My scribbles..!

Kesederhanaan bukanlah penghalang untuk menghasilkan yang terbaik.perjuangan,
pengorbanan begitu juga dengan
kesabaran dalam mengadapi masalah yang kerap selalu datang,tak ada hal sia-sia dalam hidup ini selama kita
berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hidup menuju kesuksesan dan kebahagiaan.. SO Nikmatilah Hidup ini dengan segala hal yang Positif
would you enjoy... gUY'z ..!



Archive for Juli 2010

 

IDENTIFIKASI ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS..!

Author: Eky NoZzI

Tunanetra (anak yang mengalami gangguan penglihatan) 

1. Tidak mampu melihat, 
2. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, 
3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata, 
4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan, 
5. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya, 
6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering, 
7. Mata bergoyang terus. 

• Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra. 
• Tunarungu (anak yang mengalami gangguan pendengaran) 

1. Tidak mampu mendengar, 
 2. Terlambat perkembangan bahasa, 
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, 
4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara, 
5. Ucapan kata tidak jelas, 
6. Kualitas suara aneh/monoton, 
7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, 
8. Banyak perhatian terhadap getaran, 
9. Keluar nanah dari kedua telinga, 
10. Terdapat kelainan organis telinga. 

• Nilai standarnya 7. 
• Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan 

1. Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh, 
2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali), 
3. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa, 
4. Terdapat cacat pada alat gerak, 
5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam, 
6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal, 
7. Hiperaktif/tidak dapat tenang. 

• Nilai standarnya 5. 
• Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa 

1. Membaca pada usia lebih muda, 
2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak, 
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas, 
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, 
5. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa, 
6. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri, 
7. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal, 
8. Memberi jawaban-jawaban yang baik, 
9. Dapat memberikan banyak gagasan, 
10. Luwes dalam berpikir, 
11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan, 
12. Mempunyai pengamatan yang tajam, 
13. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap 
14. tugas atau bidang yang diminati, 
15. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri, 
16. Senang mencoba hal-hal baru, 
17. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi, 
18. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah, 
19. Cepat menangkap hubungan sebabakibat, 
20. Berperilaku terarah pada tujuan, 
21. Mempunyai daya imajinasi yang kuat, 
22. Mempunyai banyak kegemaran (hobi), 
23. Mempunyai daya ingat yang kuat, 
24. Tidak cepat puas dengan prestasinya, 
25. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi), 
26. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan. 

• Nilai standarnya 8. 
Tunagrahita 

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu 
2. kecil/besar, 
3. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia, 
4. Perkembangan bicara/bahasa terlambat 
5. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan 
6. (pandangan kosong), 
7. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), 
8. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler). 

• Nilai standarnya 4. 
• Anak lamban belajar 

1. Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6, 
2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya, 
3. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat, 
4. Pernah tidak naik kelas. 

• Nilai standarnya 3. 
• Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia) 

1. Perkembangan kemampuan membaca terlambat, 
2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah, 
3. Kalau membaca sering banyak kesalahan 

• Nilai standarnya 3. 
• Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) 

1. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai, 
2. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya, 
3. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca, 
4. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang, 
5. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris. 

• Nilai standarnya 4. 
• Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) 

1. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, = 
2. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan, 
3. Sering salah membilang dengan urut, 
4. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya, 
5. Sulit membedakan bangun-bangun geometri. 

• Nilai standarnya 4. 
• Anak yang mengalami gangguan komunikasi 

1. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain, 
2. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
4. Kalau berbicara sering gagap/gugup, 
5. Suaranya parau/aneh, 
6. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel, 
7. Organ bicaranya tidak normal/sumbing. 

• Nilai standarnya 5. 
• Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) 
1. Bersikap membangkang, 
2. Mudah terangsang emosinya, 
3. Sering melakukan tindakan aggresif, 
4. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum. 

 

LANDASAN YURIDIS FORMAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS..!

Author: Eky NoZzI

Internasional 

I. Konvensi PBB tentang Hak Anak 

Kutipan dari Pasal 2, 23, 28 dan 29 

Pasal 2 
1. Negara harus menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada di dalam wilayah hukumnya tanpa diskriminasi apapun, tanpa memandang ras anak atau orang tua atau walinya, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, suku atau asal muasal sosial, hak milik, kecacatan, kelahiran ataupun status lainnya. 

Pasal 23 
1. Negara mengakui bahwa anak yang menyandang kecacatan mental ataupun fisik seyogyanya menikmati kehidupan yang layak dan utuh, dalam kondisi yang menjamin martabat, meningkatkan kemandirian serta memberi kemudahan kepada anak untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat. 

2. Mengakui hak anak atas perhatian khusus sesuai dengan sumber-sumber yang tersedia 

3. Mengakui kebutuhan khusus anak penyandang cacat dengan mempertimbangkan sumber keuangan orang tua atau orang lain yang mengasuh anak tersebut Menjamin bahwa anak penyandang cacat itu diberi kesempatan dan memperoleh pendidikan, pelatihan, layanan kesehatan, layanan rehabilitasi, penyiapan untuk memperoleh pekerjaan dan kesempatan rekreasi dalam cara yang kondusif bagi anak untuk mencapai integrasi social sepenuhnya dan perkembangan pribadinya, termasuk perkembangan cultural dan spiritualnya.”

