My scribbles..!

Kesederhanaan bukanlah penghalang untuk menghasilkan yang terbaik.perjuangan,
pengorbanan begitu juga dengan
kesabaran dalam mengadapi masalah yang kerap selalu datang,tak ada hal sia-sia dalam hidup ini selama kita
berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hidup menuju kesuksesan dan kebahagiaan.. SO Nikmatilah Hidup ini dengan segala hal yang Positif
would you enjoy... gUY'z ..!



Archive for Agustus 2010

 

PENTINGNYA PENDIDIKAN DALAM MEMBANGUN MASA DEPAN BANGSA..!

Author: Eky NoZzI

Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias sumber daya manusia Indonesia. 

Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu.

Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000 menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). 

Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%. Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh kembang anak. 

Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini. Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia dini diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan.

Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional. Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: 

(1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, 
(2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, 
(3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat,
(4) menolong para orang tua dan anak-anak. 

Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak.
Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.

 

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERBASIS ASESMEN..!

Author: Eky NoZzI

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun. PAUD dilakukan melalui pemberian rangsangan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada dasarnya PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar pertumbuhan dan perkembangan fisik (perkembangan motorik halus dan motorik kasar), kecerdasan (misalnya: daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), serta sosioemosional (sikap dan perilaku). Hal penting yang perlu dilakukan agar PAUD dapat berlangsung dengan optimal salah satunya adalah penyusunan program yang terstruktur dan efektif. Salah satu yang telah diupayakan oleh pemerintah/penyelenggara PAUD adalah penyusunan kurikulum. 

Penyusunan kurikulum di mana intinya adalah pemberian rangsangan tersebut memerlukan fleksibilitas, kreativitas, dan sensitivitas dari seluruh elemen. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, pemerintah sudah mengembangkan Kurikulum PAUD dan perangkatnya yang dijadikan acuan bagi penyelenggaraan PAUD. Kurikulum PAUD disusun berdasarkan landasan teoritik, yuridis, dan empiric. Saat ini Standar Nasional Pendidikan untuk PAUD sebagai acuan penyusunan KTSP telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009, namun terlihat bahwa perangkat kurikulum, terutama indikator-indikator dalam standar kompetensi nasional, yang dapat mengakomodasi kebutuhan spesifik peserta didik masih belum sempurna.

Pada dasarnya, tidak ada satu cara yang paling benar dalam penyusunan kurikulum, terutama yang dapat digunakan oleh setiap siswa, hal ini karena setiap anak yang berbeda bisa membutuhkan teknik pembelajaran yang berbeda pula, namun pemahaman mengenai tahap-tahap dan elemen-elemen penting dalam perkembangan akan menjadi modal bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran (Eisenberg, Murkoff, dan Hathaway, 1998) serta akan membantu penyempurnaan perangkat kurikulum yang diharapkan meminimalisasikan kelemahan yang ada. Demi penyempurnaan perangkat kurikulum tersebut, salah satu upaya penting dalam pemahaman dan penyusunan dapat diperoleh dari metode asesmen, yang dalam lingkup PAUD merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk memperoleh gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan serta mengetahui faktor resiko yang mungkin akan terjadi pada anak, baik itu resiko fisik, biomedik ataupun psikososial.

Dengan demikian, proyek ini hendak menyusun sistem PAUD yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah Indonesia. Sistem PAUD yang akan disusun merupakan sistem pembelajaran anak usia dini di mana kurikulum yang digunakan berbasis asesmen, yang merupakan aplikasi Brain-based Integrated Outline (B-bIO). B-bIO merupakan pengembangan irisan-irisan proses pemerolehan pengetahuan pada orang dewasa maupun proses pembelajaran yang berlangsung pada anak. Secara sistem, B-bIO menggunakan penggerak utama yang dinamakan Awesome, yaitu aware, expose, sinchronize, construct, automize, dan integrate. Kunci pertama yang disebut dengan aware adalah sadar. Aplikasi aware yang paling utama dalam system pembelajaran adalah dengan menggunakan asesmen yang tepat agar guru dapat mengetahui gambaran besar mengenai kondisi siswanya. 

Sedangkan secara umum, asesmen pada dasarnya dapat dilakukan oleh tenaga profesional, kader, orangtua ataupun pendamping anak di pusat-pusat pelayanan kesehatan, posyandu, sekolah ataupun dalam lingkungan keluarga. Khusus untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak usia dini digunakan Asesmen Otentik. Melalui pemantauan secara terus menerus, dalam berbagai konteks, dan berdasarkan apa yang dapat dikerjakan dan dihasilkan anak, guru dan orangtua dapat memberi bantuan belajar yang pas sehingga anak dapat belajar secara optimal.

Oleh karena itu asesmen otentik dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Hasil karya anak, hasil pengamatan guru, dan informasi dari orangtua diperlukan untuk memotret perkembangan belajar anak. Berbagai teknik dan instrumen asesmen, seperti catatan anekdot (anecdotal record), catatan narrative (narrative record), catatan cepat (running record), sample kegiatan (event sampling), dan dengan portofolio digunakan untuk memantau perkembangan anak. Asesmen untuk pemantauan perkembangan tersebut akan disusun berdasarkan pada tingkat pencapaian yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan anak pada rentang usia tertentu, yang merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional. 

Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa perkembangan anak berlangsung secara unik dan berkesinambungan yang berarti bahwa tingkat perkembangan yang dicapai pada suatu tahap diharapkan meningkat, baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada tahap selanjutnya. Walaupun setiap anak adalah unik, karena perkembangan anak berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, namun perkembangan anak tetap mengikuti pola yang umum. Sehubungan dengan asumsi tersebut, maka dalam asesmen yang mendasari kurikulum PAUD akan mengacu pada tingkat pencapaian perkembangan yang berdasarkan kelompok usia anak: 0 – <2 tahun; 2 – <4 tahun; dan 4 – ≤6 tahun. Pengelompokan usia 0 – <1 tahun dilakukan dalam rentang tiga bulanan karena pada tahap usia ini, perkembangan anak berlangsung sangat pesat. Pengelompokan usia 1 – <2 tahun dilakukan dalam rentang enam bulanan karena pada tahap usia ini, perkembangan anak berlangsung tidak sepesat usia sebelumnya. Untuk kelompok usia selanjutnya, pengelompokan dilakukan dalam rentang waktu per tahun.

Berkaitan dengan proyek penyusunan model PAUD ini, maka metode yang digunakan untuk penyusunan asesmen adalah gabungan antara metode kuantitatif (survey) dengan kualitiatif (studi kasus, wawancara, observasi serta evaluasi yang berkesinambungan). Gabungan metode tersebut akan membuat data yang ada lebih komprehensif dan meminimalisasi ketidakcermatan dalam mendekteksi perkembangan pada anak usia dini. Kecermatan yang diharapkan akan membuat program PAUD Indonesia menjadi lebih akurat serta lebih cermat dalam deteksi dini gangguan perkembangan yang dialami anak bangsanya sendiri. Acuan perkembangan anak usia dini masih mengacu pada literatur asing, sehingga ada kemungkinan tidak semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan anak Indonesia. Setiap anak di setiap negara bahkan setiap daerah memiliki kultur dan budaya yang spesifik. 

Teori ekologis memperkuat hal itu, di mana pola pikir dan perilaku anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan spesifiknya. Anak-anak di daerah pantai di Papua umumnya sudah biasa main air dan berenang di laut sejak kecil. Anak-anak di hutan pedalaman lebih mengenal berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu langkah pertama dalam proyek penyusunan system PAUD berbasis asesmen ini maka perlu dilakukan kajian perkembangan anak Indonesia, baik yang bersifat umum maupun spesifik untuk setiap daerah agar dapat mejadi acuan standar perkembangan anak usia dini di Indonesia. 

Setelah kajian tersebut selesai dilakukan dan instrumen asesmen perkembangan anak Indonesia dapat tersusun dengan baik untuk menentukan standar perkembangan akhir usia, maka langkah selanjutnya adalah menyusun sistem PAUD berbasis asesmen yang menggunakan pola B-bIO berpenggerak awesome (aware, expose, sinchronize, construct, automize, dan integrate). Sistem PAUD yang berdasarkan pada kesadaran, keterbukaan, ketersinambungan, keterbangunan, keterhayatan, dan keintegrasian dalam standar dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan target tingkat pencapaian perkembangan; standar penyediaan dan pengelolaan pendidik maupun tenaga kependidikan; serta standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Secara praktis, penyusunan sistem PAUD tersebut akan dilakukan dengan melakukan beberapa program kerja berikut ini: 

1. Menetapkan visi dan misi yang menjamin ketersediaan lingkungan belajar yang kondusif demi terlaksananya proses pembelajaran yang tepat untuk anak-anak usia dini dari semua kalangan agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. 
2. Mendesain kebijakan kesiswaan, yaitu dengan: 

1. menetapkan kebijakan mengenai sasaran peserta didik, termasuk hak dan kewajibannya, 
2. menetapkan pembagian kelompok belajar berdasarkan usia maupun kapasitas, 
3. Mendesain kurikulum dan kegiatan belajar mengajar dengan melakukan langkah-langkah berikut: 

1. memodifikasi indikator dalam Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional agar dapat menjadi lebih terperinci, sesuai dengan instrumen asesmen yang berhasil disusun. 
2. mengolah indikator-indikator tersebut menjadi sebuah matriks target pencapaian yang menjadi landasan dalam perencanaan pembelajaran. 
3. mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari semua peserta didik.
4. membuat desain pembelajaran dengan memanfaatkan kinerja Sistem Aktivasi Retikular, Otak Emosi, Peta Koneksi, dan Siklus Otak, di mana jika diperlukan, juga membuat suatu program pendidikan individual bagi ABK. 
5. membuat contoh media belajar, baik yang berupa lembar kerja maupun alat peraga, yang memenuhi beragam kebutuhan. 
6. membuat desain sensory based report sebagai alat asesmen keberhasilan belajar. 
7. membuat desain modifikasi perilaku dengan berprinsip token ekonomi. 

