Gabungan metode tersebut akan membuat data yang ada lebih komprehensif dan meminimalisasi ketidakcermatan dalam mendekteksi perkembangan pada anak usia dini. Kecermatan yang diharapkan akan membuat program PAUD Indonesia menjadi lebih akurat serta lebih cermat dalam deteksi dini gangguan perkembangan yang dialami anak bangsanya sendiri.
Acuan perkembangan anak usia dini masih mengacu pada literatur asing, sehingga ada kemungkinan tidak semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan anak Indonesia. Setiap anak di setiap negara bahkan setiap daerah memiliki kultur dan budaya yang spesifik. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Teori ekologis memperkuat hal itu, di mana pola pikir dan perilaku anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan spesifiknya. Anak-anak di daerah pantai di Papua umumnya sudah biasa main air dan berenang di laut sejak kecil. Anak-anak di hutan pedalaman lebih mengenal berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu langkah pertama dalam proyek penyusunan system PAUD berbasis asesmen ini maka perlu dilakukan kajian perkembangan anak Indonesia, baik yang bersifat umum maupun spesifik untuk setiap daerah agar dapat mejadi acuan standar perkembangan anak usia dini di Indonesia. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Setelah kajian tersebut selesai dilakukan dan instrumen asesmen perkembangan anak Indonesia dapat tersusun dengan baik untuk menentukan standar perkembangan akhir usia, maka langkah selanjutnya adalah menyusun sistem PAUD berbasis asesmen yang menggunakan pola B-bIO berpenggerak awesome (aware, expose, sinchronize, construct, automize, dan integrate). Sistem PAUD yang berdasarkan pada kesadaran, keterbukaan, ketersinambungan, keterbangunan, keterhayatan, dan keintegrasian dalam standar dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan target tingkat pencapaian perkembangan; standar penyediaan dan pengelolaan pendidik maupun tenaga kependidikan; serta standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
Secara praktis, penyusunan sistem PAUD tersebut akan dilakukan dengan melakukan beberapa program kerja berikut ini: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Menetapkan visi dan misi yang menjamin ketersediaan lingkungan belajar yang kondusif demi terlaksananya proses pembelajaran yang tepat untuk anak-anak usia dini dari semua kalangan agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. </div>
<div style="color: #660000;">
2. Mendesain kebijakan kesiswaan, yaitu dengan: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. menetapkan kebijakan mengenai sasaran peserta didik, termasuk hak dan kewajibannya, </div>
<div style="color: #660000;">
2. menetapkan pembagian kelompok belajar berdasarkan usia maupun kapasitas, </div>
<div style="color: #660000;">
3. Mendesain kurikulum dan kegiatan belajar mengajar dengan melakukan langkah-langkah berikut: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. memodifikasi indikator dalam Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional agar dapat menjadi lebih terperinci, sesuai dengan instrumen asesmen yang berhasil disusun. </div>
<div style="color: #660000;">
2. mengolah indikator-indikator tersebut menjadi sebuah matriks target pencapaian yang menjadi landasan dalam perencanaan pembelajaran. </div>
<div style="color: #660000;">
3. mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari semua peserta didik.</div>
<div style="color: #660000;">
4. membuat desain pembelajaran dengan memanfaatkan kinerja Sistem Aktivasi Retikular, Otak Emosi, Peta Koneksi, dan Siklus Otak, di mana jika diperlukan, juga membuat suatu program pendidikan individual bagi ABK. </div>
<div style="color: #660000;">
5. membuat contoh media belajar, baik yang berupa lembar kerja maupun alat peraga, yang memenuhi beragam kebutuhan. </div>
<div style="color: #660000;">
6. membuat desain sensory based report sebagai alat asesmen keberhasilan belajar. </div>
<div style="color: #660000;">
7. membuat desain modifikasi perilaku dengan berprinsip token ekonomi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
4. Mempersiapkan pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu: </div>
<div style="color: #660000;">
1. membuat desain sistem seleksi dalam merekrut pendidik maupun tenaga kependidikan</div>
<div style="color: #660000;">
2. membuat desain peningkatan kemampuan karyawan melalui pendidikan lanjutan yang sesuai dengan arah pengembangan karirnya </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
5. Membuat desain sarana dan prasarana, yaitu merancang lingkungan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
6. Memperluas jaringan hubungan masyarakat, yaitu dengan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak yang berkompeten, misalnya dengan dokter, psikolog, terapis, dan sekolah inklusi lain serta membuat website sekolah yang juga merupakan alat sosialisasi sistem PAUD berbasis asesmen
Sistem PAUD berbasis asesmen yang menggunakan pola B-bIO tersebut sebenarnya telah dilakukan selama</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
7 (tujuh) tahun di KB & TK Bintang Bangsaku, Jakarta Pusat. Pembelajaran ini telah berhasil mengantarkan lebih dari 400 anak, baik normal maupun ABK, ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tanpa mengorbankan tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak. Keberhasilan yang telah diperoleh tersebut dapat menjadi pijakan bagi pengembangan asesmen secara nasional untuk penyempurnaan sistem PAUD di Indonesia.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-12965491544657768172010-08-15T20:34:00.000+07:002010-08-15T20:34:23.260+07:00ALTERNATIF PENDIDIKAN ANAK DI USIA DINI..!<div style="color: #660000;">
<span style="font-size: x-large;">H</span>asil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.
Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.
Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal.
Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”.
Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.
Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group.
Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah?
Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur.
Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.
Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat
Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup.
Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya.
Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai.
Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-49091949364046039692010-08-15T20:26:00.000+07:002010-08-15T20:26:02.749+07:00MAKNA BERMAIN BAGI PERKENBAGAN ANAK USIA DINI..!<div style="color: #660000;">
Bermain merupakan wahana belajar untuk mengeksplorasi lingkungan yang dapat mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, dan sosial-emosional anak. Di samping itu, bermain juga mengembangkan individu agar memiliki kebiasaan-kebiasaan baik, seperti tolong-menolong, berbagi, disiplin, berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab. Bermain dapat mengembangkan kemampuan berimajinasi dan bereksplorasi. Oleh karena itu, pendidik PAUD perlu memahami makna bermain agar mampu mengembangkan permainan dan menciptakan suasana yang mengundang dan keasyikan bermain yang mendorong anak belajar. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Guru perlu menyiapkan lingkungan kegiatan bermain yang bermakna, aman, nyaman dan dapat menarik minat anak untuk belajar secara alami. Pada saat anak melaksanakan beragam permainan dan bermain dengan berbagai media, guru berpartisipasi dan berinteraksi untuk meningkatkan kemampuan berpikir anak, di samping memberi penguatan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu, alat permainan edukatif merupakan salah satu komponen pokok dalam program pendidikan anak usia dini.
Tahapan bermain mencakup bermain soliter, parallel, kooperatif, dan bermain peran. Jenis permainanpun beragam, seperti permainan motorik, asosiatif/sosial, konstruktif, kooperatif, bermain peran, dan bermain dengan aturan. Suasana bermain untuk pembentukan kepribadian dapat dibedakan menjadi: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
(1) bebas, </div>
<div style="color: #660000;">
(2) terpimpin, dan </div>
<div style="color: #660000;">
(3) sesuai minat anak dengan bantuan guru. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pada suasana bermain bebas, pilihan kegiatan dipersiapkan guru, sedangkan anak bebas memilih permainan yang disukai. Bagi sebagian anak, suasana bebas ini sangat sesuai dan memicu pertumbuhan kepribadiannya, sedangkan sebagian anak lainnya, suasana seperti ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Suasana bermain terpimpin, kegiatan ditentukan oleh guru, sehingga membuat anak menunggu dan tidak mandiri. Tampaknya disiplin terkendali, namun kebebasan untuk berekspresi kurang mendapat keleluasaan. Suasana bermain sesuai minat anak dengan bantuan guru memberi kesempatan kepada anak untuk memilih permainan sesuai dengan minatnya. Guru mempersiapkan pusat minat dan area serta berfungsi sebagai fasilitator.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-80638290036276603802010-08-15T20:24:00.000+07:002010-08-15T20:24:13.348+07:00BERMAIN CARA YANG EFEKTIF UNTUK BELAJAR..!<div style="color: #660000;">
Padahal, jika semua orangtua tahu dan menyadari bahwa aktivitas gerak dan suara anak (bisa disebut bemain) adalah cara yang paling efektif untuk anak belajar sesuatu. Sebab, bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak.
Lewat permainan, anak akan mengalami rasa bahagia. Dengan perasaan suka cita itulah syaraf/neuron di otak anak dengan cepat saling berkoneksi untuk membentuk satu memori baru. Itulah sebabnya mengapa anak-anak dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Perlunya bermain </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>• Belajar dari permainan (Learning by playing) </b></div>
<div style="color: #660000;">
Permainan seharusnya memiliki nilai seimbang dengan belajar. Anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Seperti kata Reamonn O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child "Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah". </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>• Permainan mengembangkan otak kanan </b></div>
<div style="color: #660000;">
Disamping itu tentu saja anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Bermain melalui permaianan memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan otak kanan, kemampuan yang mungkin kurang terasah di sekolah maupun di rumah. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>• Permainan mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak </b></div>
<div style="color: #660000;">
Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang sosialisasi yang menenpatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak memainkan peran "baik" atau "jahat" membuat anak kaya akan pengalaman emosi, anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi yang dia hadapi.
Dengan kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan rasa percayanya kepada orang lain dan kemampuan dalam bernegosiasi, memecahkan masalah (problem solving) atau sekedar bergaul dengan orang sekitarnya.
Jenis permainan
Pada dasarnya, semua jenis permainan mempunyai tujuan yang sama yaitu bermain dengan menyenangkan! Yang membedakan adalah pengaruh atau efek dari jenis permainan tersebut. Ada dua jenis permainan, yaitu: Permainan Aktif dan Permainan Pasif. Permainan aktif dan pasif iini hendaknya dilakukan dengan seimbang. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
•<b> Permainan olah raga (sport)</b></div>
<div style="color: #660000;">
Bagi orang dewas, olahraga bukan lagi menjadi sebuah permainan tetapi sesuatu yang serius dan kompetitif. Namun bagi anak, olah raga bisa menjadi satu permainan yang menyenangkan yang mengandung kesenangan, hiburan, dan bermain, tetapi tidak juga terlepas dari unsur partisipatif dan keinginan untuk unggul.
Dalam permainan olahaga anak mengembangkan kemampuan kinestetik dan pengembangan motivasi untuk menunjukkan keungulan dirinya (penekanan bukan pada persaingan tapi pada kemampuan) memberi kekuatan pada dirinya sendiri serta belajar mengembangkan diri setiap waktu. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>• Permainan perkelahian (body contact) </b></div>
<div style="color: #660000;">
Jenis permainan ini termasuk permainan modern, tapi banyak orang tua maupun guru memandangnya skeptic dan cemas, ini beralasan dari efek yang mungkin serius. Permainan ini merupakan jenis permainan modifikasi yang menuntut keseriusan anak untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan.
Hal tersebut sehat dan positf bagi anak, berguna untuk menguji keunggulan dan kekuatan di lingkungan sekitar. Jenis permainan ini adalah untuk menguji kemampuan dan pemikiran anak dalam dunia nyata dengan segala akibatnya.
Katagori permainan pasif </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>• Permainan mekanis
Seiring perkembangan </b></div>
<div style="color: #660000;">
jaman dan teknologi memberi pengaruh besar dalam perkembangan jenis permainan untuk anak. Alat teknologi canggih seperti komputer bukan lagi milik orang dewasa, tapi telah menjadi barang biasa buat anak-anak.
Berbagai games atau permainan virtual telah tersedia di dalamnya (computer). Bermain komputer tidak sama dengan bermain bersama teman, anak bermain sendiri dengan kesenangannya.
Sisi negatif
Sisi negatif permainan mekanis ini adalah kurangnya pembentukan sikap anak untuk menerima dan memberi (take and give). Anak memegang kendali penuh atas "teman mainnya" dan "si teman mainnya" akan melakukan apapun yang diinginkan anak. Kendali penuh ini akan menimbulkan reaksi serius bila anak menyalurkannya dalam pertemanan di lingkungan sosialnya.
Sisi positif Namun, hal positif anak memiliki keterampilan komputer yang akan diperlukan anak sebagai sarana hidupnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>• Permainan fantasi </b></div>
<div style="color: #660000;">
Fantasi merupakan praktik permainan yang khusus dilakukan sendiri. Anak dapat membentuk dunia sesuai dengan keinginannya (imaginasi).Sebaiknya, orang tua tidak memaksa anak untuk selalu bermain dengan teman-temannya karena akan menciptakan kesan bahwa bermain sendiri itu salah.
Permainan fantasi selain proses kreatif mengembagkan kemampuan sisi otak kanan, juga untuk pembentukan kecerdasan interpersonal (salah satu dari delapan kecerdasan teori multiple intelligence, Howard Garner)
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-84048002600721199382010-08-15T20:18:00.000+07:002010-08-15T20:18:27.653+07:00PERMAINAN GERAKAN..!<div style="color: #660000;">
Yang perlu diperhatikan; </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
♦ Waktu </div>
<div style="color: #660000;">
♦ Beban / kerumitan </div>
<div style="color: #660000;">
♦ Alur gerakan (sederhana sampai kompleks)
Tingkatan kesulitan gerakan </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Cara berjalan, mengangkat tangan / kaki dan berlari perorangan </div>
<div style="color: #660000;">
2. Berjalan dan berlari secara bersama (berdua) </div>
<div style="color: #660000;">
3. Berjalan, berlari dengan berbagai cara (lebih dari dua) </div>
<div style="color: #660000;">
4. Melompat ke berbagai arah secara individual </div>
<div style="color: #660000;">
5. Melompat ke berbagai arah secara bersama (dengan teman) </div>
<div style="color: #660000;">
6. Gerakan kombinasi berjalan, berlari, melompat secara individual </div>
<div style="color: #660000;">
7. Gerakan tubuh dengan alat bantu </div>
<div style="color: #660000;">
8. Melakukan gerakan-gerakan fantasi menurut cerita (senam fantasi) </div>
<div style="color: #660000;">
9. Melakukan gerakan-gerakan tubuh berdasarkan lirik lagu (gerak dan lagu)
Bergerak alias berolah fisik? Ini memang aktivitas favorit hampir setiap anak. Namun ternyata, itu saja tidak cukup lho.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Gerakan yang dilakukan si kecil seringkali harus terus dilatih, atau bahkan bila perlu diperbaiki. Dengan begitu, gerakannya akan benar-benar sempurna nantinya.