Pasal 28 
1. Negara mengakui hak anak atas pendidikan dan dengan mengupayakan pencapaian hak ini secara berangsur-angsur dan atas dasar kesamaan kesempatan, Negara seyogyanya: 

a) Membuat pendidikan dasar wajib dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua anak; 
b) Mendorong pengembangan berbagai bentuk pendidikan lanjutan, termasuk pendidikan umum dan kejuruan, membuatnya tersedia dan dapat diakses oleh setiap anak; 
c) Membuat pendidikan tinggi terakses oleh semua orang; 
d) Membuat agar informasi tentang pendidikan dan pekerjaan serta bimbingan tersedia dan terakses oleh semua anak; 
e) Mengambil langkah-langkah untuk mendorong agar anak-anak bersekolah secara teratur dan mengurangi angka putus sekolah. 

Pasal 29 
1. Negara menyetujui bahwa pendidikan bagi anak seyogyanya diarahkan untuk: 

a) Pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan mental maupun fisik anak seoptimal mungkin; 
b) Pengembangan penghargaan atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, 
c) Pengembangan penghargaan terhadap orang tua anak, identitas budayanya, bahasa dan nilai-nilai yang dianutnya, terhadap nilainilai nasional dari negara tempat tinggal anak, negara tempat asalnya, dan terhadap peradaban yang berbeda dari peradabannya sendiri; 
d) Penyiapan anak untuk menjalani kehidupan yang bertanggung jawab di dalam masyarakat yang bebas; 
e) Pengembangan penghargaan terhadap lingkungan alam. 

II. Konferensi Jomtien 1990 

Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua 

Memenuhi Kebutuhan Dasar untuk Belajar Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua 

Pasal III Universalisasi Akses dan Peningkatan Kesamaan Hak 
 1. Pendidikan dasar seyogyanya diberikan kepada semua anak, remaja dan orang dewasa. Untuk mencapai tujuan ini, layanan pendidikan dasar yang berkualitas seyogyanya diperluas dan upaya-upaya yang konsisten harus dilakukan untuk nmengurangi kesenjangan. 

2. Agar pendidikan dasar dapat diperoleh secara merata, semua anak, remaja dan orang dewasa harus diberi kesempatan untuk mencapai dan mempertahankan tingkat belajar yang wajar. 

3. Prioritas yang paling mendesak adalah menjamin adanya akses ke pendidikan dan meningkatkan kualitasnya bagi anak perempuan, dan menghilangkan setiap hambatan yang merintangi partisipasi aktifnya. Semua bentuk diskriminasi gender dalam pendidikan harus dihilangkan. 

4. Suatu komitmen yang aktif harus ditunjukkan untuk menghilangkan kesenjangan pendidikan. Kelompok-kelompok yang kurang terlayani: orang miskin; anak jalanan dan anak yang bekerja; penduduk desa dan daerah terpencil; pengembara dan pekerja migran; suku terasing; minoritas etnik, ras, dan linguistik; pengungsi; mereka yang terusir oleh perang; dan penduduk yang berada di bawah penjajahan, seyogyanya tidak memperoleh perlakuan diskriminasi dalam mendapatkan kesempatan untuk belajar. 

5. Kebutuhan belajar para penyandang cacat menuntut perhatian khusus. Langkah-langkah perlu diambil untuk memberikan kesamaan akses pendidikan bagi setiap kategori penyandang cacat sebagai bagian yang integral dari system pendidikan.

III. Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat Peraturan 6 : 
• Negara seyogyanya menjamin bahwa pendidikan bagi penyandang cacat merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan. 
• Paragraf 1: Para pejabat pendidikan umum bertanggung jawab atas para penyandang cacat. 
• Paragraf 2: Pendidikan di sekolah umum seyogyanya menyediakan layanan pendukung yang tepat. 
• Paragraf 6: Negara seyogyanya: 

a) memiliki kebijakan yang jelas, 
b) memiliki kurikulum yang fleksibel, 
c) menyediakan materi yang berkualitas, dan pelatihan guru dan dukungan yang berkelanjutan. 

• Paragraf 7: Program rehabilitasi berbasis masyarakat seyogyanya dilihat sebagai pelengkap bagi pendidikan integrasi. 
• Paragraf 8: Dalam hal di mana system persekolahan umum tidak secara memadai memenuhi kebutuhan semua penyandang cacat, pendidikan luar biasa dapat dipertimbangkan dalam hal-hal tertentu pendidikan luar biasa mungkin pada saat ini merupakan bentuk pendidikan yang paling tepat untuk siswa-siswa tertentu. 
• Paragraf 9: Siswa tunarungu dan tunarungu-netra mungkin akan memperoleh pendidikan yang lebih tepat di sekolah khusus, kelas khusus atau unit khusus. 

IV. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus www.unesco.org/education/educprog/sne/salamanc/covere.html 

Pasal 2 :
Sistem pendidikan seyogyanya mempertimbangkan berbagai macam karakteristik dan kebutuhan anak yang berbeda-beda. Sekolah reguler dengan orientasi inklusi ini merupakan tempat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun sebuah masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua; lebih jauh, sekolah tersebut memberikan pendidikan yang efektif kepada sebagian besar anak dan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan menjadi system pendidikan yang paling ekonomis. 

Pasal 3 : 
Pemerintah seyogyanya, menetapkan prinsip pendidikan inklusif sebagai undang-undang atau kebijakan kecuali jika terdapat alasan yang memaksa untuk menetapkan lain. Kerangka Aksi
Pasal 3 : Prinsip dasar kerangka ini adalah bahwa sekolah seyogyanya mengakomodasi semua anak  ini seyogyanya mencakup anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan dan anak yang bekerja, anak dari kaum pengembara atau daerah terpencil, anak dari kelompok minoritas berdasarkan bahasanya, etniknya atau budayanya dan anak dari kelompok atau daerah lain yang kurang beruntung atau terkepinggirkan …. Tantangan yang dihadapi oleh sekolah inklusif adalah bahwa harus dikembangkannya pedagogi yang berpusat pada diri anak yang mampu mendidik semua anak. 