4. Mempersiapkan pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu: 
1. membuat desain sistem seleksi dalam merekrut pendidik maupun tenaga kependidikan
2. membuat desain peningkatan kemampuan karyawan melalui pendidikan lanjutan yang sesuai dengan arah pengembangan karirnya 

5. Membuat desain sarana dan prasarana, yaitu merancang lingkungan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam 

6. Memperluas jaringan hubungan masyarakat, yaitu dengan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak yang berkompeten, misalnya dengan dokter, psikolog, terapis, dan sekolah inklusi lain serta membuat website sekolah yang juga merupakan alat sosialisasi sistem PAUD berbasis asesmen Sistem PAUD berbasis asesmen yang menggunakan pola B-bIO tersebut sebenarnya telah dilakukan selama

7 (tujuh) tahun di KB & TK Bintang Bangsaku, Jakarta Pusat. Pembelajaran ini telah berhasil mengantarkan lebih dari 400 anak, baik normal maupun ABK, ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tanpa mengorbankan tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak. Keberhasilan yang telah diperoleh tersebut dapat menjadi pijakan bagi pengembangan asesmen secara nasional untuk penyempurnaan sistem PAUD di Indonesia.

 

ALTERNATIF PENDIDIKAN ANAK DI USIA DINI..!

Author: Eky NoZzI

Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”. Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu. Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini.

Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. 

Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal. Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. 

Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”. Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak.

Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna. Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group. Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah? Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. 

Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur. Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. 

Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya. Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”. 

Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). 

Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup. Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. 

Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya. Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. 

Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai. Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). 

Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.

 

MAKNA BERMAIN BAGI PERKENBAGAN ANAK USIA DINI..!

Author: Eky NoZzI

Bermain merupakan wahana belajar untuk mengeksplorasi lingkungan yang dapat mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, dan sosial-emosional anak. Di samping itu, bermain juga mengembangkan individu agar memiliki kebiasaan-kebiasaan baik, seperti tolong-menolong, berbagi, disiplin, berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab. Bermain dapat mengembangkan kemampuan berimajinasi dan bereksplorasi. Oleh karena itu, pendidik PAUD perlu memahami makna bermain agar mampu mengembangkan permainan dan menciptakan suasana yang mengundang dan keasyikan bermain yang mendorong anak belajar. 

Guru perlu menyiapkan lingkungan kegiatan bermain yang bermakna, aman, nyaman dan dapat menarik minat anak untuk belajar secara alami. Pada saat anak melaksanakan beragam permainan dan bermain dengan berbagai media, guru berpartisipasi dan berinteraksi untuk meningkatkan kemampuan berpikir anak, di samping memberi penguatan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu, alat permainan edukatif merupakan salah satu komponen pokok dalam program pendidikan anak usia dini. Tahapan bermain mencakup bermain soliter, parallel, kooperatif, dan bermain peran. Jenis permainanpun beragam, seperti permainan motorik, asosiatif/sosial, konstruktif, kooperatif, bermain peran, dan bermain dengan aturan. Suasana bermain untuk pembentukan kepribadian dapat dibedakan menjadi: 

(1) bebas, 
(2) terpimpin, dan 
(3) sesuai minat anak dengan bantuan guru. 

Pada suasana bermain bebas, pilihan kegiatan dipersiapkan guru, sedangkan anak bebas memilih permainan yang disukai. Bagi sebagian anak, suasana bebas ini sangat sesuai dan memicu pertumbuhan kepribadiannya, sedangkan sebagian anak lainnya, suasana seperti ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Suasana bermain terpimpin, kegiatan ditentukan oleh guru, sehingga membuat anak menunggu dan tidak mandiri. Tampaknya disiplin terkendali, namun kebebasan untuk berekspresi kurang mendapat keleluasaan. Suasana bermain sesuai minat anak dengan bantuan guru memberi kesempatan kepada anak untuk memilih permainan sesuai dengan minatnya. Guru mempersiapkan pusat minat dan area serta berfungsi sebagai fasilitator.

 

BERMAIN CARA YANG EFEKTIF UNTUK BELAJAR..!

Author: Eky NoZzI

Padahal, jika semua orangtua tahu dan menyadari bahwa aktivitas gerak dan suara anak (bisa disebut bemain) adalah cara yang paling efektif untuk anak belajar sesuatu. Sebab, bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Lewat permainan, anak akan mengalami rasa bahagia. Dengan perasaan suka cita itulah syaraf/neuron di otak anak dengan cepat saling berkoneksi untuk membentuk satu memori baru. Itulah sebabnya mengapa anak-anak dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan. 

Perlunya bermain 

• Belajar dari permainan (Learning by playing) 
Permainan seharusnya memiliki nilai seimbang dengan belajar. Anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Seperti kata Reamonn O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child "Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah". 

• Permainan mengembangkan otak kanan 
Disamping itu tentu saja anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Bermain melalui permaianan memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan otak kanan, kemampuan yang mungkin kurang terasah di sekolah maupun di rumah. 

• Permainan mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak 
Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang sosialisasi yang menenpatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak memainkan peran "baik" atau "jahat" membuat anak kaya akan pengalaman emosi, anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi yang dia hadapi. Dengan kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan rasa percayanya kepada orang lain dan kemampuan dalam bernegosiasi, memecahkan masalah (problem solving) atau sekedar bergaul dengan orang sekitarnya. Jenis permainan Pada dasarnya, semua jenis permainan mempunyai tujuan yang sama yaitu bermain dengan menyenangkan! Yang membedakan adalah pengaruh atau efek dari jenis permainan tersebut. Ada dua jenis permainan, yaitu: Permainan Aktif dan Permainan Pasif. Permainan aktif dan pasif iini hendaknya dilakukan dengan seimbang. 

Permainan olah raga (sport)
Bagi orang dewas, olahraga bukan lagi menjadi sebuah permainan tetapi sesuatu yang serius dan kompetitif. Namun bagi anak, olah raga bisa menjadi satu permainan yang menyenangkan yang mengandung kesenangan, hiburan, dan bermain, tetapi tidak juga terlepas dari unsur partisipatif dan keinginan untuk unggul. Dalam permainan olahaga anak mengembangkan kemampuan kinestetik dan pengembangan motivasi untuk menunjukkan keungulan dirinya (penekanan bukan pada persaingan tapi pada kemampuan) memberi kekuatan pada dirinya sendiri serta belajar mengembangkan diri setiap waktu. 

• Permainan perkelahian (body contact)
Jenis permainan ini termasuk permainan modern, tapi banyak orang tua maupun guru memandangnya skeptic dan cemas, ini beralasan dari efek yang mungkin serius. Permainan ini merupakan jenis permainan modifikasi yang menuntut keseriusan anak untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan. Hal tersebut sehat dan positf bagi anak, berguna untuk menguji keunggulan dan kekuatan di lingkungan sekitar. Jenis permainan ini adalah untuk menguji kemampuan dan pemikiran anak dalam dunia nyata dengan segala akibatnya. Katagori permainan pasif 

• Permainan mekanis Seiring perkembangan
jaman dan teknologi memberi pengaruh besar dalam perkembangan jenis permainan untuk anak. Alat teknologi canggih seperti komputer bukan lagi milik orang dewasa, tapi telah menjadi barang biasa buat anak-anak. Berbagai games atau permainan virtual telah tersedia di dalamnya (computer). Bermain komputer tidak sama dengan bermain bersama teman, anak bermain sendiri dengan kesenangannya. Sisi negatif Sisi negatif permainan mekanis ini adalah kurangnya pembentukan sikap anak untuk menerima dan memberi (take and give). Anak memegang kendali penuh atas "teman mainnya" dan "si teman mainnya" akan melakukan apapun yang diinginkan anak. Kendali penuh ini akan menimbulkan reaksi serius bila anak menyalurkannya dalam pertemanan di lingkungan sosialnya. Sisi positif Namun, hal positif anak memiliki keterampilan komputer yang akan diperlukan anak sebagai sarana hidupnya. 

• Permainan fantasi 
Fantasi merupakan praktik permainan yang khusus dilakukan sendiri. Anak dapat membentuk dunia sesuai dengan keinginannya (imaginasi).Sebaiknya, orang tua tidak memaksa anak untuk selalu bermain dengan teman-temannya karena akan menciptakan kesan bahwa bermain sendiri itu salah. Permainan fantasi selain proses kreatif mengembagkan kemampuan sisi otak kanan, juga untuk pembentukan kecerdasan interpersonal (salah satu dari delapan kecerdasan teori multiple intelligence, Howard Garner)

 

PERMAINAN GERAKAN..!