Nah, salah satu cara untuk melatih gerakan anak Anda adalah dengan mengajaknya berolahraga. Kok begitu? Olahraga tak sekadar membuatnya sehat dan bugar, tapi bisa pula mengembangkan kemampuan motoriknya. Jadi, tubuh anak ’dijamin’ pasti lebih fit, sehingga bisa survive ketika menghadapi berbagai tantangan yang menghadang (secara fisik maupun psikis).
Masalahnya, Anda tidak bisa sembarangan memilih olahraga untuk anak. Jadi, banyak-banyaklah ’belanja’ info seputar dunia olahraga.
Di bawah 6 tahun
Bila anak belum ingin berolahraga, jangan memaksanya. Anak mengembangkan keterampilan tertentu pada usia yang berbeda-beda. Makanya, jangan membanding-bandingkan anak Anda dengan anak lain. Sepanjang tumbuh kembangnya normal (dan sesuai target!), biarkan ia menguasai keterampilan berdasarkan kemampuannya sendiri.
Beberapa anak enggan berolahraga karena merasa takut gagal atau gampang frustrasi. Lagi-lagi, kenali sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh anak dan jangan bosan memberi dorongan.
Berikut ini beberapa jenis olahraga yang pas untuk usia anak: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Umur 2-3 tahun. </b></div>
<div style="color: #660000;">
Pada usia 2 tahun, anak sudah mampu melompat dengan satu atau kedua kaki, dan berlari. Pada usia 3 tahun, ia sudah bisa berubah-ubah arah (dari kanan ke kiri, dari depan ke belakang) dengan mudah.
Catatan: Umumnya, anak belum siap untuk bergabung ke dalam olahraga yang berstruktur atau terlibat dalam aktivitas yang sarat kompetisi. Bila anak enggan bergabung dalam olahraga tertentu (untuk alasan apapun), jangan dipaksa ya. Coba cari tahu penyebabnya. Bila perlu, tunda dulu dan coba lagi beberapa bulan atau tahun setelahnya.
Yang bisa Anda lakukan: Selalu mendampingi anak. Jangan pernah lupa mengoleskan tabir surya ketika anak di luar rumah (ini berlaku sampai kelak ya). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Umur 4-5 tahun. </b></div>
<div style="color: #660000;">
Biasanya, anak sudah bisa menggelindingkan bola besar, menangkap bola, serta piawai dengan sepeda roda tiga. Ia juga mulai suka berenang atau bersenam (tapi tanpa diprogram).
Catatan: Apapun olahraga pilihannya, si kecil mesti senang. Jika anak tidak bahagia, tanyalah alasannya dan coba atasi masalah atau cari olahraga lain yang lebih disukai. Ini penting jika anak ingin melakukan olahraga terstruktur. Kelak anak yang tertekan karena harus bersaing, bisa saja membentuk sikap negatif terhadap dunia olahraga atau mencederai dirinya sendiri (karena selalu berusaha menyenangkan orang lain).
Yang bisa Anda lakukan: Pastikan jadwal anak tidak berlebihan, sebab bisa membuatnya stres. Siapkan pengaman yang diperlukan. Misalnya, pengaman siku, lutut, atau helm, ketika anak bersepeda. Jadikan hal ini kebiasaan, apapun jenis olahraga pilihan anak nantinya.
Umur </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>5-6 tahun. </b></div>
<div style="color: #660000;">
Catatan: Si kecil Yang bisa Anda lakukan: Ingatkan anak bahwa titik berat olahraga tetap pada bersenang-senang, bermain bersama teman-temannya, serta menguras tenaga. Tidak ada embel-embel lainnya.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-13519751677493895172010-08-15T20:15:00.000+07:002010-08-15T20:15:28.293+07:00BERCERITA & MENDONGENG..!<div style="color: #660000;">
• Bercerita adalah penggambaran tentang sesuatu secara verbal. Bercerita merupakan stimulus yang dapat membangkitkan anak terlibat secara mental </div>
<div style="color: #660000;">
• Melalui bercerita, anak di ajak berkomunikasi, berfantasi, dan berkhayal serta mengembangkan kognitifnya. Aktivitas mental anak dapat melambung, melanglang buana melampaui isi cerita itu sendiri. Dengan bercerita juga melatih perkembangan emosi anak </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Bercerita dapat dilaksanakan dalam beberapa bentuk </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Bercerita tanpa alat peraga, hanya mengandalkan kemampuan verbal orang yang memberikan cerita </div>
<div style="color: #660000;">
2. Bercerita dengan menggunakan alat peraga seperti boneka, gambar, atau benda peraga dll </div>
<div style="color: #660000;">
3. Bercerita dengan menggunakan buku cerita </div>
<div style="color: #660000;">
4. Bercerita dengan menggunakan bahasa isyarat atau gerakan </div>
<div style="color: #660000;">
5. Bercerita melalui alat pandang dengar yaitu berupa kaset, TV, </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Manfaat kegiatan bercerita </b></div>
<div style="color: #660000;">
1. Mengembangkan fantasi dan kreatifitas </div>
<div style="color: #660000;">
2. Mengasah kecerdasan </div>
<div style="color: #660000;">
3. Menumbuhkan minat </div>
<div style="color: #660000;">
4. Membangun kedekatan dan keharmonisan </div>
<div style="color: #660000;">
5. Media pembelajaran imajinatif
Pada zaman serba canggih seperti sekarang, kegiatan mendongeng di mata anak-anak tidak populer lagi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada televisi yang menyajikan beragam acara, mulai dari film kartun, kuis, hingga sinetron yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak. Kalaupun mereka bosan dengan acara yang disajikan, mereka dapat pindah pada permainan lain seperti videogame.
KENDATI demikian, kegiatan mendongeng sebetulnya bisa memikat dan mendatangkan banyak manfaat, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga orang tua yang mendongeng untuk anaknya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kegiatan ini dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Para pakar menyatakan ada beberapa manfaat lain yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini.
Pertama, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini.
Kedua, cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena Kak Agam di sini tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak.
Ketiga, dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan Kak Agam, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya.
Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng oleh Kak agam. Untuk anak-anak usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Misalnya dongeng-dongeng tentang binatang. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh daya rangsang imajinatifnya, tapi juga kesadaran dan kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik. Untuk itu Kak Agam dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng.
Manfaat Dongeng untuk anak : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Mengasah daya pikir dan imajinasi </div>
<div style="color: #660000;">
2. Menanamkan berbagi nilai dan etika </div>
<div style="color: #660000;">
3. Menumbuhkan minat baca
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-10267713745419242532010-08-15T20:08:00.000+07:002010-08-15T20:08:27.842+07:00BERNYANYI..!<div style="color: #660000;">
<b>Ada dua bentuk </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Bernyanyi pasif: artinya anak hanya mendengarkan suara nyanyian dan musik dan menikmatinya tanpa terlihat secara langsung dalam kegiatan nyanyian </div>
<div style="color: #660000;">
2. Bernyanyi aktif: artinya anak melakukan secara langsung kegiatan menyanyi, baik melakukan sendiri, mengikuti atau bersama-sama </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Manfaat bernyanyi </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Memberikan suasana tenang </div>
<div style="color: #660000;">
2. Mengasah emosi </div>
<div style="color: #660000;">
3. Membantu menguatkan daya ingat </div>
<div style="color: #660000;">
4. Mengasah kemampuan apresiasi, improvisasi, imajinasi dan kreasi</div>
<div style="color: #660000;">
5. Sebagai alat bantu belajar </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Menyanyi selain sebagai kegiatan yang dapat membawa fun tersendiri bagi anak, dapat juga mengembangkan imajinasi dan rasa percaya diri anak, sehingga memacu anak untuk lebih kreatif dan berani tampil didepan umum, kemampuan anak dalam bernyanyi pada usia dini ini biasanya didasarkan oleh pengalamannya pada saat mendengar musik ataupun mendengar orang tua dan orang-orang disekitarnya bernyanyi. Berdasarkan survey dan penelitian, semakin sering anak mendengar orang tua atau orang disekitarnya menyanyi dengan benar dan sesuai dengan nada, semakin besar kemungkinan anak bisa menyanyi di usia 2 tahun. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Si Kecil yang berusia 2 tahun yang baru lancar bicara tentu dengan pelafalan yang terkadang masih belum pas biasanya terdorong mulai menyanyi. Selain fun, kegiatan menyanyi memunculkan keasyikan tersendiri: mengembangkan imajinasi, memberi rasa percaya diri saat diberi tepukan, serta mengeksplorasi kemampuan bernyanyi anak.
Selain itu, keuntungan kegiatan ini bagi si 2 tahun adalah ia bisa berlatih memperkaya kosa kata, dan secara aktif bereksperimen dengan beragam intonasi nada, panjang-pendeknya suara, dan naik-turunnya nada bicara. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Apabila anak bermasalah dalam perkembangan bicara atau bermasalah pada indera pendengarannya, Anda bisa melihat Dari kemampuannya menyanyi. Jika mengalami gangguan, dalam rentang usia 2-3 tahun biasanya anak belum bisa memproduksi bunyi bahasa dengan sempurna, apalagi menyanyi.
Tentu modal penting lain adalah kemahiran anak meniru. Di tahap awal, ia mampu menyanyi dengan cara mengikuti Anda menyanyi. Di tahap berikut, inisiatif menyanyi akan datang dari dirinya. Meski awalnya sering meleset membidik nada, namun semakin sering berlatih membuat si kecil mampu menyanyi dengan baik secara tepat nada dan pelafalan di usia 3-3,5 tahun.
Menyanyi tak hanya bagian dari kecerdasan seni, melainkan juga cara mengasah kecerdasan sosial-emosi anak terasah karena ia harus menyajikan lagu dengan emosi dan ekspresi yang tepat, sesuai isi lagu. Dari sisi kesehatan, menyanyi dapat melatih seluruh otot kepala dan leher serta membantu si kecil mengasah organ pendengarannya.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Demikian pula ia melafalkan dengan tepat kata demi kata.
Unsur musik dan lagu yang sangat membantu si 2 tahun melatih fisik dan inderanya adalah ritme, si kecil melatih suara dan menggunakan sikap tubuh yang tepat. Dengan postur dan posisi tubuh yang pas, produksi suara baik dan nada yang dihasilkan tepat. Repetisi ritme tentu sangat membantu mengasah keterampilan ini.
Jangan khawatir jika anak belum juga memperlihatkan tanda-tanda tertarik untuk menyanyi, belum tentu bermasalah. Hal ini bisa disebabkan Anda kurang menstimulasi anak atau kurang memberikan contoh seperti jarang menyanyi. Sebaiknya Anda menjadi pendorong anak belajar menyanyi. Untuk lebih menarik, Anda dapat menyediakan beberapa mainan yang menstimulasi anak untuk bernyanyi, di antaranya mikrofon mainan, karaoke mainan, tamborine atau piano mainan. Bersiap-siaplah menyanyi bersama sehingga Anak tergerak untuk bernyanyi dan menuangkan kreatifitasnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Ajak Si kecil agar mau bernyanyi </b></div>
<div style="color: #660000;">
• Beli kaset atau VCD karaoke lagu anak dan ajak si Kecil untuk memilih lagu-lagu yang biasa mereka dengar dan sukai. </div>
<div style="color: #660000;">
• Ajak si kecil menyanyi sambil melakukan bermacam kegiatan. Pilih lagu yang sesuai dengan kegiatan yang sedang dilakukan. Misalnya “Bangun tidur kuterus mandi” saat si kecil bangun di pagi hari. </div>
<div style="color: #660000;">
• Ajak si kecil sering-sering menonton pertunjukan musik, seperti operet, konser musik atau melihat penampilan penyanyi cilik untuk memotivasinya agar tergerak untuk bernyanyi. </div>
<div style="color: #660000;">
• Rekam suara si Kecil saat menyanyi atau ambil videonya disaat bernyanyi sehingga Anda dapat memutar kembali dan mendengarnya bersama si Kecil, selain sebagai kenang-kenangan hal ini dapat memotivasi si Kecil untuk terus bernyanyi dan mengasah kreatifitasnya.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-86990126627560184842010-08-15T20:04:00.000+07:002010-08-15T20:04:18.428+07:00MEMBACA..!<div style="color: #660000;">
• Yang sering dibaca anak-anak adalah komik dan cerita bergambar</div>
<div style="color: #660000;">
• Pastikan diseimbangkan kegiatan membaca dengan aktifitas yang lain </div>
<div style="color: #660000;">
• Pastikan bacaan bervariasi</div>
<div style="color: #660000;">
• Pastikan bacaan sesuai usia, bebas dari kekerasan dan steterotype gender yang salah </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca. Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku.
Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata "belajar".
Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar 'fun' yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar. Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Seputar metode belajar </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Metode mengajar balita membaca sangatlah beragam. Karena begitu beragamnya, lagi-lagi kita akan menemukan perbedaan dasar pemikiran dari metode-metode tersebut. Meskipun kadang-kadang sering mencuat pertentangan yang tajam antar berbagai metode, kita tak perlu bingung. Kenali saja semua konsep yang ditawarkan, dan kenali pula gaya belajar anak-anak kita. Jika metode dan gaya belajar cocok, kita bisa lebih mudah memotivasi anak untuk belajar.