Pasal 4 : 
perbedaan umat manusia itu normal adanya dan pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, bukannya anak yang disesuaikan dengan asumsi-asumsi yang tidak berdasar Pedagogi yang berpusat pada diri anak akan menguntungkan bagi semua siswa, dan akhirnya juga bagi keseluruhan masyarakat. … ini dapat sangat menurunkan angka putus sekolah dan tinggal kelas. … di samping menjamin tercapainya tingkat pencapaian rata-rata yang lebih tinggi … Sekolah yang berpusat pada diri anak juga merupakan tempat pelatihan untuk masyarakat yang berorientasi pada orang-orang yang menghargai perbedaan dan martabat seluruh umat manusia. 

Pasal 6 : 
Inklusi dan partisipasi itu sangat penting bagi martabat manusia dan bagi terwujudnya dan dilaksanakannya hak asasi manusia. 

Pasal 7 : 
Prinsip mendasar dari sekolah inklusif adalah bahwa semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, sejauh memungkinkan, apa pun kesulitan atau perbedaan yang ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengakui dan tanggap terhadap keberagaman kebutuhan siswa-siswanya, mengakomodasi gaya dan kecepatan belajar yang berbeda-beda…

Pasal 10 : 
Pengalaman menunjukkan bahwa sekolah inklusif, yang memberi layanan kepada semua anak di masyarakat, sangat berhasil dalam menggalang dukungan dari masyarakat dan dalam menemukan cara yang imaginatif dan inovatif untuk memanfaatkan ketersediaan sumber-sumber yang terbatas. 

Pasal 18:
Kebijakan pendidikan pada semua level, dari level nasional hingga local, seyogyanya menetapkan bahwa seorang anak penyandang cacat bersekolah di lingkungan tempat tinggalnya, di sekolah yang akan dimasukinya andaikata dia tidak memiliki kecacatan. V. Konferensi Dakar Pada bulan April 2000 lebih dari 1100 peserta dari 164 negara berkumpul di Dakar, Senegal, untuk Forum Pendidikan Dunia. Dari guru hingga perdana menteri, dari akademisi hingga pembuat kebijakan, dari lembaga nonpemerintah hingga ketua organisasi internasional utama, mereka menetapkan Kerangka Aksi Dakar, Pendidikan untuk Semua: Memenuhi Komitmen Kolektif, yang terdiri dari 2000 kata. Pendidikan untuk Semua: Memenuhi Komitmen Kolektif Teks yang ditetapkan oleh Forum Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal, 26-28 April 2000 7. 

dengan ini secara kolektif menyatakan komitmen kami untuk mencapai tujuan-tujuan berikut: 

i. Memperluas dan meningkatkan perawatan dan pendidikan usia dini yang komprehensif, terutama bagi anak-anak yang paling rentan dan kurang beruntung; 
ii. Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, terutama anak perempuan, anak yang mengalami keadaan yang sulit dan mereka yang termasuk etnik minoritas, memperoleh akses ke dan menamatkan pendidikan dasar wajib dan bebas biaya dengan kualitas baik; 
iii. Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua anak dan orang dewasa dipenuhi melalui kesamaan akses ke program pembelajaran dan keterampilan kehidupan yang tepat;
iv. Mencapai 50 persen perbaikan dalam tingkat melek huruf dikalangan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama untuk perempuan, dan kesamaan akses ke pendidikan dasar dan lanjut untuk semua orang dewasa; 
v. Menghilangkan kesenjangan gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005, dan mencapai kesamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015, dengan fokus pada jaminan terhadap kesamaan akses ke dan pencapaian dalam pendidikan dasar berkualitas bagi anak perempuan; 
vi. Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin kualitas terbaik bagi semua sehingga hasil belajar yang terakui dan terukur dapat dicapai oleh semua, terutama dalam baca/tulis, berhitung dan keterampilan kehidupan yang esensial. 28 April 2000, Dakar, Senegal Apa yang Terjadi pada Forum Pendidikan Dunia? Instituto Fronesis, Mei 2000, Sebuah Kritik dari Selatan, dari Kampanye NGO (Dakar, Senegal, 26-28 April 2000), Rosa María Torres, http://www.campaignforeducation.org/_html/docs/welcome/frameset.shtml “Tidak banyak yang terjadi di Dakar. 

Ini merupakan pertemuan yang sangat besar dan mahal tanpa cahaya dan tanpa harapan, dengan logistik yang rumit, dengan sedikit kejutan dan dengan hasil yang sudah diantisipasi, sebagaimana biasanya pada peristiwaperistiwa yang pada dasarnya hanya untuk membahas dan menyepakati dokumen-dokumen yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan sudah melalui berbagai draft. Yang masih terbuka untuk didiskusikan hanyalah bentuknya, bukan isinya: mengganti, menghapus atau menambahkan kata, memindahkan paragraph, atau lebih menonjolkan satu gagasan tertentu di antara gagasan-gagasan lain. 

Sering kali, perdebatan dan kemenangan berkutat sekitar "memasukkan " kalimat atau paragraph yang dipandang relevan oleh setiap orang atau kelompok dari sudut pandangnya atau bidang minatnya masing-masing: pendidikan bagi anak perempuan, melindungi lingkungan, penghapusan hutang, perkembangan anak usia dini, anak jalanan, pemberantasan mempekerjakan anak, perspektif gender, pencegahan HIV/AIDS, kelompok terasing, kerjasama Selatan-Selatan, pengembangan guru, keterlibatan masyarakat, perang melawan kemiskinan, dan seterusnya. 