Author: Eky NoZzI

Yang perlu diperhatikan; 

♦ Waktu 
♦ Beban / kerumitan 
♦ Alur gerakan (sederhana sampai kompleks) Tingkatan kesulitan gerakan 

1. Cara berjalan, mengangkat tangan / kaki dan berlari perorangan 
2. Berjalan dan berlari secara bersama (berdua) 
3. Berjalan, berlari dengan berbagai cara (lebih dari dua) 
4. Melompat ke berbagai arah secara individual 
5. Melompat ke berbagai arah secara bersama (dengan teman) 
6. Gerakan kombinasi berjalan, berlari, melompat secara individual 
7. Gerakan tubuh dengan alat bantu 
8. Melakukan gerakan-gerakan fantasi menurut cerita (senam fantasi) 
9. Melakukan gerakan-gerakan tubuh berdasarkan lirik lagu (gerak dan lagu) Bergerak alias berolah fisik? Ini memang aktivitas favorit hampir setiap anak. Namun ternyata, itu saja tidak cukup lho.

Gerakan yang dilakukan si kecil seringkali harus terus dilatih, atau bahkan bila perlu diperbaiki. Dengan begitu, gerakannya akan benar-benar sempurna nantinya. Nah, salah satu cara untuk melatih gerakan anak Anda adalah dengan mengajaknya berolahraga. Kok begitu? Olahraga tak sekadar membuatnya sehat dan bugar, tapi bisa pula mengembangkan kemampuan motoriknya. Jadi, tubuh anak ’dijamin’ pasti lebih fit, sehingga bisa survive ketika menghadapi berbagai tantangan yang menghadang (secara fisik maupun psikis). Masalahnya, Anda tidak bisa sembarangan memilih olahraga untuk anak. Jadi, banyak-banyaklah ’belanja’ info seputar dunia olahraga. Di bawah 6 tahun Bila anak belum ingin berolahraga, jangan memaksanya. Anak mengembangkan keterampilan tertentu pada usia yang berbeda-beda. Makanya, jangan membanding-bandingkan anak Anda dengan anak lain. Sepanjang tumbuh kembangnya normal (dan sesuai target!), biarkan ia menguasai keterampilan berdasarkan kemampuannya sendiri. Beberapa anak enggan berolahraga karena merasa takut gagal atau gampang frustrasi. Lagi-lagi, kenali sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh anak dan jangan bosan memberi dorongan. Berikut ini beberapa jenis olahraga yang pas untuk usia anak: 

Umur 2-3 tahun. 
Pada usia 2 tahun, anak sudah mampu melompat dengan satu atau kedua kaki, dan berlari. Pada usia 3 tahun, ia sudah bisa berubah-ubah arah (dari kanan ke kiri, dari depan ke belakang) dengan mudah. Catatan: Umumnya, anak belum siap untuk bergabung ke dalam olahraga yang berstruktur atau terlibat dalam aktivitas yang sarat kompetisi. Bila anak enggan bergabung dalam olahraga tertentu (untuk alasan apapun), jangan dipaksa ya. Coba cari tahu penyebabnya. Bila perlu, tunda dulu dan coba lagi beberapa bulan atau tahun setelahnya. Yang bisa Anda lakukan: Selalu mendampingi anak. Jangan pernah lupa mengoleskan tabir surya ketika anak di luar rumah (ini berlaku sampai kelak ya). 

Umur 4-5 tahun. 
Biasanya, anak sudah bisa menggelindingkan bola besar, menangkap bola, serta piawai dengan sepeda roda tiga. Ia juga mulai suka berenang atau bersenam (tapi tanpa diprogram). Catatan: Apapun olahraga pilihannya, si kecil mesti senang. Jika anak tidak bahagia, tanyalah alasannya dan coba atasi masalah atau cari olahraga lain yang lebih disukai. Ini penting jika anak ingin melakukan olahraga terstruktur. Kelak anak yang tertekan karena harus bersaing, bisa saja membentuk sikap negatif terhadap dunia olahraga atau mencederai dirinya sendiri (karena selalu berusaha menyenangkan orang lain). Yang bisa Anda lakukan: Pastikan jadwal anak tidak berlebihan, sebab bisa membuatnya stres. Siapkan pengaman yang diperlukan. Misalnya, pengaman siku, lutut, atau helm, ketika anak bersepeda. Jadikan hal ini kebiasaan, apapun jenis olahraga pilihan anak nantinya. Umur 

5-6 tahun. 
Catatan: Si kecil Yang bisa Anda lakukan: Ingatkan anak bahwa titik berat olahraga tetap pada bersenang-senang, bermain bersama teman-temannya, serta menguras tenaga. Tidak ada embel-embel lainnya.

 

BERCERITA & MENDONGENG..!

Author: Eky NoZzI

• Bercerita adalah penggambaran tentang sesuatu secara verbal. Bercerita merupakan stimulus yang dapat membangkitkan anak terlibat secara mental 
• Melalui bercerita, anak di ajak berkomunikasi, berfantasi, dan berkhayal serta mengembangkan kognitifnya. Aktivitas mental anak dapat melambung, melanglang buana melampaui isi cerita itu sendiri. Dengan bercerita juga melatih perkembangan emosi anak 

Bercerita dapat dilaksanakan dalam beberapa bentuk 

1. Bercerita tanpa alat peraga, hanya mengandalkan kemampuan verbal orang yang memberikan cerita 
2. Bercerita dengan menggunakan alat peraga seperti boneka, gambar, atau benda peraga dll 
3. Bercerita dengan menggunakan buku cerita 
4. Bercerita dengan menggunakan bahasa isyarat atau gerakan 
5. Bercerita melalui alat pandang dengar yaitu berupa kaset, TV,  

Manfaat kegiatan bercerita 
1. Mengembangkan fantasi dan kreatifitas 
2. Mengasah kecerdasan 
3. Menumbuhkan minat 
4. Membangun kedekatan dan keharmonisan 
5. Media pembelajaran imajinatif Pada zaman serba canggih seperti sekarang, kegiatan mendongeng di mata anak-anak tidak populer lagi. 

Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada televisi yang menyajikan beragam acara, mulai dari film kartun, kuis, hingga sinetron yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak. Kalaupun mereka bosan dengan acara yang disajikan, mereka dapat pindah pada permainan lain seperti videogame. KENDATI demikian, kegiatan mendongeng sebetulnya bisa memikat dan mendatangkan banyak manfaat, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga orang tua yang mendongeng untuk anaknya. 

Kegiatan ini dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Para pakar menyatakan ada beberapa manfaat lain yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini. Pertama, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini. Kedua, cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. 

Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena Kak Agam di sini tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak. Ketiga, dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan Kak Agam, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya. Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng oleh Kak agam. Untuk anak-anak usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Misalnya dongeng-dongeng tentang binatang. 

Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh daya rangsang imajinatifnya, tapi juga kesadaran dan kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik. Untuk itu Kak Agam dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng. Manfaat Dongeng untuk anak : 

1. Mengasah daya pikir dan imajinasi 
2. Menanamkan berbagi nilai dan etika 
3. Menumbuhkan minat baca

 

BERNYANYI..!

Author: Eky NoZzI

Ada dua bentuk 

1. Bernyanyi pasif: artinya anak hanya mendengarkan suara nyanyian dan musik dan menikmatinya tanpa terlihat secara langsung dalam kegiatan nyanyian 
2. Bernyanyi aktif: artinya anak melakukan secara langsung kegiatan menyanyi, baik melakukan sendiri, mengikuti atau bersama-sama 

Manfaat bernyanyi 

1. Memberikan suasana tenang 
2. Mengasah emosi 
3. Membantu menguatkan daya ingat 
4. Mengasah kemampuan apresiasi, improvisasi, imajinasi dan kreasi
5. Sebagai alat bantu belajar 

Menyanyi selain sebagai kegiatan yang dapat membawa fun tersendiri bagi anak, dapat juga mengembangkan imajinasi dan rasa percaya diri anak, sehingga memacu anak untuk lebih kreatif dan berani tampil didepan umum, kemampuan anak dalam bernyanyi pada usia dini ini biasanya didasarkan oleh pengalamannya pada saat mendengar musik ataupun mendengar orang tua dan orang-orang disekitarnya bernyanyi. Berdasarkan survey dan penelitian, semakin sering anak mendengar orang tua atau orang disekitarnya menyanyi dengan benar dan sesuai dengan nada, semakin besar kemungkinan anak bisa menyanyi di usia 2 tahun. 

Si Kecil yang berusia 2 tahun yang baru lancar bicara tentu dengan pelafalan yang terkadang masih belum pas biasanya terdorong mulai menyanyi. Selain fun, kegiatan menyanyi memunculkan keasyikan tersendiri: mengembangkan imajinasi, memberi rasa percaya diri saat diberi tepukan, serta mengeksplorasi kemampuan bernyanyi anak. Selain itu, keuntungan kegiatan ini bagi si 2 tahun adalah ia bisa berlatih memperkaya kosa kata, dan secara aktif bereksperimen dengan beragam intonasi nada, panjang-pendeknya suara, dan naik-turunnya nada bicara. 