Berdasarkan telaah saya, sejauh ini di dunia belajar ini dikenal 2 metode besar, yaitu metode terstruktur dan metode tidak terstruktur (acak). Keduanya tidak lebih baik atau lebih jelek dari yang lainnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Metode terstruktur dan tidak terstruktur (acak) bisa saling melengkapi sesuai karakter dua belahan sisi otak kita yang kini populer dengan istilah otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri memiliki karakteristik yang teratur, runut (sistematis), analitis, logis, dan karakter-karakter terstruktur lainnya. Kita membutuhkan kerja otak kiri ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan data, angka, urutan, dan logika.
Adapun karakteristik otak kanan berhubungan dengan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi. Aktivitas kreatif muncul atas hasil kerja otak kanan.
Melalui deskripsi tentang karakteristik dua belahan otak tersebut, kita tentu bisa melihat bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Apa jadinya para kreator-kreator seni jika tak punya tim manajemen yang handal. Bisa kita bayangkan pula sepi dan monotonnya dunia ini jika penghuninya hanyalah para ahli matematika atau akuntansi yang selalu sibuk dengan angka. Secara personal, kita pun akan menjelma menjadi orang yang "timpang" jika tidak mampu menyeimbangkan kinerja dua sisi otak kita. Kita pun bisa tumbuh menjadi orang yang "ekstrem" dalam memandang belajar dan cara belajar.
Selain metode belajar, karakteristik anak-anak juga perlu kita ketahui dan pahami agar kita bisa merancang model-model belajar yang menarik minat anak. Beberapa karakteristik anak secara umum adalah sebagai berikut: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Konsentrasi lebih pendek (relatif) </div>
<div style="color: #660000;">
2. Tidak suka diatur/dipaksa </div>
<div style="color: #660000;">
3. Tidak suka dites
Ketiga ciri tersebut jelas menunjukkan kepada kita bahwa mengajar balita membaca tak bisa dilakukan dengan cara-cara orang dewasa. Kita membutuhkan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan adaptif terhadap kecenderungan anak-anak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dan hanya satu kegiatan yang bisa melumerkan 3 karakteristik di atas yaitu BERMAIN. Mengapa? Karena dalam bermain anak-anak tidak menemukan tes, paksaan, dan batas waktu. Ketika bermainlah anak-anak menemukan kebebasan dirinya untuk berekspresi. Ketika bermain pula mereka menemukan kesenangan mereka.
Model-model belajar membaca untuk inspirasi
Belajar membaca lewat kosa kata
Kosa kata adalah pembentuk kalimat. Lewat kosa kata yang makin beragam, kalimat yang kita keluarkan pun akan semakin kaya. Lewat kosa kata, anak-anak akan belajar tak hanya kemampuan membaca tetapi juga perbendaharaan dan pemahaman akan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam berbicara. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Variasi yang bisa digunakan diantaranya, kartu kata yang disajikan dengan model Glen Doman, poster kata yang ditempel di dinding, buku-buku bergambar yang kalimatnya pendek dan ukuran hurufnya cukup besar. Prinsip yang dipakai dari metode tersebut adalah belajar dengan melakukannya. BELAJAR MEMBACA dengan MEMBACA.
Hal-hal khusus yang menyertai model ini adalah kemungkinan anak-anak untuk mengenal pola lebih lama. Artinya, bisa jadi untuk bisa benar-benar membaca semua kata yang diperlihatkan kepada mereka (meski belum diajarkan) membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung kecepatan anak.
Belajar Membaca lewat Suku Kata
Model ini paling banyak digunakan, terutama di sekolah-sekolah. Prinsip dasarnya adalah terlebih dulu mengenali pola sebelum masuk pada fase membaca.
Belajar lewat suku kata misalnya ba bi bu be bo dan seterusnya juga memiliki efek tersendiri, diantaranya kecepatan membaca yang sedikit lambat jika tidak diiringi latihan langsung lewat buku atau bacaan-bacaan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Mengapa demikian? Karena anak-anak akan terbiasa dengan membaca pola lebih dulu baru membaca. Kerja otak kiri lebih dominan dalam hal tersebut.
Untuk mengimbanginya, kita harus lebih sering memotivasi anak untuk membaca kata-kata secara langsung lewat buku tanpa harus memilah suku katanya.
Belajar membaca dengan mengeja
Model ini di awali dengan pengenalan huruf baru kemudian merangkainya menjadi gabungan huruf dan kemudian kata. Sebenarnya metode ini sudah jarang digunakan orang karena memang terbukti cukup sulit bagi anak.
Kerja otak kiri akan semakin dominan jika kita memakai metode ini. Anak-anak harus melewati tiga tahapan menuju kata, yaitu huruf, suku kata, lalu kata. Memang ada anak-anak yang bisa belajar dengan metode ini, tapi lagi-lagi latihan membaca kata secara intensif harus mengiringinya agar anak-anak merasa percaya diri untuk membaca.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Belajar Multi Metode
Adakalanya spesialisasi itu baik untuk mengenal kedalaman suatu ilmu, tapi dalam belajar membaca kita bisa mempergunakan multi metode sekaligus tanpa harus merasa tabu hanya karena teori yang kita peroleh dianggap paling rasional.
Dengan kata lain, kita bisa memperkenalkan pada anak-anak kita semuanya, huruf, suku kata, ataupun kosa kata. Catatan pentingnya tentu saja: sajikan dengan perasaan riang sehingga anak-anak kita pun mendeteksi kegembiraan dan ketulusan yang kita berikan pada mereka. Hal itu jauh lebih berarti dan lebih efektif daripada segudang metode terhebat sekalipun.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-2231719289807392712010-08-15T20:00:00.000+07:002010-08-15T20:00:27.409+07:00MENONTON..!<div style="color: #660000;">
• Yang sering ditonton anak-anak adalah kartun </div>
<div style="color: #660000;">
• Pastikan diseimbangkan kegiatan menonton dengan aktifitas yang lain </div>
<div style="color: #660000;">
• Pastikan tayangan yang mendidik dan bervariasi </div>
<div style="color: #660000;">
• Pastikan tayangan yang sesuai usia, bebas dari kekerasan dan steterotype gender yang salah
Media (TV) menjadi positif, bila </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Ada muatan edukatif </div>
<div style="color: #660000;">
2. Ada unsur entertaint, dalam arti jika anak-anak dihibur ada olah rasa yang terjadi dan mendapatkan keceriaan dan pencerahan </div>
<div style="color: #660000;">
3. Dikonsumsi secara proporsional </div>
<div style="color: #660000;">
4. Pendampingan, ada tempat bertanya
Media (TV) menjadi negatif, bila: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Muatannya tidak edukatif </div>
<div style="color: #660000;">
2. Hiburan yang mengungkapkan pelecehan dan kata-kata kasar </div>
<div style="color: #660000;">
3. Mengkonsumsinya tidak proporsional (lebih dari 2 jam secara terus menerus) </div>
<div style="color: #660000;">
4. Tidak ada kontrol media dari apa yang dikonsumsi anak dari orangtua atau pendamping anak</div>
<div style="color: #660000;">
5. Orangtua tidak peduli dengan ”peer group” anak sang sangat mungkin menjadi konsumen tetap media ysang merusak
Jika anak menonton TV, maka yang terjadi di otak anak adalah: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Konsolidasi memeori </div>
<div style="color: #660000;">
2. Pembentukan persepsi </div>
<div style="color: #660000;">
3. Stimulasi beberapa kompnene otak </div>
<div style="color: #660000;">
4. Stimulasi beberapa komponen tubuh... (Tindakan perilaku)
Contoh kasus: Siaran kekerasan
Pada awalnya memeori kekerasan dibentuk oleh stimulasi eksternal (bukan persepsi). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Persepsi dibentuk oleh memeori yang sudah ada (konsolidasi memori).
Manusia tidak sama dengan hewan. Manusia memiliki sistem limbik otak yang memungkinkan terjadinya kontrol pikiran atas perilaku manusia. Sistim limbik otak ini akan efektif jika memori manusia (informasi yang telah pernah diberikan adalah informasi yang berguna sebagai saringan dai informasi yang merugika perilaku.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-60733809655524370132010-08-15T19:56:00.000+07:002010-08-15T19:56:43.446+07:00BILA ADA YANG SALAH PADA PAUD..!<div style="color: #660000;">
<span style="font-size: x-large;">P</span>erkembangan awal tidak selalu berlangsung dengan cara yang mendorong rasa ingin tahu anak, kreativitas dan kepercayaan diri. Bagi beberapa anak, pengalaman awal tidak mendukung dan tidak dapat diprediksi. Sinapsis yang berkembang di otak tercipta sebagai respons terhadap stres kronis, atau jenis penyalahgunaan lain dan penelantaran. Dan, ketika anak-anak rentan terhadap risiko ini, masalah pengalaman awal dapat mengakibatkan hasil yang buruk.
Sebagai contoh, beberapa anak dilahirkan dengan kecenderungan untuk mudah menjadi marah, impulsif dan tidak peka terhadap emosi orang lain. Bila saat penggabungan karakteristik anak dengan pengasuhan orang dewasa yang lalai, otak anak-anak dapat menimbulkan perilaku anak tidak simpatik. Jika karakteristik anak dengan bimbingan orang dewasa yang penuh amarah dan kasar, otak anak-anak dapat menyebabkan kekerasan dan perilaku anak yang terlalu agresif. Jika lingkungan rumah mengajarkan anak-anak untuk merasakan bahaya bukannya keamanan, maka hasil yang buruk dapat terjadi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Dalam kasus ini, bagaimana cara memelihara dan memberikan kontribusi untuk perkembangan otak di awal? </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Riset mengatakan bahwa paparan awal terhadap kekerasan dan bentuk-bentuk lain stres tidak terduga dapat menyebabkan otak untuk beroperasi pada jalur cepat. Seperti over aktivitas dari hubungan antara akson dan dendrit, dikombinasikan dengan kerentanan anak, dapat meningkatkan risiko kemudian masalah dengan pengendalian diri. Beberapa orang dewasa yang melakukan kekerasan dan terlalu agresif mengalami perawatan yang tidak menentu dan tidak responsif sejak awal kehidupan.
Depresi orang dewasa juga dapat mengganggu aktivitas otak bayi. Ketika pengasuh menderita depresi yang tidak diobati, mereka mungkin gagal merespons sensitif untuk bayi menangis atau tersenyum. Ketidaktersediaan emosional orang dewasa dihubungkan dengan bayi dengan ekspresi emosional yang buruk. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Program yang bekerja </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Walaupun anak-anak mendapat pengalaman kurang optimal di awal kehidupan, masih ada harapan untuk masa depan.
Memahami bagaimana perkembangan otak dipengaruhi oleh pengalaman negatif memberi kita kesempatan untuk mencegah kesulitan-kesulitan di masa depan. Dan, karena kita tahu tentang awal perkembangan otak yang sehat dan pengalaman yang bayi dan balita diperlukan, program dapat dirancang untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan yang diperlukan bahwa mereka mungkin tidak berkembang sebelumnya.
Di Missouri, program Parents as Teachers (PAT) menyediakan informasi tentang perkembangan anak bagi orang tua yang anaknya adalah antara kelahiran dan usia 5 tahun. Informasi yang disampaikan oleh orangtua disiapkan dengan baik pendidik selama kunjungan ke rumah dan pengajaran di kelas, dan melalui rujukan kepada lembaga lain. Sebuah evaluasi program menunjukkan bahwa anak-anak PAT memiliki skor lebih tinggi pada ukuran intelektual dan kemampuan bahasa daripada anak-anak yang orangtuanya tidak berpartisipasi dalam PAT.
PAT tersedia untuk semua keluarga di Missouri dan merupakan contoh yang baik tentang bagaimana pengasuh pendidikan tentang perkembangan anak dapat membantu anak-anak sepanjang hidup mereka.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>Advokasi untuk anak-anak </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Awal penelitian perkembangan otak menguatkan pesan penting tentang anak-anak, yaitu "Sejak lahir, anak-anak sudah siap dan bersemangat untuk belajar dan tumbuh."
Jika hendak mengambil keuntungan dari situasi ini berarti bahwa semua pengasuh perlu memahami pentingnya tahun-tahun awal untuk mengenali metode-metode yang tepat dalam merangsang anak-anak belajar.
Memberikan kesempatan pendidikan kepada orang tua, kakek-nenek, pengasuh anak dan pengasuh lainnya adalah sebuah langkah dalam arah yang tepat untuk menjamin awal tahun produktif.
Berbagi pesan ini dengan para pembuat kebijakan adalah strategi lain untuk memastikan bahwa bayi, balita, dan anak-anak dan pengasuh mereka menerima pendidikan dan dukungan yang diperlukan.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-39898835410456439862010-08-15T19:53:00.000+07:002010-08-15T19:53:51.172+07:00DITEKSI GANGGUAN BELAJAR PADA ANAK - ANAK..!<div style="color: #660000;">
Ada orang tua yang bingung karena anaknya masih belum dapat berbicara secara lancar di usianya yang 2 tahun, ada juga yang bingung karena anaknya tidak bisa duduk tenang, ada juga yang bingung karena anaknya selalu menangis jika bertemu dengan orang asing ...
Jangankan orang tua, kemampuan guru untuk dapat membantu mengindentifikasi apakah muridnya termasuk yang berkebutuhan khusus ternyata juga masih jauh dari harapan ada seorang guru yang menanyakan "Inklusi itu sistem administrasi yang baru, ya?" dan banyak yang berkomentar "Wah, muridku banyak yang termasuk ADHD nih, soalnya nggak bisa duduk diam ..."
Waduh ...
Terus terang saya bukan termasuk kelompok orang yang gampang me-label (men-cap) kemampuan seorang anak namun juga tidak menggampangkan kondisi si anak pula. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Akibatnya, lumayan juga besarnya kekecewaan saya ketika mengikuti kedua workshop yang sudah saya sebutkan di awal karena kedua pembicara seringkali memberikan sinyal bahwa 1 tanda muncul di perilaku anak maka kita sudah harus waspada dengan kemungkinan gejala autis atau ADHD atau ADD atau Tuna Laras atau jenis-jenis kekhususan lainnya ... Padahal, hadirnya 1 tanda bisa merujuk pada banyak hal ...