Hasilnya adalah dokumen yang mencakup segala hal, mencakup setiap orang tetapi tidak mewakili ataupun memuaskan pihak tertentu. Itulah yang selalu terjadi dengan dokumen dan deklarasi internasional, dan akhirnya dokumen-dokumen itu menjadi sangat umum, kembali ke hal-hal yang biasa, berisikan kekaburan dan ambiguitas, dan menciptakan ilusi tentang idealisme bersama, consensus dan komitmen. Pendidikan untuk Semua 1990-2000 pada dasarnya merupakan rencana pergerakan top-down, yang dilaksanakan dan dievaluasi oleh elit politik dan teknokrat internasional dan nasional, dengan sedikit sekali informasi atau dorongan untuk berpartisipasi diberikan kepada warga masyarakat, bahkan juga kepada guru ataupun peneliti dan spesialis pendidikan. 

Rencana Pendidikan untuk Semua di tingkat nasional biasanya merupakan rencana pemerintah, yang digariskan dan dibahas di belakang pintu tertutup oleh fungsionaris nasional dan internasional. Pertemuan global, regional dan nasional untuk memonitor PUS merupakan pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah kecil wajah yang dikenal masyarakat. Sedikit saja orang yang tahu tentang pekerjaan yang dilakukan oleh Forum PUS – badan internasional yang memonitor PUS, yang sekretariatnya terletak di kantor UNESCO, di Paris – atau tentang komposisi komite pengarahnya, pertemuan-pertemuan yang diadakannya dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Asesmen akhir dasawarsa PUS bagi banyak orang merupakan peringatan bahwa ada sesuatu yang disebut Pendidikan untuk Semua, yang tengah dievaluasi oleh orang lain dan yang sudah hampir berakhir. Lima belas tahun ke depan tidak boleh merupakan pengulangan cerita ini.

Tidak mungkin memisahkan antara pemikiran (top) dengan tindakan (bottom), baik dalam hubungan antara lembaga internasional dengan pemerintah nasional ataupun dalam hubungan antara pemerintah nasional/lokal dengan masyarakat nasional/lokal. Menerima pembedaan ini berarti menerima bahwa terdapat pihak tertentu yang merencanakan dan pihak lain yang terbatas pada pelaksanaannya, bahwa investigasi dan analisisnya sudah dilakukan dan bahwa yang tersisa hanyalah mengkonversinya ke dalam rencana aksi. Melakukan sesuatu secara baik berarti berpikir dan bertindak pada semua level. Mendiskusikan diagnosis dan strategi yang ditetapkan pada level makro, dan mengemukakan saran-saran tentang "apa " dan"bagaimana" untuk setiap konteks yang spesifik, merupakan tugas untuk Forum PUS Nasional dan untuk masyarakat sipil secara keseluruhan. 

Nasional 
I. Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) Pasal 

1. Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan 
 2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya 

II. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 
3 Pendidikan Nasional Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Pasal 5 
1.Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu 
2. Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus 
3. Warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adapt yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layan khusus
4. Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus 

Pasal 32 
1. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 
2. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 

III. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 

Pasal 48 
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 

49 Negara
 pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. 

Pasal 50 
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan kepada : 
a. Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal 
b. Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi 
c. Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri 
d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab, dan 
e. Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup 

Pasal 51 
Anak penyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa

Pasal 52 
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus 

Pasal 53 
1. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. 
2. Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif. 

IV. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 19997 tentang Penyandang Cacat 

Pasal 5 
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan 

V. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 

Pasal 2 
1. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi : 
a. Standar isi 
b. Standar proses 
c. Standar kompetensi kelulusan 
d. Standar pendidikan dan kependidikan 
e. Standar sarana prasarana 
f. Standar pengelolaan 
g. Standar pembiayaan dan 
h. Standar penilaian pendidikan 

VI. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Nomor 380/C.C6/MN/2003, 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan I

nklusi : Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap kabupaten dan kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK. 

VII. Deklarasi Bandung (Nasional) "Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif" (8-14 Agustus 2004) 

1. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal. 

2. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun cultural. 

3. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat. 

4. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal 

5. Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun dan dilingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan 

6. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan, pelatihan, dan lainnya secara berkesinambungan. 

7. Menyusun rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya. 

VIII. Deklarasi Bukittinggi (Internasional) Tahun 2005 : 

1. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk "Pendidikan Untuk Semua" adalah benar-benar untuk semua. 

2. Sebuah cara menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, prasekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan ekskluis; dan 

3. Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga Negara.

 

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS..!

Author: Eky NoZzI

Anak-anak autis sebenarnya sama aja dengan anak-anak lain koq hanya bedanya mereka nggak komunikatif dengan orang lain dan sering kali melakukan flapping (menggerakkan tangan seperti pinguin) sama aja dengan anak lain yang tidak suka jika diganggu, anak autis juga begitu tapi anak autis bisa lebih heboh karena susah untuk meredakan emosinya biasanya mereka menyerang jika keasyikan mereka terganggu contohnya suara yang gaduh, sentuhan dari seseorang, instruksi, dll agak susah ya untuk menentukan apakah anak itu autis atau tidak karena harus diobservasi terlebih dahulu kenapa? soalnya ada juga anak yang memang lincah, ada yang attention defisit disorder, ada yang att def hyperactivity disorder, asperger, autis, dll 

nah semua label yang saya sebutkan itu gejalanya sepintas lalu hampir sama bener-bener nggak gampang untuk bisa mendiagnose sebenarnya nggak perlu khawatir dengan anak-anak seperti itu koq murid-murid di sekolahan malah sayang sama mereka dan justru dengan kasih sayang dan perhatian dr teman-temannya,si anak autis bisa terpacu untuk belajar bersosialisasi ADD dan ADHD? ya di H-nya dong penjelasan yang simpel aja ya anak ADD daya konsentrasinya rendah tetapi tidak selalu hiperaktif (berperilaku impulsif), tetapi anak ADHD pasti berdaya konsentrasi rendah dan hiperaktif (berperilaku impulsif). 