Apabila anak bermasalah dalam perkembangan bicara atau bermasalah pada indera pendengarannya, Anda bisa melihat Dari kemampuannya menyanyi. Jika mengalami gangguan, dalam rentang usia 2-3 tahun biasanya anak belum bisa memproduksi bunyi bahasa dengan sempurna, apalagi menyanyi. Tentu modal penting lain adalah kemahiran anak meniru. Di tahap awal, ia mampu menyanyi dengan cara mengikuti Anda menyanyi. Di tahap berikut, inisiatif menyanyi akan datang dari dirinya. Meski awalnya sering meleset membidik nada, namun semakin sering berlatih membuat si kecil mampu menyanyi dengan baik secara tepat nada dan pelafalan di usia 3-3,5 tahun. Menyanyi tak hanya bagian dari kecerdasan seni, melainkan juga cara mengasah kecerdasan sosial-emosi anak terasah karena ia harus menyajikan lagu dengan emosi dan ekspresi yang tepat, sesuai isi lagu. Dari sisi kesehatan, menyanyi dapat melatih seluruh otot kepala dan leher serta membantu si kecil mengasah organ pendengarannya.

Demikian pula ia melafalkan dengan tepat kata demi kata. Unsur musik dan lagu yang sangat membantu si 2 tahun melatih fisik dan inderanya adalah ritme, si kecil melatih suara dan menggunakan sikap tubuh yang tepat. Dengan postur dan posisi tubuh yang pas, produksi suara baik dan nada yang dihasilkan tepat. Repetisi ritme tentu sangat membantu mengasah keterampilan ini. Jangan khawatir jika anak belum juga memperlihatkan tanda-tanda tertarik untuk menyanyi, belum tentu bermasalah. Hal ini bisa disebabkan Anda kurang menstimulasi anak atau kurang memberikan contoh seperti jarang menyanyi. Sebaiknya Anda menjadi pendorong anak belajar menyanyi. Untuk lebih menarik, Anda dapat menyediakan beberapa mainan yang menstimulasi anak untuk bernyanyi, di antaranya mikrofon mainan, karaoke mainan, tamborine atau piano mainan. Bersiap-siaplah menyanyi bersama sehingga Anak tergerak untuk bernyanyi dan menuangkan kreatifitasnya. 

Ajak Si kecil agar mau bernyanyi 
• Beli kaset atau VCD karaoke lagu anak dan ajak si Kecil untuk memilih lagu-lagu yang biasa mereka dengar dan sukai. 
• Ajak si kecil menyanyi sambil melakukan bermacam kegiatan. Pilih lagu yang sesuai dengan kegiatan yang sedang dilakukan. Misalnya “Bangun tidur kuterus mandi” saat si kecil bangun di pagi hari. 
• Ajak si kecil sering-sering menonton pertunjukan musik, seperti operet, konser musik atau melihat penampilan penyanyi cilik untuk memotivasinya agar tergerak untuk bernyanyi. 
• Rekam suara si Kecil saat menyanyi atau ambil videonya disaat bernyanyi sehingga Anda dapat memutar kembali dan mendengarnya bersama si Kecil, selain sebagai kenang-kenangan hal ini dapat memotivasi si Kecil untuk terus bernyanyi dan mengasah kreatifitasnya.

 

MEMBACA..!

Author: Eky NoZzI

• Yang sering dibaca anak-anak adalah komik dan cerita bergambar
• Pastikan diseimbangkan kegiatan membaca dengan aktifitas yang lain 
• Pastikan bacaan bervariasi
• Pastikan bacaan sesuai usia, bebas dari kekerasan dan steterotype gender yang salah 

Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca. Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku. Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. 

Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata "belajar". Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar 'fun' yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar. Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif. 

Seputar metode belajar 

Metode mengajar balita membaca sangatlah beragam. Karena begitu beragamnya, lagi-lagi kita akan menemukan perbedaan dasar pemikiran dari metode-metode tersebut. Meskipun kadang-kadang sering mencuat pertentangan yang tajam antar berbagai metode, kita tak perlu bingung. Kenali saja semua konsep yang ditawarkan, dan kenali pula gaya belajar anak-anak kita. Jika metode dan gaya belajar cocok, kita bisa lebih mudah memotivasi anak untuk belajar. Berdasarkan telaah saya, sejauh ini di dunia belajar ini dikenal 2 metode besar, yaitu metode terstruktur dan metode tidak terstruktur (acak). Keduanya tidak lebih baik atau lebih jelek dari yang lainnya. 

Metode terstruktur dan tidak terstruktur (acak) bisa saling melengkapi sesuai karakter dua belahan sisi otak kita yang kini populer dengan istilah otak kiri dan otak kanan. Otak kiri memiliki karakteristik yang teratur, runut (sistematis), analitis, logis, dan karakter-karakter terstruktur lainnya. Kita membutuhkan kerja otak kiri ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan data, angka, urutan, dan logika. Adapun karakteristik otak kanan berhubungan dengan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi. Aktivitas kreatif muncul atas hasil kerja otak kanan. Melalui deskripsi tentang karakteristik dua belahan otak tersebut, kita tentu bisa melihat bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. 

Apa jadinya para kreator-kreator seni jika tak punya tim manajemen yang handal. Bisa kita bayangkan pula sepi dan monotonnya dunia ini jika penghuninya hanyalah para ahli matematika atau akuntansi yang selalu sibuk dengan angka. Secara personal, kita pun akan menjelma menjadi orang yang "timpang" jika tidak mampu menyeimbangkan kinerja dua sisi otak kita. Kita pun bisa tumbuh menjadi orang yang "ekstrem" dalam memandang belajar dan cara belajar. Selain metode belajar, karakteristik anak-anak juga perlu kita ketahui dan pahami agar kita bisa merancang model-model belajar yang menarik minat anak. Beberapa karakteristik anak secara umum adalah sebagai berikut: 

1. Konsentrasi lebih pendek (relatif) 
2. Tidak suka diatur/dipaksa 
3. Tidak suka dites Ketiga ciri tersebut jelas menunjukkan kepada kita bahwa mengajar balita membaca tak bisa dilakukan dengan cara-cara orang dewasa. Kita membutuhkan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan adaptif terhadap kecenderungan anak-anak. 

Dan hanya satu kegiatan yang bisa melumerkan 3 karakteristik di atas yaitu BERMAIN. Mengapa? Karena dalam bermain anak-anak tidak menemukan tes, paksaan, dan batas waktu. Ketika bermainlah anak-anak menemukan kebebasan dirinya untuk berekspresi. Ketika bermain pula mereka menemukan kesenangan mereka. Model-model belajar membaca untuk inspirasi Belajar membaca lewat kosa kata Kosa kata adalah pembentuk kalimat. Lewat kosa kata yang makin beragam, kalimat yang kita keluarkan pun akan semakin kaya. Lewat kosa kata, anak-anak akan belajar tak hanya kemampuan membaca tetapi juga perbendaharaan dan pemahaman akan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam berbicara. 

Variasi yang bisa digunakan diantaranya, kartu kata yang disajikan dengan model Glen Doman, poster kata yang ditempel di dinding, buku-buku bergambar yang kalimatnya pendek dan ukuran hurufnya cukup besar. Prinsip yang dipakai dari metode tersebut adalah belajar dengan melakukannya. BELAJAR MEMBACA dengan MEMBACA. Hal-hal khusus yang menyertai model ini adalah kemungkinan anak-anak untuk mengenal pola lebih lama. Artinya, bisa jadi untuk bisa benar-benar membaca semua kata yang diperlihatkan kepada mereka (meski belum diajarkan) membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung kecepatan anak. Belajar Membaca lewat Suku Kata Model ini paling banyak digunakan, terutama di sekolah-sekolah. Prinsip dasarnya adalah terlebih dulu mengenali pola sebelum masuk pada fase membaca. Belajar lewat suku kata misalnya ba bi bu be bo dan seterusnya juga memiliki efek tersendiri, diantaranya kecepatan membaca yang sedikit lambat jika tidak diiringi latihan langsung lewat buku atau bacaan-bacaan. 

Mengapa demikian? Karena anak-anak akan terbiasa dengan membaca pola lebih dulu baru membaca. Kerja otak kiri lebih dominan dalam hal tersebut. Untuk mengimbanginya, kita harus lebih sering memotivasi anak untuk membaca kata-kata secara langsung lewat buku tanpa harus memilah suku katanya. Belajar membaca dengan mengeja Model ini di awali dengan pengenalan huruf baru kemudian merangkainya menjadi gabungan huruf dan kemudian kata. Sebenarnya metode ini sudah jarang digunakan orang karena memang terbukti cukup sulit bagi anak. Kerja otak kiri akan semakin dominan jika kita memakai metode ini. Anak-anak harus melewati tiga tahapan menuju kata, yaitu huruf, suku kata, lalu kata. Memang ada anak-anak yang bisa belajar dengan metode ini, tapi lagi-lagi latihan membaca kata secara intensif harus mengiringinya agar anak-anak merasa percaya diri untuk membaca.

Belajar Multi Metode Adakalanya spesialisasi itu baik untuk mengenal kedalaman suatu ilmu, tapi dalam belajar membaca kita bisa mempergunakan multi metode sekaligus tanpa harus merasa tabu hanya karena teori yang kita peroleh dianggap paling rasional. Dengan kata lain, kita bisa memperkenalkan pada anak-anak kita semuanya, huruf, suku kata, ataupun kosa kata. Catatan pentingnya tentu saja: sajikan dengan perasaan riang sehingga anak-anak kita pun mendeteksi kegembiraan dan ketulusan yang kita berikan pada mereka. Hal itu jauh lebih berarti dan lebih efektif daripada segudang metode terhebat sekalipun.