Sama seperti kalau badan kita hangat, mungkin saja karena flu, mungkin karena DB, mungkin karena badan kita terlalu lelah ...
Nah untuk anak tidak bisa duduk diam, sebagian besar kasus yang saya temukan adalah karena kebosanan yang menerpa ... bukan karena si anak menderita ADHD atau Autisme ...
Sementara untuk anak yang jarang berbicara dan seringkali terlihat asyik sendiri, sebagian besar kasus yang saya temukan adalah karena minimnya komunikasi dengan anak, terlalu banyak menonton TV, terlalu banyak mainan yang bersifat individual, kebingungan bahasa (sekolah internasional tetapi orang rumah berbahasa Indonesia atau bahkan berbahas. </div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-46445920811073439402010-08-15T06:53:00.000+07:002010-08-15T06:53:05.765+07:00ANAK USIA DINI SEBAGAI PEMBELAJAR..!<div style="color: #660000;">
Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali. Sehubungan dengan keterbatasan kapasitas berpikir yang masih dalam lingkup hal-hal yang bersifat konkret, pengalaman bagi anak-anak lebih berarti jika berkenaan langsung dengan kelima indranya. Mereka menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan, dan disentuh dari lingkungan mereka.
Piaget mengatakan bahwa anak pada usia 2-6 tahun berada pada tahap pra-operasional dimana proses berpikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu. Jadi dalam pembelajaran, siswa membutuhkan simbol-simbol nyata sehingga mereka dapat mengungkapkan pengalamannya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.
Sesuatu berulang-ulang yang dilakukan anak-anak merupakan cara mereka untuk mengerti sesuatu. Kunci dalam proses belajar mereka adalah belajar dalam konteks dan belajar yang paling baik adalah belajar yang berada dalam jangkauan anak. Belajar dalam konteks adalah belajar yang sebenarnya – dan bermain adalah guru terbaik karena semua peneliti sepakat bahwa bermain memberikan dasar yang kuat bagi pertumbuhan intelejensia, kreativitas, dan kemampuan menyelesaikan masalah. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bermain juga merupakan alat untuk perkembangan emosi serta pengembangan keterampilan-keterampilan sosial dasar anak.
Anak-anak usia dini dapat saja diberikan materi pelajaran, diajari membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan bukan hanya itu saja, mereka bisa saja diajari tentang sejarah, geografi, dan lain-lainnya. Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40).
Jerome Bruner memberi penekanan pada fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan hasil akhirnya. Bermain memungkinkan anak bereksplorasi terhadap berbagai kemungkinan yang ada. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bruner menekankan narrative modes of thinking, artinya fungsi dari intelek berhubungan erat dengan makna, rekonstruksi pengalaman dan imajinasi. Sutton Smith mengatakan anak dapat menggunakan idea-ideanya dengan cara baru serti tidak biasa dan menghasilkan ide kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adaptif.. Singer menganggap bahwa bermain terutama bermain imajinatif sebagai kekuatan positik untuk perkembangan manusia. (Tedjasaputra).
Bermain memiliki lima unsur. Pertama, bermain harus bisa dinikmati dan menyenangkan. Kedua, bermain tidak boleh memiliki tujuan yang ditentukan. Ketiga, bermain harus spontan dan sukarela, bebas sesuai pilihan yang bermain. Keempat, para pemain harus terlibat aktif. Dan terakhir, bermain mengandung unsur berpura-pura. Bila anak sudah menganggap bermain sebagai suatu beban, artinya yang ia lakukan bukanlah bermain. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Namun, jelas Froebel (Patmonodewo, 2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.
Bermain membantu anak memahami dunia sekitar. Ia dapat menyelidiki dan menemukan sesuatu, menguji teori mereka, mencoba hubungan sebab akibat dan belajar tentang banyak hal. Fungsi bermain terhadap perkembangan intelektual atau kemampuan berfikir (kognitif) ini misalnya dapat dilihat pada saat anak bermain dengan meraba halusnya sebuah kapas atau kasarnya bulu sikat cucian, dimana dengan ini ia dapat mempelajari konsep kasar dan halus. Melalui pengalaman dan penghayatan anak saat bermain, anak juga akan memperoleh informasi sehingga pengetahuan dan pemahamannya menjadi lebih kaya dan lebih dalam. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Selain itu saat bermain anak juga akan mendapat kesempatan untuk menghadapi berbagai persoalan yang harus dipecahkan, membangun kemampuan kognitifnya seperti mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menarik kesimpulan. Dengan bermain, anak juga dapat mengembangkan kemampuannya untuk berkonsentrasi.
Melalui kegiatan bermain, anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya, seperti: marah, takut, sedih, cemas atau gembira. Dengan demikian, bermain dapat merupakan sarana yang baik untuk pelampiasan emosi, sekaligus relaksasi. Misalnya saja pada saat anak bermain pura-pura atau bermain dengan bonekanya. Selain itu bermain juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk merasa kompeten dan percaya diri. Dalam bermain, anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah, dan cemas.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-8353751531132853292010-08-15T06:51:00.000+07:002010-08-15T06:51:01.880+07:00LEARNING STYLES..!<div style="color: #660000;">
Gaya belajar adalah karakteristik dan preferensi atau pilihan individu mengenai cara yang paling efisien dalam mengumpulkan informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon, dan memikirkan informasi tersebut.
Mengetahui gaya belajar = belajar secara lebih efektif dan efisien. Tidak ada gaya belajar yang lebih baik maupun lebih buruk.
Gaya belajar tidak dapat berubah secara drastis karena bagian yang mudah adalah mempelajari cara melakukan hal-hal baru namun bagian yang sulit adalah menghentikan sesuatu yang biasanya kita lakukan. Preferensi gaya belajar akan relatif stabil dan bertahan sekitar 2 – 3 tahun.
Model gaya belajar itu banyak sekali, ada yang berdasarkan pada teori Bandler-Grinder (NLP), McCarthy (Sistem 4MAT), Gregore/Buttler (KA/SR), Howard Gardner (MI), David Kolb (EL), Myers Briggs (MBTI), maupun Dunn & Rumbel. Sebenarnya masih banyak lagi, tetapi cukup itu saja yang saya sebutkan untuk artikel ini.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-39219012197267162212010-08-15T06:48:00.000+07:002010-08-15T06:48:54.719+07:00MEMBIMBING DAN MENGENDALIKAN DIRI ANAK SEJAK USIA DINI..!<div style="color: #660000;">
<span style="font-size: x-large;">P</span>engendalian diri pada anak bisa dilakukan sejak ia baru lahir tentunya dengan rangsangan dan metode yang konsisten. Hingga usia tiga bulan merupakan titik kritis yang tidak boleh disepelekan dalan perkembangan seorang anak. Pada usia ini anak mengalami fase transisi yang sangat penting dimana sebelumnya anak berada dalam kandungan, tanpa mengenal waktu siang ataupun malam, tanpa bergesekan dengan udara, harus berinteraksi fisik ketika harus makan ataupun minum, berkenalan dengan kebersihan tubuh hingga pakaian maupun bersosialisasi dengan orang lain secara sangat berbeda, dan melibatkan impuls-impul terhadap panca inderanya dari luar dirinya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dalam kandungan anak bisa dengan seenaknya bergerrak, tidur dan makan tanpa mengenal waktu dan tempat yang berubah-ubah, sebuah dunia yang penuh perlindungan dari ibunya atas suara, suhu maupun sentuhan orang lain yang secara langsung berinteraksi dengan inderanya. Menjadikan usia 0 hingga 3 bulan adalah fase penting untuk fondasi pengendalian emosi anak yang sangat penting dipahami oleh ibu.
Pengendalian diri pada anak bukan sesuatu hal yang instan ada namun harus dilatih dengan konsisten sebab melibatkan persoalan emosi yang pada akhirnya akan berujung pada kecerdasan emosional anak. Proses mendidik atau membimbing pengendalian diri anak adalah proses yang berkelanjutan dan sama sekali tidak sederhana, anak harus dapat mengenali, melabel bahkan mengatur emosinya untuk kemudian dapat mengekspresikanya sebagai interpretasi akan emosinya secara jelas dan pas. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sebab pengendalian diri bagi anak akan sangat bermanfaat ketika menjalin relasi sosial maupun berinteraksi dengan orang lain semisal anak bisa memahami kapan dia harus menghentikan tangisnya, menunda keinginannya dengan tidak emosional atau marah-marah.
Hal seperti diatas adalah hal yang sangat penting untuk kemudian hari dalam mengatasi keinginan maupun masalahnya dan bisa dikatakan sebagai kecerdasan emosi untuk berempati dengan orang lain, lingkungan, yang sangat berguna ketika menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya. Akan menjadi masalah besar ketika terjadi sebaliknya, ketika seorang anak menjadi emosional, tidak tahan banting atas permasalahannya, menang sendiri yang semakin mengundang benturan dengan lingkungan sosialnya, bukan hanya pada perkembangan berpengaruh pada perkembangan fisik namun acapkali juga berpengaruh pada pola berpikir, ketahanan berpikir dan banyak kerugian lain yang seharusnya bisa dihindari apabila bisa melalui dengan mulus tahap pengendalian diri sejak usia dini. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Mengapa 3 bulan pertama usia bayi sangat penting?
Bagi ibu muda atau yang baru pertama kali mendapatkan momongan sangat penting untuk bisa mengenali maksud dan tujuan bahasa tubuh atau apapun yang ditunjukkan sang buah hati sehingga bisa terjalin hubungan emosi yang harmonis bukan sebaliknya ketika tangisan, rengek atau kemarahan sang buah hati ketika haus, ngompol, ngantuk, bosan, atau pengin digendong akan terasa sangat sulit dipahami bahkan menjadikan rasa jengkel karena apabila ibu tidak mengenali irama tangis maupun hasrat sang bayi sehingga memberikan perlakuan yang tidak pas atau memenuhi keingingan sang anak, dan semakin menjadikannya marah atau menangis menjadi-jadi, sehingga kedua belah pihak akan sangat merasa tidak diuntungkan belum lagi akibat selanjutnya yang menjadikan peristiwa itu sebagai pengalaman anak untuk bekalnya di kelak kemudian hari. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Obrolan, intonasi maupun kontak mata ketika saat pemberian ASI menjadi hal yang sangat istimewa bagi ibu dan bayi. Banyak hal yang bisa digali dan dikenalkan pada anak ketika hal ini, semisal melatih kesabaran dan kondisi ketika harus berganti pada susu formula saat air susu ibu sedang habis karena belum lancar, ataupun usaha pertama kali ketika mau menyusu yang harus dilatih adalah kesabaran anak dan ibu. Kata-kata verbal yang memberitahukan kondisi secara halus dan sabar akan membantu si bayi untuk bisa memahami keadaan yang terjadi plus menambah ketenangan dirinya karena kehadiran ibu yang pengertian dan sabar terhadapnya. Ini adalah awal perkenalan emosi diluar diri si bayi, apabila bisa berjalan dan berhasil dengan baik, maka pada tahap selanjutnya akan sangat mempermudah anak untuk mengenali jenis-jenis emosi diluar dirinya.
Pada tahap selanjutnya hingga usia tiga tahun anak umumnya turbulensi emosi sangatlah tinggi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ketika merasa senang maka akan senang sekali demikian sebaliknya. Saat membimbing anak pengendalian diri pada usia ini, ijinkanlah anak untuk mengalami berbagai perasaannya. Bagaimana rasanya ia harus menunda keinginannya dan juga perasaan-perasaan lain yang dialaminya. Bagaimanapun juga hal itu merupakan pengalaman dasar bagi anak untuk melanjutkan dan bertahan hidup kelak kemudian hari. Semisal, ketika anak menangis dikarenakan menginginkan sesuatu, orangtua perlu membiarkannya terlebih dulu dan pastikan diri si anak aman. Jangan sampai, anak membenturkan kepala atau menyakiti dirinya untuk kemudian ajak anak bicara dengan tenang. Sangat penting juga untuk tidak mudah memberikan apa yang diinginkannya dengan serta merta dan sekaligus ketika dia memintanya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Selain itu, belajar pengendalian diri di usia batita juga dilakukan dengan membiasakan anak untuk belajar mandiri dan tidak tergantung terutama pada baby sitter. Misal, anak diajarkan untuk belajar toilet training, menggunakan baju, memakai sepatu, mengambil air minum sendiri, dan lainnya secara sendiri. Pembelajaran kemandirian ini melatih anak untuk memecahkan masalah sendiri, seperti bagaimana ia harus bisa memasukkan kakinya ke lubang sepatu. Kemudian anak belajar membuat keputusan sendiri, misalnya apakah ia harus duduk atau berdiri agar memakai sepatunya lebih mudah, dan sebagainya. Dari pelajaran kemandirian ini anak akan belajar mengenai menunda, soal risiko semisal kalau mengambil air kebanyakan akan tumpah, belajar mengambil keputusan dari hal-hal sederhana dan kecil, dan sebagainya.
Juga partisipatif dalam melibatkan anak untuk berpikir dan mempertimbangkan semisal ketika memilih mainan saat di tempat belanja, ketika memilih chanel TV, </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
ketika memilih tempat wisata untuk berlibur hingga memilih pakaian ataupun makanan yang cocok buatnya, disini peran orangtua sangat penting untuk menjadi tempat labuhan wacana dan pertimbangan bagi anak sehingga anak dapat melakukan apa yang menjadi keinginannya dengan alasan dan latar belakang kepentingan yang matang dan terencana, tidak instan dan serta merta mendapatkan apa yang diinginkannya akan sangat membantu ketika berhadapan dengan orang lain di lingkungan sosialnya karena banyaknya benturan kepentingan atau perbedaan atas kepentingan pribadi dan kepentingan sosial sehingga kenyataan bahwa ada kondisi yang berbeda bisa dipahami sebagai sebuah keragaman bukannya pengucilan atas kepentingan dan kebutuhannya, juga penilaian akan ketahanan dan daya juang akan sesuatu ide dari anak ketika harus berhadapan dengan ragam penilaian yang lainnya.