Contohnya gini si X tuh ADD sementara si Y tuh ADHD nah dua-duanya dapat tugas mengerjakan soal matematika sebanyak 10 butir si X dapat duduk mengerjakan tetapi pikiran dan matanya kemana-mana ia harus ditegur untuk kembali melihat soal dan mengerjakannya sementara si Y akan terus menerus menggerakkan badan, entah maju mundur, membolak-balik kertas, memainkan pensil, mengacak-acak rambut,atau bahkan beranjak dari tempat duduknya sebelum semua soal berhasil dikerjakan ia harus disentuh untuk kembali melihat soal dan mengerjakannya asperger dan autis? agak panjang ceritanya syndrome asperger (SA) memang berada dalam autism spectrum disorders (ASD) sementara di dalam ASD sendiri juga ada autistism, rett syndrome, childhood disintegrative disorder (CDD), dan Pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD-NOS) ASD dan autis emang suka disamakan sama orang awam (termasuk saya hehehe) singkat cerita kalau autism tenggelam dalam dunianya sendiri,komunikasi terbatas (banyak yang non verbal) sehingga otomatis tidak mampu berinteraksi sosial juga menunjukkan perilaku berulang dan minat yang terbatas asperger menunjukkan ciri autism dalam interaksi sosial dan komunikasi tetapi tidak tenggelam dalam dunianya sendiri rett syndrome menunjukkan ciri autism dalam gerakan berulang dan tidak terkontrol. RS juga mengalami keterbatasan interaksi sosial & komunikasi, namun lebih disebabkan oleh gerakan-gerakan tidak terkontrol tersebut CDD merujuk pada hilangnya hampir semua kemampuan anak (bahasa, sosial, minat, bermain, dll) pada rentang usia 2 - 10 th padahal sebelumnya ia berkembang dengan normal

 

KELOMPOK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS/BERKELAINAN..!

Author: Eky NoZzI

1. Anak Lambat Belajar (Inteligensi berada pada taraf perbatasan (borderline) dengan IQ 70 –85 (berdasarkan tes baku)) 

2. Anak Berkesulitan Belajar (Gang. perkembangan motorik, persepsi, kognitif, dan bahasa) 

3. Anak dengan Gangguan Penglihatan (gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap memerlukan pendidikan khusus) 

4. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Keadaan kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi/tingkatan baik ringan, sedang, berat dan sangat berat, yang akan mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa. Keadaan ini walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.) 

5. Anak dengan Gangguan Emosi & Perilaku (gangguan emosional (emotionally disturbed), anak dengan kekacauan psikologis (psychologically disordred), atau anak dengan hambatan emosional (emotionally handicapped)) 

6. Anak dengan Gangguan Fisik dan Motorik (Gangguan fisik berkaitan dengan tulang, otot, sendi, dan sistem persyarafan, sehingga memerlukan layanan pendidkan khusus) 

7. Anak dengan Gangguan Autistik 

8. Anak Berkelainan Majemuk (menunjukkan tanda maupun gejala yang lebih dari 1 kelompok di atas) 

9. Anak Berbakat (integrasi yang maju dan cepat dari berbagai fungsi otak, meliputi penginderaan, emosi, kognisi, dan intuisi yang mungkin diekspresikan dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang melibatkan kogniisi, kreativitas, kecakapan akademik, kepemimpinan, atau seni rupa dan seni pertunjukan)

 

FEEDING DISORDER DAN EATING DISORDER PADA ANAK TUNAGANDA

Author: Eky NoZzI

A. Latar Belakang 

Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Optimalisasi tumbuh dan kembang anak sejak dini adalah menjadi prioritas utama. Sehingga, kita dapat mencegah atau mengetahui sejak dini gangguan dan kelainan pada anak, terutama anak tunaganda. Salah satu masalah yang sering dialami adalah kesulitan pemberian makan pada anak, yang secara langsung mengganggu tumbuh kembang anak. Pemberian makan pada anak memang sering menjadi masalah buat orangtua atau pengasuh anak. Keluhan tersebut sering dikeluhkan orang tua kepada dokter yang merawat anaknya. Lama-kelamaan hal ini dianggap biasa, sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang lainnya pada anak. 

Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan makan tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tapi tampak anak kesulitan makannya tidak membaik. Sering juga terjadi bahwa kesulitan makan tersebut dianggap dan diobati sebagai infeksi tuberkulosis yang belum tentu benar diderita oleh anak. Faktor kesulitan makan pada anak inilah yang sering dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik. Kesulitan makan pada anak sering membuat masalah tersendiri bagi orang tua, bahkan dokter yang merawatnya. Sebuah klinik perkembangan melaporkan jenis kesulitan makan terbanyak adalah anak yang hanya mau makanan lumat atau cair,

kesulitan mengunyah dan menelan dan kebiasaan makan yang aneh dan ganjil. Dengan penanganan yang tepat, kesulitan makan pada anak yang optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era globalisasi mendatang khususnya. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat menentukan kualitas seseorang bila sudah dewasa nantinya. Walaupun hingga saat ini belum diketemukan adanya anak tunaganda yang mengalami gangguan pola makan (eating disorder). Namun masalah yang sering muncul pada diri mereka adalah susah makan, picky eater (pilih-pilih makanan), dan susah mengontrol nafsu makan/makan melulu. Sedangkan, gangguan yang sering terjadi pada anak-anak usia >6 bulan adalah susah makan. 

Oleh sebab itu, permasalahan akan kami batasi hanya dengan membahas “feeding disorder, eating disorder, pada anak tunaganda.”