 

MENONTON..!

Author: Eky NoZzI

• Yang sering ditonton anak-anak adalah kartun 
• Pastikan diseimbangkan kegiatan menonton dengan aktifitas yang lain 
• Pastikan tayangan yang mendidik dan bervariasi 
• Pastikan tayangan yang sesuai usia, bebas dari kekerasan dan steterotype gender yang salah Media (TV) menjadi positif, bila 

1. Ada muatan edukatif 
2. Ada unsur entertaint, dalam arti jika anak-anak dihibur ada olah rasa yang terjadi dan mendapatkan keceriaan dan pencerahan 
3. Dikonsumsi secara proporsional 
4. Pendampingan, ada tempat bertanya Media (TV) menjadi negatif, bila: 

1. Muatannya tidak edukatif 
2. Hiburan yang mengungkapkan pelecehan dan kata-kata kasar 
3. Mengkonsumsinya tidak proporsional (lebih dari 2 jam secara terus menerus) 
4. Tidak ada kontrol media dari apa yang dikonsumsi anak dari orangtua atau pendamping anak
5. Orangtua tidak peduli dengan ”peer group” anak sang sangat mungkin menjadi konsumen tetap media ysang merusak Jika anak menonton TV, maka yang terjadi di otak anak adalah: 

1. Konsolidasi memeori 
2. Pembentukan persepsi 
3. Stimulasi beberapa kompnene otak 
4. Stimulasi beberapa komponen tubuh... (Tindakan perilaku) Contoh kasus: Siaran kekerasan Pada awalnya memeori kekerasan dibentuk oleh stimulasi eksternal (bukan persepsi). 

Persepsi dibentuk oleh memeori yang sudah ada (konsolidasi memori). Manusia tidak sama dengan hewan. Manusia memiliki sistem limbik otak yang memungkinkan terjadinya kontrol pikiran atas perilaku manusia. Sistim limbik otak ini akan efektif jika memori manusia (informasi yang telah pernah diberikan adalah informasi yang berguna sebagai saringan dai informasi yang merugika perilaku.

 

BILA ADA YANG SALAH PADA PAUD..!

Author: Eky NoZzI

Perkembangan awal tidak selalu berlangsung dengan cara yang mendorong rasa ingin tahu anak, kreativitas dan kepercayaan diri. Bagi beberapa anak, pengalaman awal tidak mendukung dan tidak dapat diprediksi. Sinapsis yang berkembang di otak tercipta sebagai respons terhadap stres kronis, atau jenis penyalahgunaan lain dan penelantaran. Dan, ketika anak-anak rentan terhadap risiko ini, masalah pengalaman awal dapat mengakibatkan hasil yang buruk. Sebagai contoh, beberapa anak dilahirkan dengan kecenderungan untuk mudah menjadi marah, impulsif dan tidak peka terhadap emosi orang lain. Bila saat penggabungan karakteristik anak dengan pengasuhan orang dewasa yang lalai, otak anak-anak dapat menimbulkan perilaku anak tidak simpatik. Jika karakteristik anak dengan bimbingan orang dewasa yang penuh amarah dan kasar, otak anak-anak dapat menyebabkan kekerasan dan perilaku anak yang terlalu agresif. Jika lingkungan rumah mengajarkan anak-anak untuk merasakan bahaya bukannya keamanan, maka hasil yang buruk dapat terjadi. 

Dalam kasus ini, bagaimana cara memelihara dan memberikan kontribusi untuk perkembangan otak di awal? 

Riset mengatakan bahwa paparan awal terhadap kekerasan dan bentuk-bentuk lain stres tidak terduga dapat menyebabkan otak untuk beroperasi pada jalur cepat. Seperti over aktivitas dari hubungan antara akson dan dendrit, dikombinasikan dengan kerentanan anak, dapat meningkatkan risiko kemudian masalah dengan pengendalian diri. Beberapa orang dewasa yang melakukan kekerasan dan terlalu agresif mengalami perawatan yang tidak menentu dan tidak responsif sejak awal kehidupan. Depresi orang dewasa juga dapat mengganggu aktivitas otak bayi. Ketika pengasuh menderita depresi yang tidak diobati, mereka mungkin gagal merespons sensitif untuk bayi menangis atau tersenyum. Ketidaktersediaan emosional orang dewasa dihubungkan dengan bayi dengan ekspresi emosional yang buruk. 

Program yang bekerja 

Walaupun anak-anak mendapat pengalaman kurang optimal di awal kehidupan, masih ada harapan untuk masa depan. Memahami bagaimana perkembangan otak dipengaruhi oleh pengalaman negatif memberi kita kesempatan untuk mencegah kesulitan-kesulitan di masa depan. Dan, karena kita tahu tentang awal perkembangan otak yang sehat dan pengalaman yang bayi dan balita diperlukan, program dapat dirancang untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan yang diperlukan bahwa mereka mungkin tidak berkembang sebelumnya. Di Missouri, program Parents as Teachers (PAT) menyediakan informasi tentang perkembangan anak bagi orang tua yang anaknya adalah antara kelahiran dan usia 5 tahun. Informasi yang disampaikan oleh orangtua disiapkan dengan baik pendidik selama kunjungan ke rumah dan pengajaran di kelas, dan melalui rujukan kepada lembaga lain. Sebuah evaluasi program menunjukkan bahwa anak-anak PAT memiliki skor lebih tinggi pada ukuran intelektual dan kemampuan bahasa daripada anak-anak yang orangtuanya tidak berpartisipasi dalam PAT. PAT tersedia untuk semua keluarga di Missouri dan merupakan contoh yang baik tentang bagaimana pengasuh pendidikan tentang perkembangan anak dapat membantu anak-anak sepanjang hidup mereka.

Advokasi untuk anak-anak 

Awal penelitian perkembangan otak menguatkan pesan penting tentang anak-anak, yaitu "Sejak lahir, anak-anak sudah siap dan bersemangat untuk belajar dan tumbuh." Jika hendak mengambil keuntungan dari situasi ini berarti bahwa semua pengasuh perlu memahami pentingnya tahun-tahun awal untuk mengenali metode-metode yang tepat dalam merangsang anak-anak belajar. Memberikan kesempatan pendidikan kepada orang tua, kakek-nenek, pengasuh anak dan pengasuh lainnya adalah sebuah langkah dalam arah yang tepat untuk menjamin awal tahun produktif. Berbagi pesan ini dengan para pembuat kebijakan adalah strategi lain untuk memastikan bahwa bayi, balita, dan anak-anak dan pengasuh mereka menerima pendidikan dan dukungan yang diperlukan.

 

DITEKSI GANGGUAN BELAJAR PADA ANAK - ANAK..!

Author: Eky NoZzI

Ada orang tua yang bingung karena anaknya masih belum dapat berbicara secara lancar di usianya yang 2 tahun, ada juga yang bingung karena anaknya tidak bisa duduk tenang, ada juga yang bingung karena anaknya selalu menangis jika bertemu dengan orang asing ... Jangankan orang tua, kemampuan guru untuk dapat membantu mengindentifikasi apakah muridnya termasuk yang berkebutuhan khusus ternyata juga masih jauh dari harapan ada seorang guru yang menanyakan "Inklusi itu sistem administrasi yang baru, ya?" dan banyak yang berkomentar "Wah, muridku banyak yang termasuk ADHD nih, soalnya nggak bisa duduk diam ..." Waduh ... Terus terang saya bukan termasuk kelompok orang yang gampang me-label (men-cap) kemampuan seorang anak namun juga tidak menggampangkan kondisi si anak pula. 

Akibatnya, lumayan juga besarnya kekecewaan saya ketika mengikuti kedua workshop yang sudah saya sebutkan di awal karena kedua pembicara seringkali memberikan sinyal bahwa 1 tanda muncul di perilaku anak maka kita sudah harus waspada dengan kemungkinan gejala autis atau ADHD atau ADD atau Tuna Laras atau jenis-jenis kekhususan lainnya ... Padahal, hadirnya 1 tanda bisa merujuk pada banyak hal ... Sama seperti kalau badan kita hangat, mungkin saja karena flu, mungkin karena DB, mungkin karena badan kita terlalu lelah ... Nah untuk anak tidak bisa duduk diam, sebagian besar kasus yang saya temukan adalah karena kebosanan yang menerpa ... bukan karena si anak menderita ADHD atau Autisme ... Sementara untuk anak yang jarang berbicara dan seringkali terlihat asyik sendiri, sebagian besar kasus yang saya temukan adalah karena minimnya komunikasi dengan anak, terlalu banyak menonton TV, terlalu banyak mainan yang bersifat individual, kebingungan bahasa (sekolah internasional tetapi orang rumah berbahasa Indonesia atau bahkan berbahas.

 

ANAK USIA DINI SEBAGAI PEMBELAJAR..!