Apa yang diperlukan? </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Konsolidasi orang tua dan pengasuh anak.Anak pada perkembangangannya akan pintar juga memanipulasi emosinya, semisal ketika ibunya tidak meyetujui keinginannya maka dia akan lari ke bapak, atau mencari perlindungan pada pengasuh atau siapapun yang ada disekitarnya, dengan tidak lupa memperhatikan pula reaksi orangtua atau pihak yang bertentangan dengannya. Saat seperti ini diperlukan konsolidasi yang mantab dan konsisten karena segala reaksi akan direkam dalam otaknya. Orang tua juga harus bisa mengatur emosi agar tidak terlalu marah meledak-ledak atau apapun yang berlebihan karena akan dengan mudah ditiru oleh anak sebagai kumpulan atas aksi dan reaksi yang diterimanya, yang akan dipakainya untuk menghadapi kasus serupa dalam kehidupannya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
2. Positif dan wajar.
Reaksi orang tua yang ekstrim atau tidak menyenangkan ikut membentuk struktur otak anak secara fisik, dan meninggalkan bekas retakan yang dibawa seumur hidupnya sebagai memori. Sangat diperlukan kewajaran dan sikap positif untuk membimbing anak terhadap pengendalian dirinya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
3. Konsisten dan persisten.
Diperlukan daya tahan, keuletan dan konsisten dalam membimbing sang buah hati, memang gampang-gampang sulit, namun dengan perencanaan dan referensi yang tepat serta ketulusan dalam membimbingnya niscaya hasil yang memuaskan bisa didapatkan. Kadang konsistensi memang sangat sulit seperti ketika melihat saat pemberian reward yang dijanjikan berdasarkan tanggal atau bulan, memang harus teguh diberikan pada saat itu. Ketika banyak ketidakkonsistenan yang diperlihatkan oleh orangtua maka anak pun dengan mudah bisa memanipulasi apapun yang hasilnya nanti akan sangat berbeda.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-16095956796753698782010-08-15T06:41:00.000+07:002010-08-15T06:41:57.147+07:00MEMAHAMI PSIKOLOGI ANAK..!<div style="color: #660000;">
Berbicara masalah psikologi anak, Pakar Psikologi Perkembangan Erikson memfokuskan pada perkembangan psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap.
Perlu diketahui, setiap orang akan melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif dan negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik.
Pada teori psikologi anak, bayi memerlukan pengasuhan yang penuh cinta kasih sehingga ia merasakan aman. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ketidakkonsistenan dan penolakan pada masa bayi akan menimbulkan ketidak percayaan pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan lingkungan yang lebih luas.
Pada masa usia dini, banyak hal yang membuatnya tertarik sehingga ingin selalu mencoba, meski terkadang pada hal yang berbahaya. Pada tahap ini orang dewasa harus memberikan dukungannya. Erikson mengingatkan bahwa pembatasan dan kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu terhadap kemampuan dirinya.
Penelitian tentang psikologi anak, yang berfokus pada bab kecerdasan, lebih jauh diungkapkan Gardner dengan konsep kecerdasan Jamak atau Multiple Intelegence (MI). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Gardner mengidentifikasi kecerdasan sebagai kemampuan untuk menemukan dan mencari pemecahan masalah serta membentuk suatu produk yang mempunyai nilai dipandang dari budaya seseorang.
Ketujuh kecerdasan tersebut adalah : Linguistik, logika, matematika, spasial, kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal serta naturalis. Setiap orang mempunyai berbagai potensi tersebut. Masing-masing dapat dikembangkan pada tahap tertentu.
Tangisan Berjam-jam
Terkait psikologi anak, mungkin Anda akan menemukan anak Anda menangis selama berjam-jam. Kunci meredakan tangisan dan teriakan anak adalah bersikap tenang dan tidak perlu tergesa-gesa. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Orangtua yang nampak gelisah atau memendam kemarahan tentu akan sulit menerima kondisi si kecil yang juga sedang tidak nyaman dengan tangisannya sendiri.
Anak membutuhkan figur yang tenang dan mampu mengendalikan emosinya. Kontrol emosi Anda akan membuat suatu ruang toleransi apapun reaksi tambahan yang akan dikeluarkan anak. Tangisan anak itu suara musik alam yang indah.
Menurut Hans Grothe, seorang psikolog perkembangan dari Jerman, sebenarnya tangisan dan teriakan tantrum anak ternyata tidak berkaitan dengan usia. Tak hanya anak berusia 2 tahun yang melakukannya, usia 3 atau 5 tahun pun kadang-kadang masih melakukannya.
frekuensi yang terbanyak adalah pada usia 2 tahun. Menurutnya, ada 3 kunci untuk meredakan tangisan anak yaitu ketenangan, ketenangan dan ketenangan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Tentu saja dalam tiga tataran yang berbeda-beda.
Kemampuan ini tidak begitu saja jatuh dari langit, melainkan para orangtua harus melatih dan belajar melihat reaksi anak. Inilah perlunya orang tua memahami ilmu psikologi anak.
Perlu dipahami, menjadi orangtua sebenarnya seperti seorang peneliti di laboratorium. Mencoba sebuah formula pola asuh, memecahkan masalah sesuai dengan budayanya serta kemudian melihat reaksi yang terjadi dengan dicobakan formulanya.
Apabila tidak cocok dan reaksi buruk, maka harus dicobakan formula yang lain sampai cocok. Dan biasanya formula yang cocok untuk satu anak belum tentu cocok untuk anak yang lainnya. Jadi berlatih dan belajar menjadi peneliti adalah tugas orang tua agar sukses mendidik anak-anaknya. Anda akan mempelajari tentang psikologi anak yang tidak ada habisnya.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-58053180570721631362010-08-15T06:39:00.000+07:002010-08-15T06:39:56.954+07:00KARAKTERISTIK ANAK BERBAKAT..!<div style="color: #660000;">
<b>Karakteristik Anak Berbakat (Martinson, 1974) </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Membaca pada usia lebih muda </div>
<div style="color: #660000;">
2. Membaca cepat dan lebih banyak </div>
<div style="color: #660000;">
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas </div>
<div style="color: #660000;">
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat</div>
<div style="color: #660000;">
5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadao masalah “dewasa” </div>
<div style="color: #660000;">
6. Mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri </div>
<div style="color: #660000;">
7. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal </div>
<div style="color: #660000;">
8. Memberi jawaban-jawaban yang baik </div>
<div style="color: #660000;">
9. Dapat memberikan banyak gagasan </div>
<div style="color: #660000;">
10. Luwes dalam berpikir </div>
<div style="color: #660000;">
11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan </div>
<div style="color: #660000;">
12. Mempunyai pengamatan yang tajam </div>
<div style="color: #660000;">
13. Dapat berkonsentrasi dalam jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati </div>
<div style="color: #660000;">
14. Berpkir kritis, juga terhadap diri sendiri </div>
<div style="color: #660000;">
15. Senang mencoba hal-hal baru </div>
<div style="color: #660000;">
16. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi </div>
<div style="color: #660000;">
17. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah </div>
<div style="color: #660000;">
18. Cepat menangkap hubungan-hubungan (sebab-akibat) </div>
<div style="color: #660000;">
19. Berperilaku terarah kepada tujuan </div>
<div style="color: #660000;">
20. Mempunyai daya imajinasi yang kuat </div>
<div style="color: #660000;">
21. Mempunyai banyak kegemaran (hobi) </div>
<div style="color: #660000;">
22. Mempunyai daya ingat yang kuat </div>
<div style="color: #660000;">
23. Tidak cepat puas dengan prestasinya </div>
<div style="color: #660000;">
24. Peka (sensitive) dan menggunakan firasat (intuisi) </div>
<div style="color: #660000;">
25. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-60450025503978201042010-08-15T06:35:00.000+07:002010-08-15T06:35:31.680+07:00OTAK MANUSIA BELAJAR DARI ORANG LAIN..!<div style="color: #660000;">
Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan otak mamalia lain, otak manusia yang baru lahir memiliki dua fitur yang luar biasa.
Pertama, ia sudah memiliki anatomi otak yang kompleks dan unik, memiliki mekanisme inti koordinasi motorik yang secara khusus disesuaikan untuk perilaku-perilaku manusia: berjalan lincah dengan tubuh bipedal; pintar memanipulasi benda-benda; dan mengkomunikasikan pikirannya pada orang lain dengan menggunakan perubahan wajah, vokal, serta ekspresi gestural yang sesuai dengan kondisi emosi, minat dan tujuannya.
Kedua, sejalan dengan prinsip bahwa semakin lama spesies mamalia hidup dan belajar dari pengalaman, maka semakin besar pula korteks serebral otak-depan, maka bisa dikatakan bahwa korteks manusia sangat besar, bahkan sudah dalam tahap setengah sempurna pada saat lahir.
Selain itu, tempo berhentinya perkembangan juga sangat lambat, atau bisa dikatakan tidak pernah berhenti. Selama beberapa bulan setelah lahir, jaringannya terus berubah. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Beberapa dari jaringan dan jalur akson bahkan berkembang selama puluhan tahun, seiring dengan adanya latihan dan pendidikan yang dialami sebagai pengalaman hidup.
Sementara itu, serebelum (otak belakang), juga sangat rumit, belum dewasa saat lahir, dan lambat tempo perkembangannya. Sirkuit yang rumit ini mengatur waktu pengendalian indra secara cepat dan terampil dalam koordinasi gerakan tubuh agar lincah dalam berjalan, berbicara, dan menggunakan kedua tangan dengan pintar. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bagian ini tumbuh seiring pertumbuhan tubuh dalam ukuran dan kekuatan serta semakin sempurna perkembangannya melalui latihan-latihan.
Di bagian lain, pusat emosional yang berada di subkorteks otak maupun korteks limbik sangat erat hubungannya dengan motivasi yang bergantung pada kualitas komunikasi dengan orang lain dan dengan kepentingan maupun perasaan yang berkecamuk di dalam otak mereka.
Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa hasil penelitian tersebut telah memberikan isyarat pada kita bahwa "otak" tidak melulu tentang kognitif.
Kita sebaiknya mulai memahami bahwa otak manusia dilahirkan dan dipersiapkan untuk belajar dalam kesadaran serta kearifan masyarakat.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-74945948495660747542010-08-15T06:33:00.000+07:002010-08-15T06:33:46.133+07:00PEMBELAJARAN BERBASIS KINERJA OTAK..!<div style="color: #660000;">
Banyaknya bukti yang sekarang muncul mengenai belajar dan perkembangan otak menghasilkan suatu gerakan menuju praktik pendidikan yang mendukung pemahaman intuitif sebelumnya tentang belajar melalui keterlibatan langsung dengan aktivitas. Beberapa riset sudah menunjukkan bahwa janin yang masih berada dalam kandungan pun sudah belajar secara intens mengenai dunia di luar. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ketika dilahirkan ia secara otomatis memodifikasi struktur neurologis dan lain-lainnya untuk merespons berbagai data yang diperolehnya dari lingkungan. Itulah sebabnya beberapa penelitian mengatakan bahwa pada saat dilahirkan bayi kehilangan sejumlah sel dalam otaknya karena hanya neuron yang dirangsang sajalah yang akan bertahan hidup.
Koneksi antara sel-sel yang tercipta sebagai hasil dari pengalaman membentuk peta kognitif yang sifatnya sangat personal. Pembelajaran terjadi ketika peta-peta ini atau jaringan-jaringan itu saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Semakin terkoneksi jaringan-jaringan tersebut maka semakin besar pemaknaan yang diperoleh seseorang dari proses pembelajarannya. Itulah sebabnya kenapa konsep-konsep yang sama sekali baru pada awalnya sulit sekali untuk dicerna; jaringan yang sudah ada perlu waktu untuk berekspansi guna mendukung asosiasi baru tersebut. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dengan demikian, pembelajaran, jika ditinjau dari bidang neurosains, merupakan modifikasi respons terhadap rangsangan sepanjang waktu.
Konsekuensi logis dari pentingnya koneksi-koneksi tersebut terjalin, seorang guru akan menghadapi tiga tugas utama, yaitu : </div>
<div style="color: #660000;">
1. Mendorong koneksi baru syaraf melalui tantangan yang menciptakan tingkat stimulasi tinggi terhadap perkembangan akson. </div>
<div style="color: #660000;">
2. Memperkuat koneksi yang telah ada dengan mengulang-ulang peristiwa atau keterampilan dengan berbagai cara. </div>
<div style="color: #660000;">
3. Mendorong peserta didik untuk menata ulang jaringan koneksi yang telah ada dengan cara mengoreksi kesalahan, memperbaiki konsep, melengkapi pemahaman, atau mengasah keterampilan.
Tugas yang terakhir yang biasanya paling sulit dilakukan karena anak sudah terlanjur berada dalam comfort zone-nya. Walaupun demikian, penataan ulang tersebut dimungkinkan jika dilakukan dengan berdasarkan pemahaman bahwa pembelajaran seluruh otak merupakan antarhubungan yang spontan, berkaitan dengan peristiwa-peristiwa belajar, yang berhubungan dengan semua pusat di otak. Ini melibatkn proses pikiran, emosi, dan jasmani yang menghasilkan perubahan permanen dalam keterampilan, sikap, dan perilaku, karena pembelajaran semacam itu tidak dangkal tetapi sepenuhnya diinternalisasi.ada beberapa pedoman yang merupakan kunci untuk pembentukan konsep dan pemahaman yang terinternalisasi, yaitu : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
a. Dorong siswa untuk menemukan dan mengerjakan hal-hal untuk mereka sendiri </div>
<div style="color: #660000;">
b. Dorong siswa untuk menyampaikan ide </div>
<div style="color: #660000;">
c. Sudut pandang dan cara yang berbeda bisa bertemu pada tujuan yang sama </div>
<div style="color: #660000;">
d. Sediakan umpan balik yang interaktif, spesifik, langsung, dan menyenangkan.ada beberapa cara guru untuk mendorong anak menata ulang jaringan tersebut, yaitu dengan : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
a. Mengekspresikan keyakinan akan kemampuannya dalam menolong anak </div>
<div style="color: #660000;">
b. Mengekspresikan keyakinannya akan kemampuan si anak </div>
<div style="color: #660000;">
c. Memberi sinyal non-verbal yang konsisten dengan yang dikatakan, intonasi suara, pandangan mata, dan tingkat energi </div>
<div style="color: #660000;">
d. Memberi umpan balik yang spesifik dan cukup </div>
<div style="color: #660000;">
e. Mendorong peningkatan dengan melalui tantangan yang sekiranya bisa diselesaikan oleh anak.