B. Identifikasi Masalah 
Penting bagi para orang tua ataupun pendidik untuk mengetahui perilaku makan yang biasa dilakukan oleh anak tunaganda. Masalah yang perlu diidentifikasikan pada makalah ini adalah : 

1. ”Apakah anak tunaganda mengalami kesulitan makan (feeding disorder)?” 
2. ”Apakah anak tunaganda mengalami gangguan pola makan (eating disorder)?” 
3. ”Apakah anak tunaganda memuntahkan makanan mereka secara sengaja atau karena mereka memang mengalami kesulitan dalam mencerna makanan tersebut?” 
4. ”Bagaimana cara menangani anak tunaganda yang mengalami kesulitan makan (feeding disorder) dan/atau gangguan pola makan (eating disorder)?” 

C. Pembatasan 
Istilah Untuk menghasilkan makalah yang baik, maka dalam penyusunan makalah ini dilakukan pembatasan istilah sebagai berikut : 
1. Feeding disorder adalah kesulitan makan yang terjadi pada anak dimana anak tersebut mengalami gangguan fungsi organ tubuh ataupun kesulitan makan akibat adanya penyakit dalam diri anak, adanya kelainan fisik, maupun psikis. 
2. Eating disorder adalah suatu sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola makan yang menyimpang yang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh dan berat badan. 
3. Anak tunaganda adalah anak-anak yang karena mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikologi, dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum . 

D. Perumusan Masalah 
Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sama antara yang satu dengan lainnya. Tidak ada satu anak manusia yang tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satu anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Demikian juga tidak akan ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Oleh sebab itu, sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. 

Konsekuensi logis bila ABK akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan. Demikian pula dengan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus lebih dari satu atau biasa disebut dengan tunaganda. Mereka pun berhak mendapatkan layanan pendidikan dan layanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, perlu penanganan yang khusus dan optimal jika anak tunaganda mengalami kesulitan makan (feeding disorder), apalagi bila mereka sampai mengalami gangguan pola makan (eating disorder). Dengan merujuk pada latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah pada makalah ini adalah “Bagaimanakah cara menangani anak tunaganda yang mengalami kesulitan makan (feeding disorder) dan/atau gangguan pola makan (eating disorder)?” D. Tujuan Penulisan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan makan (feeding disorder), gangguan pola makan (eating disorder) pada anak tunaganda. 

E. Manfaat Penulisan 
1. Secara teoritis a. Memperoleh pengetahuan tentang feeding disorder, eating disorder, dan anak tunaganda. b. Menambah pengetahuan tentang feeding disorder, eating disorder, dan anak tunaganda. 
2. Secara praktis 
a. Memberi gambaran kepada para orang tua dan pelaku pendidikan cara yang benar dalam mendeteksi kesulitan makan pada anak tunaganda. 
b. Memberikan masukan bagi dunia pendidikan, orang tua, lembaga, atau instansi yang terkait dalam menangani anak tunaganda ataupun anak normal yang mengalami kesulitan makan dan/atau eating disorder.

 

BAB II TEORI..!

Author: Eky NoZzI

I. Pengertian Masalah kesulitan makan dan gangguan makan pada anak, terutama anak tunaganda sering dihadapi oleh orangtua sehingga hal ini sering menjadi alasan bagi mereka untuk berkonsultasi pada dokter. Pada masa anak-anak tanggung jawab makan ada pada orangtua, tetapi dalam perkembangannya pada masa remaja tanggung jawab tersebut ada pada anak itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut sistem klasifikasi psikiatrik (ICD-10 dan DSM –IV) membedakan antara feeding disorders pada masa anak-anak dengan eating disorders yang pada umumnya terjadi pada masa remaja, sehingga pada masa transisi ini diperlukan suatu pendekatan yang berbeda baik untuk penilaian maupun penanggulangannya 

A. Feeding Disorder 
Feeding disorder terjadi dalam 6 tahun pertama kehidupan berupa penolakan makanan atau extreme faddiness pada keadaan ada cukup makanan dan tidak ada penyakit organik. Keadaan ini sering ditemukan. Penolakan makan terjadi pada > 20 % anak prasekolah. Tidak seperti pada masa remaja di sini tidak terdapat kecemasan akan kegemukan dan kelainan psikologik maupun perilaku. Kesulitan makan adalah merupakan suatu gejala dari berbagai penyakit atau gangguan fungsi tubuh, bukan merupakan suatu bentuk diagnosis atau penyakit tersendiri. Definisi kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), 

yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu. Palmer mendifinisikan masalah makan atau penolakan terhadap makanan tertentu sebagai akibat disfungsi neuromotorik, gangguan saluran cerna atau faktor psikososial yang mempengaruhi makan atau kombinasi dua atau lebih penyebab tersebut. Peneliti lain membuat definisi bahwa masalah makan terjadi bila anak hanya mampu menghabiskan kurang dari 2/3 jumlah makanannya sehingga kebutuhan nutrien tidak terpenuhi. Beberapa tampilan klinis kesulitan makan pada anak dapat berupa : 

a. Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk ke mulut. 
b. Makan berlama-lama dan memainkan makanan. 
c. Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut. 
d. Memuntahkan atau menumpahkan makanan. 
e Menepis suapan dari orangtua. 
f. Tidak mengunyah tetapi langsung menelan makanan. 
g. Kesulitan menelan, sakit bila mengunyah atau menelan makanan. Klinik perkembanganan anak Affiliated Program for Children Development di Universitas George town melaporkan jenis kesulitan makan pada anak sesuai dengan jumlahnya adalah : 

1. Hanya mau makan makanan cair atau lumat 27,3% 
2. Kesulitan menghisap, mengunyah atau menelan 24,1% 
3. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil 23,4% 
4. Tidak menyukai variasi banyak makanan 11,1% 
5. Keterlambatan makan sendiri 8,0% 6. Mealing time tantrum 6,1%