Author: Eky NoZzI

Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali. Sehubungan dengan keterbatasan kapasitas berpikir yang masih dalam lingkup hal-hal yang bersifat konkret, pengalaman bagi anak-anak lebih berarti jika berkenaan langsung dengan kelima indranya. Mereka menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan, dan disentuh dari lingkungan mereka. Piaget mengatakan bahwa anak pada usia 2-6 tahun berada pada tahap pra-operasional dimana proses berpikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu. Jadi dalam pembelajaran, siswa membutuhkan simbol-simbol nyata sehingga mereka dapat mengungkapkan pengalamannya. 

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”. Sesuatu berulang-ulang yang dilakukan anak-anak merupakan cara mereka untuk mengerti sesuatu. Kunci dalam proses belajar mereka adalah belajar dalam konteks dan belajar yang paling baik adalah belajar yang berada dalam jangkauan anak. Belajar dalam konteks adalah belajar yang sebenarnya – dan bermain adalah guru terbaik karena semua peneliti sepakat bahwa bermain memberikan dasar yang kuat bagi pertumbuhan intelejensia, kreativitas, dan kemampuan menyelesaikan masalah. 

Bermain juga merupakan alat untuk perkembangan emosi serta pengembangan keterampilan-keterampilan sosial dasar anak. Anak-anak usia dini dapat saja diberikan materi pelajaran, diajari membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan bukan hanya itu saja, mereka bisa saja diajari tentang sejarah, geografi, dan lain-lainnya. Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40). Jerome Bruner memberi penekanan pada fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan hasil akhirnya. Bermain memungkinkan anak bereksplorasi terhadap berbagai kemungkinan yang ada. 

Bruner menekankan narrative modes of thinking, artinya fungsi dari intelek berhubungan erat dengan makna, rekonstruksi pengalaman dan imajinasi. Sutton Smith mengatakan anak dapat menggunakan idea-ideanya dengan cara baru serti tidak biasa dan menghasilkan ide kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adaptif.. Singer menganggap bahwa bermain terutama bermain imajinatif sebagai kekuatan positik untuk perkembangan manusia. (Tedjasaputra). Bermain memiliki lima unsur. Pertama, bermain harus bisa dinikmati dan menyenangkan. Kedua, bermain tidak boleh memiliki tujuan yang ditentukan. Ketiga, bermain harus spontan dan sukarela, bebas sesuai pilihan yang bermain. Keempat, para pemain harus terlibat aktif. Dan terakhir, bermain mengandung unsur berpura-pura. Bila anak sudah menganggap bermain sebagai suatu beban, artinya yang ia lakukan bukanlah bermain. 

Namun, jelas Froebel (Patmonodewo, 2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif. Bermain membantu anak memahami dunia sekitar. Ia dapat menyelidiki dan menemukan sesuatu, menguji teori mereka, mencoba hubungan sebab akibat dan belajar tentang banyak hal. Fungsi bermain terhadap perkembangan intelektual atau kemampuan berfikir (kognitif) ini misalnya dapat dilihat pada saat anak bermain dengan meraba halusnya sebuah kapas atau kasarnya bulu sikat cucian, dimana dengan ini ia dapat mempelajari konsep kasar dan halus. Melalui pengalaman dan penghayatan anak saat bermain, anak juga akan memperoleh informasi sehingga pengetahuan dan pemahamannya menjadi lebih kaya dan lebih dalam. 

Selain itu saat bermain anak juga akan mendapat kesempatan untuk menghadapi berbagai persoalan yang harus dipecahkan, membangun kemampuan kognitifnya seperti mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menarik kesimpulan. Dengan bermain, anak juga dapat mengembangkan kemampuannya untuk berkonsentrasi. Melalui kegiatan bermain, anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya, seperti: marah, takut, sedih, cemas atau gembira. Dengan demikian, bermain dapat merupakan sarana yang baik untuk pelampiasan emosi, sekaligus relaksasi. Misalnya saja pada saat anak bermain pura-pura atau bermain dengan bonekanya. Selain itu bermain juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk merasa kompeten dan percaya diri. Dalam bermain, anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah, dan cemas.

 

LEARNING STYLES..!

Author: Eky NoZzI

Gaya belajar adalah karakteristik dan preferensi atau pilihan individu mengenai cara yang paling efisien dalam mengumpulkan informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon, dan memikirkan informasi tersebut. Mengetahui gaya belajar = belajar secara lebih efektif dan efisien. Tidak ada gaya belajar yang lebih baik maupun lebih buruk. Gaya belajar tidak dapat berubah secara drastis karena bagian yang mudah adalah mempelajari cara melakukan hal-hal baru namun bagian yang sulit adalah menghentikan sesuatu yang biasanya kita lakukan. Preferensi gaya belajar akan relatif stabil dan bertahan sekitar 2 – 3 tahun. Model gaya belajar itu banyak sekali, ada yang berdasarkan pada teori Bandler-Grinder (NLP), McCarthy (Sistem 4MAT), Gregore/Buttler (KA/SR), Howard Gardner (MI), David Kolb (EL), Myers Briggs (MBTI), maupun Dunn & Rumbel. Sebenarnya masih banyak lagi, tetapi cukup itu saja yang saya sebutkan untuk artikel ini.

 

MEMBIMBING DAN MENGENDALIKAN DIRI ANAK SEJAK USIA DINI..!

Author: Eky NoZzI

Pengendalian diri pada anak bisa dilakukan sejak ia baru lahir tentunya dengan rangsangan dan metode yang konsisten. Hingga usia tiga bulan merupakan titik kritis yang tidak boleh disepelekan dalan perkembangan seorang anak. Pada usia ini anak mengalami fase transisi yang sangat penting dimana sebelumnya anak berada dalam kandungan, tanpa mengenal waktu siang ataupun malam, tanpa bergesekan dengan udara, harus berinteraksi fisik ketika harus makan ataupun minum, berkenalan dengan kebersihan tubuh hingga pakaian maupun bersosialisasi dengan orang lain secara sangat berbeda, dan melibatkan impuls-impul terhadap panca inderanya dari luar dirinya. 

Dalam kandungan anak bisa dengan seenaknya bergerrak, tidur dan makan tanpa mengenal waktu dan tempat yang berubah-ubah, sebuah dunia yang penuh perlindungan dari ibunya atas suara, suhu maupun sentuhan orang lain yang secara langsung berinteraksi dengan inderanya. Menjadikan usia 0 hingga 3 bulan adalah fase penting untuk fondasi pengendalian emosi anak yang sangat penting dipahami oleh ibu. Pengendalian diri pada anak bukan sesuatu hal yang instan ada namun harus dilatih dengan konsisten sebab melibatkan persoalan emosi yang pada akhirnya akan berujung pada kecerdasan emosional anak. Proses mendidik atau membimbing pengendalian diri anak adalah proses yang berkelanjutan dan sama sekali tidak sederhana, anak harus dapat mengenali, melabel bahkan mengatur emosinya untuk kemudian dapat mengekspresikanya sebagai interpretasi akan emosinya secara jelas dan pas. 

Sebab pengendalian diri bagi anak akan sangat bermanfaat ketika menjalin relasi sosial maupun berinteraksi dengan orang lain semisal anak bisa memahami kapan dia harus menghentikan tangisnya, menunda keinginannya dengan tidak emosional atau marah-marah. Hal seperti diatas adalah hal yang sangat penting untuk kemudian hari dalam mengatasi keinginan maupun masalahnya dan bisa dikatakan sebagai kecerdasan emosi untuk berempati dengan orang lain, lingkungan, yang sangat berguna ketika menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya. Akan menjadi masalah besar ketika terjadi sebaliknya, ketika seorang anak menjadi emosional, tidak tahan banting atas permasalahannya, menang sendiri yang semakin mengundang benturan dengan lingkungan sosialnya, bukan hanya pada perkembangan berpengaruh pada perkembangan fisik namun acapkali juga berpengaruh pada pola berpikir, ketahanan berpikir dan banyak kerugian lain yang seharusnya bisa dihindari apabila bisa melalui dengan mulus tahap pengendalian diri sejak usia dini. 

Mengapa 3 bulan pertama usia bayi sangat penting? Bagi ibu muda atau yang baru pertama kali mendapatkan momongan sangat penting untuk bisa mengenali maksud dan tujuan bahasa tubuh atau apapun yang ditunjukkan sang buah hati sehingga bisa terjalin hubungan emosi yang harmonis bukan sebaliknya ketika tangisan, rengek atau kemarahan sang buah hati ketika haus, ngompol, ngantuk, bosan, atau pengin digendong akan terasa sangat sulit dipahami bahkan menjadikan rasa jengkel karena apabila ibu tidak mengenali irama tangis maupun hasrat sang bayi sehingga memberikan perlakuan yang tidak pas atau memenuhi keingingan sang anak, dan semakin menjadikannya marah atau menangis menjadi-jadi, sehingga kedua belah pihak akan sangat merasa tidak diuntungkan belum lagi akibat selanjutnya yang menjadikan peristiwa itu sebagai pengalaman anak untuk bekalnya di kelak kemudian hari. 