Beberapa cara di atas dapat dilakukan karena berbagai penelitian tentang Reticular Activating System, yang dianggap sebagai sistem komando sentral dari otak dan bekerja sebagai mekanisme gerbang unuk masukan dari indera dan mengakibatkan seseorang memusatkan perhatiannya. Sekarang diketahui bahwa ia mengirimkan sinyal ke banyak bagian dari celebral cortex, tidak hanya ke motor cortex seperti yang diperkirakan sebelumnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
RAS berfungsi sebagai filter. Dari seluruh data yang datang, baik eksternal maupun internal, RAS menentukan apa yang penting untuk dikirimkan melalui serebral korteks. Dengan kata lain ia menentukan apa yang menarik perhatian kita. Ia menentukan apa yang disaring di dalam atau luar “kesadaran”. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
RAS akan siap menerima informasi yang baru atau tidak biasa, yang membantu memenuhi kebutuhan fisik atau psikologis yang dapat “dirasakan”, atau yang berkaitan dengan pilihan yang kita buat.
Implikasi dari penemuan tersebut adalah siswa akan lebih termotivasi, terlibat, dan terbuka jika mereka menganggap pembelajaran yang sedang berlangsung adalah penting untuk dirinya. Konsekuensinya, seorang guru harus bisa : </div>
<div style="color: #660000;">
a. Memberikan kesegaran dan variasi untuk mempertahankan perhatian </div>
<div style="color: #660000;">
b. Memahami bahwa otak memberikan prioritas pertama untuk kebutuhan pokok </div>
<div style="color: #660000;">
c. Menyajikan gambaran besar dari pelajaran, apa yang dikandungnya, dan bagaimana kecocokannya dengan materi sebelumnya, dan apa kepentingannya untuk di masa mendatang. </div>
<div style="color: #660000;">
d. Memberikan ruang bagi tujuan personal masing-masing siswa dalam materi pelajaran yang sedang berlangsung, atau dengan kata lain kaitkan materi atau keterampilan tersebut dengan kehidupan sehari-harinya.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-30725840730494999482010-08-15T06:25:00.000+07:002010-08-15T06:25:37.598+07:00PRINSIP PEMBELAJARAN BERBASIS KINERJA OTAK..!<div style="color: #660000;">
Otak adalah organ tubuh paling kompleks yang kita miliki. Otak mengandung 100 miliar sel. Ketika dihubungkan bersama-sama jumlah koneksi sel otak kita dapat diestimasi menjadi 100 triliun, melebihi estimasi jumlah atom di alam semesta yang telah dikenal.
Konon, pada usia tujuh tahun, otak anak sudah terikat kuat dengan 80 persen dari segala sesuatu yang pernah ia ketahui. Semua pertumbuhan neural berikutnya dibangun dari jalur-jalur tersebut (Dennison, 2008) Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>a. Pemanfaatan RAS</b></div>
<div style="color: #660000;">
Otak menggunakan metode pemrosesan berganda dalam menggabungkan pola, mengubah makna, dan menyeleksi pengalaman hidup sehari-hari dari berbagai petunjuk yang sangat banyak. Ketika menerima stimulus, otak yang mirip jejaring, beroperasi secara simultan melakukan proses komunikasi dari sel ke sel yang diaktifkan guna memproses semua hal seperti warna, gerakan, bentuk, bau, bunyi, rasa, bahkan perasaan.
Ada dua macam sel otak, yaitu glial yang berfungsi sebagai sel pendukung dan neuron yang berfungsi melakukan pemrosesan informasi (Pasiak, 2008). Tidak ada neuron yang merupakan titik terakhir karena fungsinya yang bertindak sebagai jalur penghubung informasi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bahkan satu neuron dapat terhubung dengan lebih dari seribu sampai sepuluh ribu sel yang lainnya (Jensen, 2008)
Untuk mengatur proses tersebut, ada sebuah sistem dasar dalam kinerja otak, yaitu sistem aktivasi retikular, yang menjadi pintu gerbang masuknya berbagai stimulus dari indera (Ginnis, 2009). SAR menentukan apa yang penting dari seluruh data yang datang, baik eksternal maupun internal, untuk dikirimkan melalui serebral korteks. Dengan kata lain ia menentukan apa yang menarik perhatian kita. Ia menentukan apa yang disaring di dalam atau luar “kesadaran”.
SAR akan siap menerima informasi yang baru atau tidak biasa, yang membantu memenuhi kebutuhan fisik atau psikologis yang dapat “dirasakan”, atau yang berkaitan dengan pilihan yang kita buat. Secara fundamental, perhatian berdasarkan pada apa yang kita pandang akan memenuhi kebutuhan kita atau relevan dengan tujuan kita pada satu saat tertentu. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Implikasi dari kenyataan tersebut bagi proses pembelajaran adalah peserta didik akan lebih termotivasi, terlibat, dan terbuka jika mereka menganggap pembelajaran yang sedang berlangsung adalah penting untuk dirinya. Konsekuensinya, seorang guru harus bisa : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
a. Memberikan kesegaran dan variasi untuk mempertahankan perhatian </div>
<div style="color: #660000;">
b. Memahami bahwa otak memberikan prioritas pertama untuk kebutuhan pokok </div>
<div style="color: #660000;">
c. Menyajikan gambaran besar dari pelajaran, apa yang dikandungnya, dan bagaimana kecocokannya dengan materi sebelumnya, dan apa kepentingannya untuk di masa mendatang. </div>
<div style="color: #660000;">
d. Memberikan ruang bagi tujuan personal masing-masing peserta didik dalam materi pelajaran yang sedang berlangsung, atau dengan kata lain kaitkan materi atau keterampilan tersebut dengan kehidupan sehari-harinya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>b. Pemanfaatan Otaknya </b></div>
<div style="color: #660000;">
Otak
Sebelum anak berusia empat tahun, otak primitif dan otak limbik sudah 80% termielinasi. Setelah umur 6 - 7 tahun mielinasi bergeser ke otak pikir. Pada akar dari mana otak baru tumbuh, area emosional terjalin melalui begitu banyak sirkuit yang berhubungan ke seluruh bagian neurokorteks. Ini memberi pusat-pusat emosi kekuatan yang besar untuk mempengaruhi fungsi dari bagian lain dari otak-termasuk pusat otak untuk pikiran. Selain emosi, dorongan untuk mencari makna (SQ) juga menjadi daya penggerak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dorongan yang seringkali diistilahkan dengan adanya daya hidup, kebutuhan untuk mencari makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam setiap langkah kehidupan, setia tarikan nafas dan bahwa detak jantung.
Secara anatomi, bagian-bagian tersebut dijelaskan oleh Lee (2006) sebagai berikut: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Otak "Reptilia", batang otak, merupakan bagian yang mengatur insting dasar, sangat berperan dalam proses penyembuhan alami. Letaknya di bawah menghubungkan batang otak ke tulang belakang yang bertanggungjawab atas sistem saraf otonom yang berfungsi dalam menjaga kehidupan tubuh, termasuk pernapasan, pencernaan, dan sirkulasi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
2. Otak "Mamalia", sistem limbik, yaitu bagian yang mengatur emosi, terletak di tengah. Fungsinya adalah menyimpan "Long Term Memory" atau memori yang tersimpan untuk jangka waktu lama dan ada emosi yang terkait dengannya. Bahaudin (2007) bahkan menambahkan bahwa hasil penelitian otak pada dekade 90-an menunjukkan bahwa otak emosional (limbic system) ternyata memiliki kecerdasan sendiri dan mempunyai peran sentral dalam menentukan kualitas hidup seseorang, termasuk di dalamnya adalah menentukan efektivitas proses belajar. Bagian ini seringkali disebut juga dengan otaknya otak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
3. Otak “Primata” Besar atau Neo Mamalia atau Cortex Cerebri, merupakan pusat sensasi, pusat motoris, pusat berpikir, dan pusat penalaran. Atau dengan kata lain, bagian ini memainkan peranan sangat penting dalam berpikir rasional. Jika kerja sama antara seluruh sel saraf dalam bagian ini berlangsung baik, maka fungsi kognitif pemiliknya akan menunjukkan fungsi normal. Secara umum, bagian otak ini yang biasa dikenal dengan belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Walaupun masih menjadi perdebatan, namun pengetahuan bahwa belahan otak kiri memproses secara logika matematika sementara belahan otak kanan memproses dengan menggunakan kaidah bahasa.
Ada beberapa cara guru untuk memanfaatkan kecenderungan tersebut, yaitu dengan : </div>
<div style="color: #660000;">
1. Mengekspresikan keyakinan akan kemampuannya dalam menolong anak </div>
<div style="color: #660000;">
2. Mengekspresikan keyakinannya akan kemampuan si anak </div>
<div style="color: #660000;">
3. Memberi sinyal non-verbal yang konsisten dengan yang dikatakan, intonasi suara, pandangan mata, dan tingkat energi</div>
<div style="color: #660000;">
4. Memberi umpan balik yang spesifik dan cukup</div>
<div style="color: #660000;">
5. Mendorong peningkatan dengan melalui tantangan yang sekiranya bisa diselesaikan oleh anak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>c. Pemanfaatan Peta Koneksi </b></div>
<div style="color: #660000;">
Koneksi antara sel-sel yang tercipta sebagai hasil dari pengalaman membentuk peta kognitif yang sifatnya sangat personal. Pembelajaran terjadi ketika peta-peta ini atau jaringan-jaringan itu saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Semakin terkoneksi jaringan-jaringan tersebut maka semakin besar pemaknaan yang diperoleh seseorang dari proses pembelajarannya. Itulah sebabnya kenapa konsep-konsep yang sama sekali baru pada awalnya sulit sekali untuk dicerna; jaringan yang sudah ada perlu waktu untuk berekspansi guna mendukung asosiasi baru tersebut (Jensen, 2008).Dengan demikian, pembelajaran, jika ditinjau dari bidang neurosains, merupakan modifikasi respons terhadap rangsangan sepanjang waktu (Dennison, 2008).
Konsekuensi logis dari pentingnya koneksi-koneksi tersebut terjalin, maka, menurut Ginnis (2007), seorang guru akan menghadapi tiga tugas utama, yaitu : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Mendorong koneksi baru syaraf melalui tantangan yang menciptakan tingkat stimulasi tinggi terhadap perkembangan akson. </div>
<div style="color: #660000;">
2. Memperkuat koneksi yang telah ada dengan mengulang-ulang peristiwa atau keterampilan dengan berbagai cara. </div>
<div style="color: #660000;">
3. Mendorong peserta didik untuk menata ulang jaringan koneksi yang telah ada dengan cara mengoreksi kesalahan, memperbaiki konsep, melengkapi pemahaman, atau mengasah keterampilan.
Tugas yang terakhir yang biasanya paling sulit dilakukan karena anak sudah terlanjur berada dalam comfort zone-nya. Walaupun demikian, penataan ulang tersebut dimungkinkan jika dilakukan dengan berdasarkan pemahaman bahwa pembelajaran seluruh otak merupakan antarhubungan yang spontan, berkaitan dengan peristiwa-peristiwa belajar, yang berhubungan dengan semua pusat di otak. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ini melibatkan proses pikiran, emosi, dan jasmani yang menghasilkan perubahan permanen dalam keterampilan, sikap, dan perilaku, karena pembelajaran semacam itu tidak dangkal tetapi sepenuhnya diinternalisasi.
Menurut Ginnis (2007), ada beberapa pedoman yang merupakan kunci untuk pembentukan konsep dan pemahaman yang terinternalisasi, yaitu : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. Dorong peserta didik untuk menemukan dan mengerjakan hal-hal untuk mereka sendiri </div>
<div style="color: #660000;">
2. Dorong peserta didik untuk menyampaikan ide </div>
<div style="color: #660000;">
3. Sudut pandang dan cara yang berbeda bisa bertemu pada tujuan yang sama </div>
<div style="color: #660000;">
4. Sediakan umpan balik yang interaktif, spesifik, langsung, dan menyenangkan.
Selain pedoman dari Ginnis tersebut, Jensen menambahkan bahwa untuk memanfaatkan kinerja dari peta koneksi maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. menggunakan pra-pemaparan untuk memancing korteks otak bekerja, yaitu mendeteksi dan menciptakan pola makna dari materi yang akan dipelajari dengan dunia personal si pembelajar yang unik. Pra-pemaparan yang paling optimal adalah yang menggunakan stimulus visual, misalnya dengan menggunakan peta pikiran maupun latihan visualisasi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
2. meningkatkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan (materi/keterampilan) yang sebelumnya, karena ketika pengetahuan lama diaktifkan maka otak cenderung untuk membangun jembatan makna dengan membuat koneksi antara kedua pengetahuan tersebut. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
3. tujuan belajar yang baik adalah jika diciptakan oleh pembelajar, konkret, spesifik, mempunyai rentang waktu tertentu, dapat diukur melalui self asessment, dan dapat disesuaikan/dikaji ulang oleh si pembelajar secara periodik. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
4. melatih pemecahan masalah secara mandiri
d. Pemanfaatan Siklus
Kinerja kedua belah otak secara terus menerus akan mengalami siklus kerja, yaitu jika selama kurang lebih 90 menit otak kanan aktif bekerja maka otak kiri akan lebih banyak berada pada posisi beristirahat, demikian juga sebaliknya. Kata istirahat yang sudah tercantum di atas bukan berarti bahwa otak sama sekali tidak bekerja, hanya saja prosesnya lebih lambat. Penjelasan mengenai hal ini dapat diperoleh dengan mengetahui bahwa kinerja otak yang dalam hal ini adalah interkoneksi antar sel menyebabkan adanya yang disebut dengan gelombang otak dan dapat dilihat dari rekaman EEG. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ada empat jenis gelombang otak : pertama, Beta (12 - 38 Hz). Pada kondisi gelombang beta yang dominan, seseorang berada dalam kesadaran penuh dengan pikiran sadar yang sangat dominan sehingga dia mampu mengerjakan beberapa kegiatan dalam waktu yang bersamaan seperti mengendarai mobil sampil bernyanyi dan mendengarkan musik. Kondisi beta akan secara otomatis berganti ke gelombang Alpha setelah otak bekerja keras selama 7 – 10 menit. Kedua, Alpha (8 – 12 Hz) di mana seseorang dalam keadaan rileks dan fokus pada satu kegiatan saja. Kondisi Alpha-Beta adalah kondisi manusia sehari-hari jika berada dalam kesadaran.