 

B. EATING DISORDER..!

Author: Eky NoZzI

Eating disorders (gangguan makan) 
merupakan suatu sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola makan yang menyimpang yang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh dan berat badan. Berdasarkan DSM 
IV, ada tiga bentuk gangguan makan yaitu :
anoreksi nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan gangguan makan yang tidak tergolongkan. Dampak gangguan makan pada anak dan remaja tergantung pada berat dan lamanya gangguan makan yang terjadi. Jika gangguan terjadi dalam waktu beberapa hari saja terjadi deplesi energi yang akut tanpa gejala yang nyata, akan tetapi bila berlangsung lama dapat berakibat hambatan pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian. Dalam menegakkan diagnosis AN dapat digunakan kriteria diagnosis menurut WHO 1992 atau DSM IV. Kriteria AN menurut WHO 1992 sebagai berikut : 

1. Penurunan berat badan paling sedikit 15 % dari yang seharusnya atau body mass index (BMI) di bawah 17,5. 
2. Penurunan berat badan terjadi akibat perlakuan diri sendiri dengan cara menghindari makanan berlemak, olah raga, muntah atau purgasi. 
3. Gangguan pada citra badan (body image), merasa masih gemuk meskipun sudah sangat kurus.
4. Gangguan endokrin pada wanita berupa amenore dan pada pria berupa impotensi dan hilangnya ketertarikan seksual. 
5. Jika terjadi pada masa prapubertas, perkembangan pubertas tertunda atau dapat juga tertahan. Menurut DSM IV kriteria AN sebagai berikut : 

1. Adanya rasa takut menjadi gemuk. 
2. Gangguan persepsi pada salah satu dari berat badan, ukuran atau bentuk tubuh. 
3. Menolak untuk mempertahankan berat badan lebih dari berat badan normal minimal. 
4. Tidak mengalami siklus menstruasi paling sedikit tiga kali secara berturut-turut. Diagnosis BN dapat ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 1992 sebagai berikut : 

1. Terdapat preokupasi yang menetap untuk makan disertai ketagihan (craving) terhadap makanan yang tidak dapat dilawan. 
2. Muntah, purgasi atau penggunaan obat-obat seperti amfetamin, obat diit, diuretik dalam upaya untuk mencegah efek akibat makan berlebihan. 
3. Gejala psikopatologinya berupa ketakutan yang luar biasa akan kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari ambang berat badannya, sangat di bawah berat badan sebelum sakit yang dianggap berat badan sehat atau optimal. Menurut DSM IV kriteria BN sebagai berikut : 

1. Episode makan berlebihan yang berulang. 
2. Selama makan berlebihan ada perasaan takut untuk tidak dapat berhenti makan. 
3. Menginduksi diri sendiri secara teratur melalui muntah, pemakaian laksansia, diit ketat atau puasa.
4. Rata-rata minimal 2 kali per minggu episode makan berlebihan dalam minimal 3 bulan. 
5. Episode makan berlebihan terjadi pada anak muda dengan berat badan normal atau sedikit gemuk. Diagnosa banding pada anoreksia nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN)harus dibedakan dengan : 

1. Chronic fatique syndrome Di sini gejala klinik yang timbul mirip anoreksia nervosa berupa kelelahan, iritabilitas dan memisahkan diri dari hubungan sosial, akan tetapi di sini penderita tidak menyangkal bila diberitahu bahwa status gizinya tidak memadai dan memerlukan diit yang lebih baik agar lebih sehat. 
2. Alergi makanan Alergi makanan seharusnya dipertimbangkan bila telah dilakukan uji eliminasi makanan atau penderita telah didiagnosa oleh dokter ahli alergi. 
3. Depresi Depresi pada remaja jarang menyebabkan pembatasan diit yang selektif atau penurunan berat badan yang hebat kecuali bila didahului oleh anoreksia nervosa sebelumnya. 
4. Kelainan fisik tertentu seperti tumor intrakranial, tirotoksikosis dan defisiensi hormon pertumbuhan.

 

C. ANAK TUNAGANDA

Author: Eky NoZzI

Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikologi dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum, (Heward dan Orlansky,1988, p:370). Sementara itu, beberapa ahli pendidikan luar biasa menggunakan pendekatan perkembangan anak untuk memberikan pengertian tentang anak tunaganda. Seorang individu yang berusia 21 tahun tetapi tingkat perkembangan fungsi-fungsinya hanya setengah atau kurang dari tingkat perkembangan yang seharusnya dicapai berdasarkan usia kronologis, dianggap sebagai anak yang mengalami tunaganda. 

Walaupun, ada kelompok lain yang beranggapan bahwa pendekatan perkembangan tersebut kurang relevan terhadap populasi ini. Sebagai penggantinya, mereka memberikan penekanan bahwa seorang anak yang tergolong tunaganda adalah anak yang memerlukan latihan dalam hal keterampilan-keterampilan dasar, misalnya dalam bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa bantuan, dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam mengontrol fungsi-fungsi perut dan kandungan kemih dan makan sendiri (Sontag, Smith dan Sailor seperti di kutip oleh Heward dan Orlansky,1988). Sebagian besar anak-anak reguler biasanya dapat melakukan keterampilan-keterampilan dasar pada usia 5 tahun, sementara itu anak-anak tunaganda perlu latihan-latihan khusus untuk dapat melakukannya. Mereka ini tidak dapat diberikan pengajaran akademik seperti halnya anak-anak regular pada umumnya. 