Obrolan, intonasi maupun kontak mata ketika saat pemberian ASI menjadi hal yang sangat istimewa bagi ibu dan bayi. Banyak hal yang bisa digali dan dikenalkan pada anak ketika hal ini, semisal melatih kesabaran dan kondisi ketika harus berganti pada susu formula saat air susu ibu sedang habis karena belum lancar, ataupun usaha pertama kali ketika mau menyusu yang harus dilatih adalah kesabaran anak dan ibu. Kata-kata verbal yang memberitahukan kondisi secara halus dan sabar akan membantu si bayi untuk bisa memahami keadaan yang terjadi plus menambah ketenangan dirinya karena kehadiran ibu yang pengertian dan sabar terhadapnya. Ini adalah awal perkenalan emosi diluar diri si bayi, apabila bisa berjalan dan berhasil dengan baik, maka pada tahap selanjutnya akan sangat mempermudah anak untuk mengenali jenis-jenis emosi diluar dirinya. Pada tahap selanjutnya hingga usia tiga tahun anak umumnya turbulensi emosi sangatlah tinggi. 

Ketika merasa senang maka akan senang sekali demikian sebaliknya. Saat membimbing anak pengendalian diri pada usia ini, ijinkanlah anak untuk mengalami berbagai perasaannya. Bagaimana rasanya ia harus menunda keinginannya dan juga perasaan-perasaan lain yang dialaminya. Bagaimanapun juga hal itu merupakan pengalaman dasar bagi anak untuk melanjutkan dan bertahan hidup kelak kemudian hari. Semisal, ketika anak menangis dikarenakan menginginkan sesuatu, orangtua perlu membiarkannya terlebih dulu dan pastikan diri si anak aman. Jangan sampai, anak membenturkan kepala atau menyakiti dirinya untuk kemudian ajak anak bicara dengan tenang. Sangat penting juga untuk tidak mudah memberikan apa yang diinginkannya dengan serta merta dan sekaligus ketika dia memintanya. 

Selain itu, belajar pengendalian diri di usia batita juga dilakukan dengan membiasakan anak untuk belajar mandiri dan tidak tergantung terutama pada baby sitter. Misal, anak diajarkan untuk belajar toilet training, menggunakan baju, memakai sepatu, mengambil air minum sendiri, dan lainnya secara sendiri. Pembelajaran kemandirian ini melatih anak untuk memecahkan masalah sendiri, seperti bagaimana ia harus bisa memasukkan kakinya ke lubang sepatu. Kemudian anak belajar membuat keputusan sendiri, misalnya apakah ia harus duduk atau berdiri agar memakai sepatunya lebih mudah, dan sebagainya. Dari pelajaran kemandirian ini anak akan belajar mengenai menunda, soal risiko semisal kalau mengambil air kebanyakan akan tumpah, belajar mengambil keputusan dari hal-hal sederhana dan kecil, dan sebagainya. Juga partisipatif dalam melibatkan anak untuk berpikir dan mempertimbangkan semisal ketika memilih mainan saat di tempat belanja, ketika memilih chanel TV, 

ketika memilih tempat wisata untuk berlibur hingga memilih pakaian ataupun makanan yang cocok buatnya, disini peran orangtua sangat penting untuk menjadi tempat labuhan wacana dan pertimbangan bagi anak sehingga anak dapat melakukan apa yang menjadi keinginannya dengan alasan dan latar belakang kepentingan yang matang dan terencana, tidak instan dan serta merta mendapatkan apa yang diinginkannya akan sangat membantu ketika berhadapan dengan orang lain di lingkungan sosialnya karena banyaknya benturan kepentingan atau perbedaan atas kepentingan pribadi dan kepentingan sosial sehingga kenyataan bahwa ada kondisi yang berbeda bisa dipahami sebagai sebuah keragaman bukannya pengucilan atas kepentingan dan kebutuhannya, juga penilaian akan ketahanan dan daya juang akan sesuatu ide dari anak ketika harus berhadapan dengan ragam penilaian yang lainnya. Apa yang diperlukan? 

1. Konsolidasi orang tua dan pengasuh anak.Anak pada perkembangangannya akan pintar juga memanipulasi emosinya, semisal ketika ibunya tidak meyetujui keinginannya maka dia akan lari ke bapak, atau mencari perlindungan pada pengasuh atau siapapun yang ada disekitarnya, dengan tidak lupa memperhatikan pula reaksi orangtua atau pihak yang bertentangan dengannya. Saat seperti ini diperlukan konsolidasi yang mantab dan konsisten karena segala reaksi akan direkam dalam otaknya. Orang tua juga harus bisa mengatur emosi agar tidak terlalu marah meledak-ledak atau apapun yang berlebihan karena akan dengan mudah ditiru oleh anak sebagai kumpulan atas aksi dan reaksi yang diterimanya, yang akan dipakainya untuk menghadapi kasus serupa dalam kehidupannya. 

2. Positif dan wajar. Reaksi orang tua yang ekstrim atau tidak menyenangkan ikut membentuk struktur otak anak secara fisik, dan meninggalkan bekas retakan yang dibawa seumur hidupnya sebagai memori. Sangat diperlukan kewajaran dan sikap positif untuk membimbing anak terhadap pengendalian dirinya. 

3. Konsisten dan persisten. Diperlukan daya tahan, keuletan dan konsisten dalam membimbing sang buah hati, memang gampang-gampang sulit, namun dengan perencanaan dan referensi yang tepat serta ketulusan dalam membimbingnya niscaya hasil yang memuaskan bisa didapatkan. Kadang konsistensi memang sangat sulit seperti ketika melihat saat pemberian reward yang dijanjikan berdasarkan tanggal atau bulan, memang harus teguh diberikan pada saat itu. Ketika banyak ketidakkonsistenan yang diperlihatkan oleh orangtua maka anak pun dengan mudah bisa memanipulasi apapun yang hasilnya nanti akan sangat berbeda.

 

MEMAHAMI PSIKOLOGI ANAK..!

Author: Eky NoZzI

Berbicara masalah psikologi anak, Pakar Psikologi Perkembangan Erikson memfokuskan pada perkembangan psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap. Perlu diketahui, setiap orang akan melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif dan negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Pada teori psikologi anak, bayi memerlukan pengasuhan yang penuh cinta kasih sehingga ia merasakan aman. 

Ketidakkonsistenan dan penolakan pada masa bayi akan menimbulkan ketidak percayaan pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan lingkungan yang lebih luas. Pada masa usia dini, banyak hal yang membuatnya tertarik sehingga ingin selalu mencoba, meski terkadang pada hal yang berbahaya. Pada tahap ini orang dewasa harus memberikan dukungannya. Erikson mengingatkan bahwa pembatasan dan kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu terhadap kemampuan dirinya. Penelitian tentang psikologi anak, yang berfokus pada bab kecerdasan, lebih jauh diungkapkan Gardner dengan konsep kecerdasan Jamak atau Multiple Intelegence (MI). 

Gardner mengidentifikasi kecerdasan sebagai kemampuan untuk menemukan dan mencari pemecahan masalah serta membentuk suatu produk yang mempunyai nilai dipandang dari budaya seseorang. Ketujuh kecerdasan tersebut adalah : Linguistik, logika, matematika, spasial, kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal serta naturalis. Setiap orang mempunyai berbagai potensi tersebut. Masing-masing dapat dikembangkan pada tahap tertentu. Tangisan Berjam-jam Terkait psikologi anak, mungkin Anda akan menemukan anak Anda menangis selama berjam-jam. Kunci meredakan tangisan dan teriakan anak adalah bersikap tenang dan tidak perlu tergesa-gesa. 

Orangtua yang nampak gelisah atau memendam kemarahan tentu akan sulit menerima kondisi si kecil yang juga sedang tidak nyaman dengan tangisannya sendiri. Anak membutuhkan figur yang tenang dan mampu mengendalikan emosinya. Kontrol emosi Anda akan membuat suatu ruang toleransi apapun reaksi tambahan yang akan dikeluarkan anak. Tangisan anak itu suara musik alam yang indah. Menurut Hans Grothe, seorang psikolog perkembangan dari Jerman, sebenarnya tangisan dan teriakan tantrum anak ternyata tidak berkaitan dengan usia. Tak hanya anak berusia 2 tahun yang melakukannya, usia 3 atau 5 tahun pun kadang-kadang masih melakukannya. frekuensi yang terbanyak adalah pada usia 2 tahun. Menurutnya, ada 3 kunci untuk meredakan tangisan anak yaitu ketenangan, ketenangan dan ketenangan. 

Tentu saja dalam tiga tataran yang berbeda-beda. Kemampuan ini tidak begitu saja jatuh dari langit, melainkan para orangtua harus melatih dan belajar melihat reaksi anak. Inilah perlunya orang tua memahami ilmu psikologi anak. Perlu dipahami, menjadi orangtua sebenarnya seperti seorang peneliti di laboratorium. Mencoba sebuah formula pola asuh, memecahkan masalah sesuai dengan budayanya serta kemudian melihat reaksi yang terjadi dengan dicobakan formulanya. Apabila tidak cocok dan reaksi buruk, maka harus dicobakan formula yang lain sampai cocok. Dan biasanya formula yang cocok untuk satu anak belum tentu cocok untuk anak yang lainnya. Jadi berlatih dan belajar menjadi peneliti adalah tugas orang tua agar sukses mendidik anak-anaknya. Anda akan mempelajari tentang psikologi anak yang tidak ada habisnya.

 

KARAKTERISTIK ANAK BERBAKAT..!