Gelombang ketiga adalah Theta (4 - 8 Hz), yaitu kondisi tidur dan bermimpi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kondisi theta juga dapat dicapai jika menggunakan hipnosis dalam tingkatan sedang. Pada kondisi ini seseorang akan bisa diajak untuk mengingat sampai pada saat ia masih berada dalam janin. Sementara gelombang terakhir adalah Delta (0,5 - 4 Hz) di mana seseorang berada dalam kondisi tidur yang sangat pulas tanpa mimpi ataua berada dalam kondisi di hipnotis dengan tingkatan yang dalam. Pada kondisi di hipnotis dalam, seseorang dapat diajak untuk mengingat kehidupannya sebelum kelahirannya yang sekarang (past life regression).
Pengetahuan baru yang diperoleh pada saat otak berada dalam gelombang alpha maupun beta baru akan diperkuat pada saat tidur (dalam kondisi theta – delta) dan dimasukkan dalam ingatan jangka panjang jika otak menyimpulkan bahwa pengetahuan tersebut memang layak untuk disimpan demi kebutuhan di masa yang akan datang.
Selain fakta mengenai keberadaan gelombang otak, tubuh manusia secara umum juga mempunyai siklus aktivitas istirahat dasar yang sifatnya harian dan mingguan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kenyataan bahwa siklus tubuh harian yang tidak tepat 24 jam sebagaimana waktu standar, maka konsekuensinya adalah kondisi prima seseorang akan bergeser minimal beberapa menit setiap harinya. Sementara konsekuensi dari siklus mingguan adalah adanya batas toleransi tubuh untuk bekerja keras, yaitu selama 7 hari.
Dengan mempertimbangkan keberadaan siklus tersebut maka implikasinya bagi proses pembelajaran adalah adanya beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk dapat mengelola kondisi pembelajaran secara produktif, yaitu : </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
1. gunakan aktivitas yang bervariasi dalam suatu rentang waktu </div>
<div style="color: #660000;">
2. menjaga agar suasana tetap hidup dan tidak monoton </div>
<div style="color: #660000;">
3. bentuk ikatan sosial yang positif</div>
<div style="color: #660000;">
4. menyediakan lingkungan yang aman secara emosional </div>
<div style="color: #660000;">
5. gunakan media yang bersifat multimodalitas </div>
<div style="color: #660000;">
6. berlatih untuk fokus dengan visualisasi, auditory, atau dengan sensory lainnya </div>
<div style="color: #660000;">
7. mendorong pembelajar untuk mengajar
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-25249635919136598962010-08-15T06:17:00.000+07:002010-08-15T06:17:16.461+07:00MININGKATKAN HARGA DIRI ANAK..!<div style="color: #660000;">
<span style="font-size: x-large;">H</span>arga diri adalah kunci utama untuk sukses dalam hidup. Perkembangan positif konsep diri atau harga diri yang sehat sangat penting bagi kebahagiaan dan kesuksesan anak-anak dan remaja.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh ortu dan guru:
Mengajarkan anak-anak untuk mengubah tuntutan mereka untuk preferensi. Tegaskan pada anak-anak bahwa tidak ada alasan mereka harus mendapatkan segala sesuatu yang mereka inginkan dan bahwa mereka tidak perlu merasa marah juga. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dorong mereka untuk bekerja melawan kemarahan dengan menetapkan contoh yang baik dan menguatkan mereka ketika mereka menampilkan ekspresi emosi yang dapat diterima daripada menunjukkan kemarahan yang tidak terkendali.
Dorong anak Anda untuk meminta apa yang mereka inginkan secara tegas, bukan merengek. Namun, beri kesan bahwa tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkannya. Ajak mereka untuk berpartisipasi dalam memenuhi keinginan mereka.
Biarkan anak-anak tahu bahwa mereka menciptakan dan bertanggung jawab atas perasaan yang mereka alami. Hindari menyalahkan anak-anak untuk bagaimana perasaan Anda.
Dorong anak-anak Anda untuk mengembangkan hobi dan minat yang memberi mereka kesenangan yang dapat mereka lakukan secara mandiri. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Biarkan anak-anak menyelesaikan perselisihan mereka sendiri antara saudara dan teman-teman sama.
Membantu anak-anak belajar untuk fokus pada kekuatan mereka dengan menyebutkan segala hal yang telah dengan sukses bisa mereka lakukan.
Tertawa dengan anak-anak Anda dan mendorong mereka untuk menertawakan diri sendiri bukan mentertawakan orang lain. Sebuah selera humor yang baik dan kemampuan untuk membuat cahaya kehidupan adalah bahan penting untuk meningkatkan kenikmatan seseorang secara keseluruhan.
Ketika Anda merasa nyaman dengan anak Anda, sebutkan kepadanya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Orang tua sering cepat mengungkapkan perasaan negatif kepada anak-anak tapi entah mengapa tidak mendapatkan "kehilangan ingatan" untuk menggambarkan perasaan positif. Seorang anak tidak tahu ketika Anda merasa baik tentang dia dan dia perlu untuk mendengar Anda mengatakan kepadanya bahwa Anda ingin memiliki dia dalam keluarga. Anak-anak ingat pernyataan positif yang kita katakan kepada mereka. Mereka menyimpan mereka dan "memutar kembali" rekaman pernyataan-pernyataan ini kepada diri mereka sendiri.
Bermurah hati dengan pujian. Menggunakan apa yang disebut pujian deskriptif membiarkan anak Anda tahu ketika mereka melakukan sesuatu dengan baik. Anda harus menjadi terbiasa mencari situasi di mana anak Anda melakukan pekerjaan dengan baik atau menampilkan bakat.</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Ketika anak Anda menyelesaikan tugas atau tugas Anda dapat mengatakan, "Saya sangat suka cara kamu menegakkan kamar kamu. Kamu bisa menemukan tempat untuk setiap hal dan menempatkan setiap benda di tempatnya." Bila Anda mengamati mereka menunjukkan bakat Anda mungkin berkata, "Menurutku permainan biolamu sungguh hebat. Kamu benar-benar memiliki banyak bakat musik." Jangan takut sering memberikan pujian bahkan di depan keluarga atau teman. Selain itu, gunakan pujian untuk menunjukkan karakter yang positif. Misalnya," Kamu adalah orang yang sangat baik ." Atau, "Aku suka caramu untuk tetap bertahan bahkan ketika tampaknya sulit dilakukan." Anda bahkan dapat memuji seorang anak untuk sesuatu yang dia tidak melakukan seperti "Saya sangat menyukai ketenangan kamu dalam menanggapi jawaban 'tidak'"
Ajarkan anak Anda untuk berlatih membuat pernyataan diri yang positif. Self-talk adalah sangat penting dalam segala sesuatu yang kita lakukan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Psikolog telah menemukan bahwa percakapan-diri negatif yang ada di balik depresi dan kecemasan. Apa yang kita pikirkan menentukan bagaimana kita merasa dan bagaimana perasaan kita menentukan bagaimana kita bersikap. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan anak-anak untuk bersikap positif tentang bagaimana mereka "berbicara sendiri." Beberapa contoh yang berguna percakapan-diri adalah: "Aku bisa mendapatkan masalah ini, jika aku hanya terus berusaha." "Tidak apa-apa jika tim kami kalah hari ini. Kami semua mencoba yang terbaik kami dan Anda tidak bisa memenangkan semuanya. "" Itu membuat saya merasa baik untuk membantu orang lain bahkan jika orang tersebut tidak menyadari atau berterima kasih padaku. Semua rekaman teknik relaksasi bersama-pernyataan diri yang positif dan mental gambar untuk membantu anak-anak dan remaja mengembangkan harga diri mereka. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Hindari kritik yang mengambil bentuk ejekan atau hal yang memalukan. Kadang-kadang perlu untuk mengkritik tindakan anak, dan ini tepat bahwa orang tua melakukannya. Ketika, namun kritik diarahkan kepada anak sebagai pribadi dapat dengan mudah memburuk menjadi cemoohan atau rasa malu. Hal ini penting untuk belajar menggunakan "Aku pernyataan "daripada" Anda pernyataan "ketika memberikan kritik. Misalnya mengatakan," Saya ingin kamu meletakkan pakaian di tempat yang tepat dalam lemari agar tidak berserakan di kamarmu, "daripada mengatakan" Mengapa kau seperti anak malas? Apa kau tidak bisa mengurus sesuatu?
Mengembangkan pendekatan positif untuk menyediakan struktur bagi anak Anda. Semua anak-anak dan remaja perlu belajar menerima tanggung jawab atas perilaku mereka. Mereka harus belajar disiplin diri. Untuk membantu anak-anak belajar disiplin diri, orangtua perlu mengadopsi peran pelatih / guru bukan daripada disiplin dan Punisher.
Ajarkan anak Anda tentang keputusan-keputusan dan untuk mengenali ketika ia telah membuat keputusan yang baik. Anak-anak membuat keputusan sepanjang waktu, tetapi seringkali tidak menyadari bahwa mereka berbuat demikian. Ada beberapa cara orang tua dapat membantu anak-anak meningkatkan kemampuan mereka untuk secara sadar membuat keputusan yang bijaksana. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Anak-anak membuat keputusan sepanjang waktu, tetapi seringkali tidak menyadari bahwa
mereka berbuat demikian. Ada beberapa cara orang tua dapat membantu anak-anak meningkatkan kemampuan mereka untuk secara sadar membuat keputusan yang bijaksana.
Membantu anak menjelaskan masalah yang menciptakan kebutuhan untuk mengambil keputusan. Tanyakan kepadanya pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan bagaimana dia melihat, mendengar, dan merasa tentang situasi dan apa yang mungkin perlu diubah.
Brainstorm solusi yang mungkin. Biasanya ada lebih dari satu pilihan untuk solusi atau dilema tertentu, dan orangtua dapat memberikan kontribusi penting dengan menunjukkan fakta ini dan dengan menyarankan alternatif jika anak sudah tidak menemukan pilihan lain.
Biarkan anak memilih salah satu solusi sepenuhnya hanya setelah mempertimbangkan konsekuensinya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Solusi terbaik akan menjadi salah satu yang memecahkan masalah dan sekaligus membuat anak merasa nyaman dengan dirinya sendiri.
Kemudian bergabung dengan anak dalam mengevaluasi hasil solusi tertentu. Apakah itu bekerja dengan baik? Atau, apakah itu gagal? Jika demikian, mengapa? Mereview taktik akan membekali anak untuk membuat keputusan yang lebih baik lain kali sekitar.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-39545002170064617542010-08-15T06:13:00.000+07:002010-08-15T06:13:38.954+07:00MEMPERHATIKAN PERKEMBANGAN DAN LINGKUNGAN ANAK DI USIA DINI..!<div style="color: #660000;">
Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age. Perkembangan anak usia dini sebenarnya dimulai sejak pranatal. Pada saat itu, perkembangan otak sebagai pusat kecerdasan terjadi sangat pesat. Setelah lahir, sel-sel otak mengalami mielinasi dan membentuk jalinan yang kompleks (embassy) sehingga nantinya anak bisa berfikir logis dan rasional. Selain otak, organ sensoris seperti pendengar, penglihatan, penciuman, pengecap, perabaan, dan organ keseimbangan juga berkembang pesat (Black, J. et all.,1995; Gesell, A.L. & Ames, F., 1940). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sedikit demi sedikit anak dapat menyerap informasi dari lingkungannya melalui organ sensoris dan memprosesnya menggunakan otaknya. Perkembangan ini demikian pentingnya sehingga mendapat perhatian yang cukup luas dari para pakar psikologi/pendidikan, yang menyatakan bahwa pendidikan untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip tersebut dinamakan praktek-praktek yang sesuai dengan perkembangan anak (developmentally appropriate practice atau DAP) (Bredekamp, S., 1987). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Oleh karena itu, agar mampu mengasuh dan membimbing anak dengan efektif, seorang guru PAUD seyogyanya menguasai hakikat perkembangan anak usia dini.
William Stern dalam Semiawan, C. (2002) berbicara tentang teori konvergensi yang mengedepankan perpaduan antara faktor genetis dan pengaruh lingkungan serta melancarkan konsep bahwa anak lahir sebagai unitas multipleks, yaitu lahir sebagai individu yang memiliki lebih dari satu bakat. Konsep ini diperkuat dengan teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner (2003). Menurut Gardner, biasanya anak memiliki lebih dari satu bentuk kecerdasan, tetapi amat jarang anak yang memiliki kedelapan bentuk kecerdasan tersebut. Munculnya berbagai pemikiran baru tentang perkembangan anak, pemikiran konvensional tentang pendidikan anak usia dini yang pada umumnya masih bertolak dari teori tabularasa terus mengalami pembaruan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pemikiran baru yang terkenal antara lain adalah faham konstruktivisme berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, kontekstual Vygotsky, psikososial Erik Erikson, kegiatan bermain Smilansky, dan Bronfenbrenner tentang sosialisasi anak dalam konteks ekologi. Teori ekologi ini mempelajari interelasi antar manusia dan lingkungannya. Ada 4 (empat) struktur dasar dalam konsep tersebut, yaitu sistem mikro, meso, exo dan makro (Bronfenbrenner dalam Berns, 1997). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sistem mikro adalah keluarga dan hubungan antara anggauta keluarga. Apabila anak menjadi lebih besar dan bersekolah maka ia berada dalam sistem meso. Sistem exo adalah setting di mana anak tidak berpartisipasi aktif tetapi terkena pengaruh berbagai sistem seperti pekerjaan orang tua, teman dan tempat kerja orang tua serta berbagai lingkungan masyarakat lain. Sistem makro berbicara tentang budaya, gaya hidup dan masyarakat tempat anak berada. Semua sistem tersebut saling pengaruh - mempengaruhi dan berdampak terhadap berbagai perubahan dalam perkembangan anak. Oleh karena itu, seluruh komponen sistem berpengaruh terhadap pengasuhan (nurturing) dan pendidikan anak secara holistik (Berns, R.M, 1997, 4 ed). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Paradigma baru dalam pendidikan anak usia dini menekankan pada penanganan nurturing oleh semua pihak berkenaan dengan pertumbuh - kembangan anak yang bersifat keutuhan jamak yang unik dan terarah.
Dalam perkembangannya, anak mempunyai berbagai kebutuhan, yang perlu dipenuhi, yaitu kebutuhan primer yang mencakup pangan, sandang, dan ‘papan’ ; serta kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan penghargaan terhadap dirinya sebagaimana teori kebutuhan dari Maslow (1978). Terpenuhinya kebutuhan tersebut akan memungkinkan anak mendapat peluang mengaktualisasikan dirinya, dan hal ini dapat menghadirkan pelatuk untuk mengembangkan seluruh potensi secara utuh. Pemenuhan kebutuhan dalam perkembangan ini banyak tergantung dari cara lingkungan berinteraksi dengan anak-anak. Perkembangan anak ditentukan oleh berbagai fungsi lingkungan yang saling berinteraksi dengan individu, melalui pendekatan yang sifatnya memberikan perhatian, kasih sayang dan peluang untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan taraf dan kebutuhan perkembangannya (Developmentally Appropriate Practice, Horowitz, dkk. 2005). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>NASKAH AKADEMIK PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PG-PAUD) DEPDIKNAS
</b></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-57946139079840537982010-08-15T06:07:00.000+07:002010-08-15T06:07:54.734+07:00PERKEMBANGAN ANAK..!<div style="color: #660000;">
Dunia kanak-kanak berbeda dengan dunia remaja, dewasa, maupun usia lanjut. Untuk memahami dan mendekati mereka tidak dapat dengan menggunakan kaca mata orang dewasa, tetapi melalui bahasa, minat, dan kebutuhan mereka. Pendidikan prasekolah sangat bermanfaat, namun apabila diberikan secara salah akan maka anak menjadi stress dan berakibat buruk pada anak. Demi meningkatkan mutu pendidikan anak, sangat diperlukan pemahaman yang mendasar mengenai perkembangan diri anak, terutama yang terjadi dalam proses pembelajarannya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Walaupun tidak ada satu cara yang paling benar dalam mendidik anak karena setiap anak yang berbeda bisa membutuhkan teknik pembelajaran yang berbeda pula, namun pemahaman mengenai tahap-tahap dan elemen-elemen penting dalam perkembangan akan menjadi modal bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran.
Secara umum, menurut Greenspand dan Wieder, ada enam keterampilan perkembangan mendasar yang meletakkan landasan untuk semua pembelajaran dan perkembangan kecerdasan jamak seorang anak, yaitu :</div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>a</b>. Kemampuan ganda regulasi diri</div>
<div style="color: #660000;">
yaitu untuk menaruh perhatian pada rangsang visual, bunyi, tekstur, aroma, dan rasa, yaitu rangsang-rangsang dari dunia untuk memprosesnya sebagai bentuk upaya berkomunikasi dengan dunia di luar dirinya, dan menggunakan rangsang tersebut untuk menenangkan dirinya sendiri. </div>
<div style="color: #660000;">
<b>b</b>. Kemampuan untuk terlibat dalam hubungan dengan orang lain secara baik. </div>
<div style="color: #660000;">
<b>c</b>. Kemampuan untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, baik secara verbal maupun non verbal. </div>
<div style="color: #660000;">
<b>d</b>. Kemampuan untuk menciptakan pola gerak yang kompleks, merangkai tindakan yang secara berurut dan terpadu dalam upaya menyelesaikan suatu masalah secara terperinci. </div>
<div style="color: #660000;">
<b>e</b>. Kemampuan untuk menciptakan gagasan, mulai dari yang sederhana (memenuhi kebutuhan dasarnya) maupun kompleks (memenuhi keinginannya).</div>
<div style="color: #660000;">
<b> f</b>. Kemampuan untuk membangun jembatan di antara berbagai gagasan agar logis dan sesuai dengan kenyataan, dengan cara berpikir dan mengelola emosinya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan anak usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan pengetahuan tentang PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut adalah keliru.
Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu itu perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran anak, misalnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar tentang PAUD. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh karena itu haruslah orang yang menggantikan peran ibu tersebut memahami proses tumbuh kembang anak.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam hubungan dengan PAUD, yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non linier, menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya guru mendominasi kelas dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak maka proses belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses belajar mengajar seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap tingkat kesulitan yang dialami masing-masing anak.
Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi, alasan utama yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena orangtua bekerja di luar rumah. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<span style="color: #660000;">Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan agar penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik tubuh, logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan intrapersonal, karena pada umumnya semua orang punya tujuh intelegensi itu, tentu bervariasi tingkat skalanya</span>.Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-37901173693585390552010-08-15T06:00:00.000+07:002010-08-15T06:00:28.680+07:00ASPEK - ASPEK PERKEMBANGAN ANAK..!<div style="color: #660000;">
<b>1. Perkembangan Fisik (Motorik) </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>o Perkembangan motorik kasar </b></div>
<div style="color: #660000;">
Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh.
Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>o Perkembangan motorik halus </b></div>
<div style="color: #660000;">
Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu.
Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>2. Perkembangan Emosi </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya.
Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>3. Perkembangan Kognitif </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
<b>4. Perkembangan Psikososial </b></div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya.
Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang.
Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9016794643560961799.post-7800248037112876912010-08-15T05:54:00.000+07:002010-08-15T05:54:33.897+07:00HAMBATAN PERKEMBANGAN PADA ANAK..!<div style="color: #660000;">
<span style="font-size: x-large;">P</span>endidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian system pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan daerah, peserta didik, dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Permasalahannya adalah ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi ketiga tantangan di atas, disebabkan rendahnya mutu sumber daya manusianya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Untuk menghadapi tantangan itu, diperlukan upaya serius melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa sehingga dapat membentuk masyarakat madani. Pendidikan anak usia dini merupakan hal paling mendasar yang dilakukan sedini mungkin dan dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh, artinya layanan yang diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan, kesehatan dan gizi. Terpadu mengandung arti layanan tidak saja diberikan pada anak usia dini, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat sebagai satu kesatuan layanan. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Hambatan perkembangan adalah permasalahan anak yang mengalami gangguan perkembangan dan mempunyai kesulitan untuk berkembang secara optimal, padahal di sisi lainnya anak bisa berkembang secara normal dan sangat cerdas diatas rata-rata,oleh sebab itu orangtua harus menyadari hal ini sejak dini.
Bagian-bagian yang biasanya tidak berkembang dengan baik pada umumnya adalah: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
• Gerakan fisik (koordinasi), pola geraknya terganggu, </div>
<div style="color: #660000;">
• Perilaku (psikis) terhambat, </div>
<div style="color: #660000;">
• Visual-motoriknya terganggu, </div>
<div style="color: #660000;">
• Proses auditorinya terganggu,sehingga pemahaman bahasa terhambat, </div>
<div style="color: #660000;">
• Persepsi dan Motorik yang berhubungan langsung dengan sensori (Pemberian respons). </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Sebenarnya secara umum dapat dikatakan, bahwa gangguan-gangguan di atas sifatnya hanya sementara saja. Anak biasanya berkembang normal dan kelihatan cerdas, hanya ada bagian-bagian yang kurang lancar perkembangannya. Bila hal ini terjadi anak akan menunjukkan reaksi tertentu, misalnya cepat marah, cepat frustasi, kurang berani menghadapi permasalahan dan sulit untuk mengatasi masalah, hanya senang memulai sesuatu, tapi malas untuk menyelesaikannya, sulit mengekspresikan dirinya atau yang dipikirkannya secara verbal, sulit berkonsentrasi, cepat teralihkan perhatiannya kepada hal lain, agresif dan mudah menangis. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Bila anak-anak ini ditangani dengan cermat dan benar, biasanya anak akan kembali, normal“, cerdas dan berbakat.
Yang perlu kita ketahui disini adalah dalam melakukan observasi kita harus mengetahui pasti bahwa anak mengalami keterlambatan perkembangan sementara saja dan setelah penanganan yang benar, anak dapat kembali“normal“ dan tetap berbakat seperti umumnya anak seusianya, atau memang ada gangguan yang sifatnya menetap, misalnya cedera pada otak yang membuat anak pada titik tertentu tidak dapat berkembang lagi.
Untuk bisa memprediksi hal ini yang harus diamati dengan sangat teliti adalah bagaimana jalannya perkembangan, pengalaman serta kondisi anak itu sendiri sampai saat dia diobservasi/dideteksi. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dalam hal ini ahli perkembangan anak yang melakukan observasi juga harus bisa membedakan dengan anak-anak yang mengalami Cerebral Palsy (CP) misalnya, atau sindrom-sindrom lain seperti ADD, ADHD atau spektrum Autisma lainnya yang sifatnya lebih diturunkan atau cedera otak, yang memang memerlukan bantuan yang lebih khusus dan yang sangat berbeda penanganannya dengan anak normal atau anak yang hanya mengalami keterlambatan/gangguan perkembangan.
Penyebab Keterlambatan Perkembangan
Dari berbagai sumber ilmu pengetahuan medis yang aktual, penyebab dari gangguan perkembangan anak bisa bermacam-macam, antara lain adalah: </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
• Adanya polusi udara, ini tergantung seberapa parah polusi udara disekitar ibu dan anak, </div>
<div style="color: #660000;">
• Adanya faktor keturunan/genetik, </div>
<div style="color: #660000;">
• Adanya gangguan metabolisme pada anak, </div>
<div style="color: #660000;">
• Adanya infeksi yang dialami anak pada waktu bayi, </div>
<div style="color: #660000;">
• Ibu pernah minum obat-obatan sewaktu hamil atau hamil muda, </div>
<div style="color: #660000;">
• Ibu terkena infeksi semasa kehamilan, </div>
<div style="color: #660000;">
• Ibu makan makanan laut yang terkontaminasi saat kehamilan dll. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Tentu saja resiko-resiko ini dapat kita perkecil, bila kita mengerti dan mengetahui penyebabnya, sehingga kita bisa minta pertolongan dokter-dokter yang bergerak khusus bidang preventif atau pencegahan yang menyangkut permasalahan ibu dan anak.
Melakukan Observasi/Deteksi Dini
Hal-hal yang harus kita ketahui, agar dapat secepatnya membantu anak yang mengalami gangguan/keterlambatan dalam perkembangannya;
• Harus bisa melihat perubahan/kelainan tingkah laku pada bayi/anak; </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
• Mengenal dan mengetahui tahap perkembangan motorik halus dan kasaranak, apakah sudah sesuai usianya, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat; </div>
<div style="color: #660000;">
• Mengenal dan mengetahui proses perkembangan daya tangkap dan pemahaman (kemampuan persepsi) anak, apakah sudah sesuai dengan proses perkembangan motorik dan hubungannya dengan sensori anak yang seharusnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Tanpa deteksi yang tepat dan benar, maka bantuan pun sulit untuk dirancang dan dijalankan , agar anak bisa mencapai perkembangan yang sudah ditargetkan. Memang untuk dapat menentukan hal seperti ini sebaiknya orangtua lebih tanggap untuk segera mencari opini-opini lain seperti misalnya dari Dokter Spc anak, Dokter THT, Dokter Mata, Psikiater Anak, Terapist dll.
Setelah itu semua data yang diberikan kemudian dikumpulkan dan diberikan kepada pendidik/terapist dimana anak di sekolahkan untuk bisa dicerna dan dijelaskan kembali kepada orangtua sesuai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orangtua/orang awam. Kemudian didiskusikan dan orangtua mengambil keputusan untuk memakai shadow teacher (guru pendamping), bisa dari luar atau disediakan oleh sekolah dengan biaya ekstra, sambil melakukan terapi-terapi dengan biaya yang telah disetujui sebelumnya. </div>
<div style="color: #660000;">
<br /></div>
<div style="color: #660000;">
Dengan bantuan dan saran-saran yang tepat serta dicarikan tim pelatihan yang tepat pula yang dapat membantu perkembangan anak yang terhambat, sehingga anak dalam waktu singkat bisa berkembang normal seperti seharusnya.
Untuk memudahkan orangtua mengikuti kemajuan dari perkembangan anaknya dianjurkan agar selalu menyediakan buku catatan sendiri yang berisi data-data kemajuan yang telah dikonsultasikan pada terapis/pendidik di sekolah. Selain itu bila memungkinkan, sebaiknya orangtua di rumah juga menyediakan alat-alat peraga atau mainan-mainan yang bisa ikut menunjang perkembangan anak di sekolah yang tentu saja harus disesuaikan dengan kemampuan anak itu sendiri dan berdasarkan masukan/saran dari terapis/pendidik.
</div>Unknownnoreply@blogger.com