Author: Eky NoZzI

Karakteristik Anak Berbakat (Martinson, 1974) 

1. Membaca pada usia lebih muda 
2. Membaca cepat dan lebih banyak 
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas 
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadao masalah “dewasa” 
6. Mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri 
7. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal 
8. Memberi jawaban-jawaban yang baik 
9. Dapat memberikan banyak gagasan 
10. Luwes dalam berpikir 
11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan 
12. Mempunyai pengamatan yang tajam 
13. Dapat berkonsentrasi dalam jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati 
14. Berpkir kritis, juga terhadap diri sendiri 
15. Senang mencoba hal-hal baru 
16. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi 
17. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah 
18. Cepat menangkap hubungan-hubungan (sebab-akibat) 
19. Berperilaku terarah kepada tujuan 
20. Mempunyai daya imajinasi yang kuat 
21. Mempunyai banyak kegemaran (hobi) 
22. Mempunyai daya ingat yang kuat 
23. Tidak cepat puas dengan prestasinya 
24. Peka (sensitive) dan menggunakan firasat (intuisi) 
25. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan

 

OTAK MANUSIA BELAJAR DARI ORANG LAIN..!

Author: Eky NoZzI

Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan otak mamalia lain, otak manusia yang baru lahir memiliki dua fitur yang luar biasa. Pertama, ia sudah memiliki anatomi otak yang kompleks dan unik, memiliki mekanisme inti koordinasi motorik yang secara khusus disesuaikan untuk perilaku-perilaku manusia: berjalan lincah dengan tubuh bipedal; pintar memanipulasi benda-benda; dan mengkomunikasikan pikirannya pada orang lain dengan menggunakan perubahan wajah, vokal, serta ekspresi gestural yang sesuai dengan kondisi emosi, minat dan tujuannya. Kedua, sejalan dengan prinsip bahwa semakin lama spesies mamalia hidup dan belajar dari pengalaman, maka semakin besar pula korteks serebral otak-depan, maka bisa dikatakan bahwa korteks manusia sangat besar, bahkan sudah dalam tahap setengah sempurna pada saat lahir. Selain itu, tempo berhentinya perkembangan juga sangat lambat, atau bisa dikatakan tidak pernah berhenti. Selama beberapa bulan setelah lahir, jaringannya terus berubah. 

Beberapa dari jaringan dan jalur akson bahkan berkembang selama puluhan tahun, seiring dengan adanya latihan dan pendidikan yang dialami sebagai pengalaman hidup. Sementara itu, serebelum (otak belakang), juga sangat rumit, belum dewasa saat lahir, dan lambat tempo perkembangannya. Sirkuit yang rumit ini mengatur waktu pengendalian indra secara cepat dan terampil dalam koordinasi gerakan tubuh agar lincah dalam berjalan, berbicara, dan menggunakan kedua tangan dengan pintar. 

Bagian ini tumbuh seiring pertumbuhan tubuh dalam ukuran dan kekuatan serta semakin sempurna perkembangannya melalui latihan-latihan. Di bagian lain, pusat emosional yang berada di subkorteks otak maupun korteks limbik sangat erat hubungannya dengan motivasi yang bergantung pada kualitas komunikasi dengan orang lain dan dengan kepentingan maupun perasaan yang berkecamuk di dalam otak mereka. Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa hasil penelitian tersebut telah memberikan isyarat pada kita bahwa "otak" tidak melulu tentang kognitif. Kita sebaiknya mulai memahami bahwa otak manusia dilahirkan dan dipersiapkan untuk belajar dalam kesadaran serta kearifan masyarakat.

 

PEMBELAJARAN BERBASIS KINERJA OTAK..!

Author: Eky NoZzI

Banyaknya bukti yang sekarang muncul mengenai belajar dan perkembangan otak menghasilkan suatu gerakan menuju praktik pendidikan yang mendukung pemahaman intuitif sebelumnya tentang belajar melalui keterlibatan langsung dengan aktivitas. Beberapa riset sudah menunjukkan bahwa janin yang masih berada dalam kandungan pun sudah belajar secara intens mengenai dunia di luar. 

 Ketika dilahirkan ia secara otomatis memodifikasi struktur neurologis dan lain-lainnya untuk merespons berbagai data yang diperolehnya dari lingkungan. Itulah sebabnya beberapa penelitian mengatakan bahwa pada saat dilahirkan bayi kehilangan sejumlah sel dalam otaknya karena hanya neuron yang dirangsang sajalah yang akan bertahan hidup. Koneksi antara sel-sel yang tercipta sebagai hasil dari pengalaman membentuk peta kognitif yang sifatnya sangat personal. Pembelajaran terjadi ketika peta-peta ini atau jaringan-jaringan itu saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Semakin terkoneksi jaringan-jaringan tersebut maka semakin besar pemaknaan yang diperoleh seseorang dari proses pembelajarannya. Itulah sebabnya kenapa konsep-konsep yang sama sekali baru pada awalnya sulit sekali untuk dicerna; jaringan yang sudah ada perlu waktu untuk berekspansi guna mendukung asosiasi baru tersebut. 

Dengan demikian, pembelajaran, jika ditinjau dari bidang neurosains, merupakan modifikasi respons terhadap rangsangan sepanjang waktu. Konsekuensi logis dari pentingnya koneksi-koneksi tersebut terjalin, seorang guru akan menghadapi tiga tugas utama, yaitu : 
1. Mendorong koneksi baru syaraf melalui tantangan yang menciptakan tingkat stimulasi tinggi terhadap perkembangan akson. 
2. Memperkuat koneksi yang telah ada dengan mengulang-ulang peristiwa atau keterampilan dengan berbagai cara. 
3. Mendorong peserta didik untuk menata ulang jaringan koneksi yang telah ada dengan cara mengoreksi kesalahan, memperbaiki konsep, melengkapi pemahaman, atau mengasah keterampilan. Tugas yang terakhir yang biasanya paling sulit dilakukan karena anak sudah terlanjur berada dalam comfort zone-nya. Walaupun demikian, penataan ulang tersebut dimungkinkan jika dilakukan dengan berdasarkan pemahaman bahwa pembelajaran seluruh otak merupakan antarhubungan yang spontan, berkaitan dengan peristiwa-peristiwa belajar, yang berhubungan dengan semua pusat di otak. Ini melibatkn proses pikiran, emosi, dan jasmani yang menghasilkan perubahan permanen dalam keterampilan, sikap, dan perilaku, karena pembelajaran semacam itu tidak dangkal tetapi sepenuhnya diinternalisasi.ada beberapa pedoman yang merupakan kunci untuk pembentukan konsep dan pemahaman yang terinternalisasi, yaitu : 

a. Dorong siswa untuk menemukan dan mengerjakan hal-hal untuk mereka sendiri 
b. Dorong siswa untuk menyampaikan ide 
c. Sudut pandang dan cara yang berbeda bisa bertemu pada tujuan yang sama 
d. Sediakan umpan balik yang interaktif, spesifik, langsung, dan menyenangkan.ada beberapa cara guru untuk mendorong anak menata ulang jaringan tersebut, yaitu dengan : 

a. Mengekspresikan keyakinan akan kemampuannya dalam menolong anak 
b. Mengekspresikan keyakinannya akan kemampuan si anak 
c. Memberi sinyal non-verbal yang konsisten dengan yang dikatakan, intonasi suara, pandangan mata, dan tingkat energi 
d. Memberi umpan balik yang spesifik dan cukup 
e. Mendorong peningkatan dengan melalui tantangan yang sekiranya bisa diselesaikan oleh anak. Beberapa cara di atas dapat dilakukan karena berbagai penelitian tentang Reticular Activating System, yang dianggap sebagai sistem komando sentral dari otak dan bekerja sebagai mekanisme gerbang unuk masukan dari indera dan mengakibatkan seseorang memusatkan perhatiannya. Sekarang diketahui bahwa ia mengirimkan sinyal ke banyak bagian dari celebral cortex, tidak hanya ke motor cortex seperti yang diperkirakan sebelumnya. 

RAS berfungsi sebagai filter. Dari seluruh data yang datang, baik eksternal maupun internal, RAS menentukan apa yang penting untuk dikirimkan melalui serebral korteks. Dengan kata lain ia menentukan apa yang menarik perhatian kita. Ia menentukan apa yang disaring di dalam atau luar “kesadaran”. 

RAS akan siap menerima informasi yang baru atau tidak biasa, yang membantu memenuhi kebutuhan fisik atau psikologis yang dapat “dirasakan”, atau yang berkaitan dengan pilihan yang kita buat. Implikasi dari penemuan tersebut adalah siswa akan lebih termotivasi, terlibat, dan terbuka jika mereka menganggap pembelajaran yang sedang berlangsung adalah penting untuk dirinya. Konsekuensinya, seorang guru harus bisa : 
a. Memberikan kesegaran dan variasi untuk mempertahankan perhatian 
b. Memahami bahwa otak memberikan prioritas pertama untuk kebutuhan pokok 
c. Menyajikan gambaran besar dari pelajaran, apa yang dikandungnya, dan bagaimana kecocokannya dengan materi sebelumnya, dan apa kepentingannya untuk di masa mendatang. 
d. Memberikan ruang bagi tujuan personal masing-masing siswa dalam materi pelajaran yang sedang berlangsung, atau dengan kata lain kaitkan materi atau keterampilan tersebut dengan kehidupan sehari-harinya.