Oleh karena beratnya dan banyaknya kelainan yang dimiliki oleh anak-anak tunaganda, maka tidak ada perilaku-perilaku khusus yang berlaku umum bagi semua anak yang tergolong tunaganda. Setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik, intelektual, dan ciri-ciri sosial, serta masing-masing hidup dalam lingkungannya sendiri yang berbeda. Perilaku-perilaku yang sering tampak adalah sebagai berikut: 

1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana sekalipun. 

2. Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan, bahkan untuk duduk sendiri. Mereka berpenampilan lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur. 

3. Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala, mencabuti rambut , dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya. 

4. Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol dalam hal buang air kecil, dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini. 

5. Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. Secara umum, anak-anak yang sehat dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak yang lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi mengenai dunia sekitarnya. 

Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda tampaknya sangat jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi manusia yang normal. Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak yang tergolong tunaganda atau untuk menimbulkan respon-respon yang dapat diobservasi (Heward & Orlansky, 1988, p:372 ). Di balik keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan hangat, keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul. Banyak guru yang memperoleh kepuasan dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.

 

II. PENYEBAB..!

Author: Eky NoZzI

Jika ada masalah, maka ada penyebab timbulnya masalah tersebut. Oleh sebab itu, kami akan menguraikan penyebab-penyebab yang terjadi pada feeding disorder, eating disorder, dan anak tunaganda. A. Feeding Disorder Penyebab kesulitan makan sangatlah banyak dan luas. Semua gangguan fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik, maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak normal, maupun anak tunaganda. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir dan infeksi yang didapat dalam usia anak. Penyebab-penyebab pada kesulitan makan (feeding disorder), antara lain : 

1. GANGGUAN PENCERNAAN 
Gangguan pencernaan pada anak tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam kesulitan makan. Baik karena gangguan saluran cerna itu sendiri atau karena gangguan fungsi tubuh atau penyakit lainnya yang dapat mengganggu saluran cerna. Gangguan saluran cerna yang dapat terjadi adalah imaturitas saluran cerna, alergi makanan, intoleransi makanan, gastroesofagial refluks, dan sebagainya. Gastroesofageal refluks adalah masuknya kembali isi lambung ke bagian yang lebih atas dari saluran cerna. Tampilan klinis yang terjadi adalah muntah yang sering hilang timbul. Gangguan pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya gangguan pencernaan berikut ini yang dapat menyertai keluhan kesulitan makan pada anak, antara lain : 

1 Perut kembung, sering “cegukan”, sering buang angin. 
2 Sering muntah atau seperti hendak muntah bila disuapin makan. Gampang timbul muntah terutama bila menangis, berteriak, tertawa, berlari atau bila marah. 
3 Sering nyeri perut sesaat, bersifat hilang timbul. 
4 Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari). 
5 Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk keras, bulat (seperti kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak darah. 
6 Gangguan tidur malam : malam rewel, kolik, tiba-tiba mengigau atau menjerit, tidur bolak-balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur. 
7 Lidah tampak kotor, berwarna putih, serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau. 
8 Biasanya disertai gangguan kulit : kulit kering, timbul bintik-bintik di kulit, biang keringat, bercak warna putih (seperti panu) dan sebagainya. Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa oleh orang tua bahkan banyak dokter atau klinisi karena sering terjadi pada anak. Padahal bila diamati secara cermat, tanda dan gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak. 

2. INFEKSI AKUT 
Infeksi akut adalah infeksi yang mengganggu tubuh kita dalam waktu singkat atau kurang dari 7 hingga 14 hari. Infeksi akut yang mengganggu proses menelan dan proses makan di antaranya adalah : Infeksi Saluran napas Akut, infeksi pada rongga mulut (sariawan, jamur dll), infeksi saluran pencernaan, atau penyakit infeksi akut lainnya. Adalah wajar bila anak mengalami infeksi akut seperti tersebut di atas maka terjadi kesulitan makan. Biasanya dengan pemberian vitamin nafsu makanpun tidak banyak membantu masalah kesulitan makan tersebut. Hal tersebut hanya terjadi dalam waktu 5 hingga 7 hari, akan membaik dengan sendirinya setelah infeksi tersebut teratasi. Malahan setelah fase konvalesen atau penyembuhan akan terjadi catch up growth atau mengejar kekurangan sebelumnya. Makanya, sehabis sakit biasanya nafsu makan akan meningkat pesat sekitar 3 sampai 7 hari, tetapi setelah itu nafsu makan tersebut akan normal lagi.  

3. INFEKSI KRONIS
Sedangkan infeksi kronis biasanya berlangsung lebih dari 2 minggu bahkan bisa berbulan-bulan. Pada anak infeksi kronis yang sering dicurigai adalah penyakit Infeksi Saluran Kencing, Tuberculosis (TBC), infeksi parasit Cacing, dan sebagainya.

4. ALERGI MAKANAN 
Alergi makanan pada anak terutama bila mengganggu pencernaan tampaknya sering mengakibatkan gangguan kesulitan makan pada anak. Meskipun alergi belum banyak diungkapkan oleh para klinisi sebagai penyebab kesulitan makan pada anak, tetapi kami menganggap alergi adalah sebagai penyebab yang paling sering dan penting terhadap kesulitan makan pada anak. Gangguan pencernaan yang disebabkan karena alergi makanan sangatlah bervariasi, mulai dari ringan hingga berat.

5. GANGGUAN PERKEMBANGAN DAN PERILAKU 
Beberapa gangguan perkembangan dan perilaku tertentu pada anak sering berkaitan dengan gangguan makan atau kesulitan makan. Gangguan tersebut meliputi : Autism, ADHD, dan gangguan lainnya. Gangguan perilaku tersebut sering berhubungan dengan gangguan pencernaan. Gangguan pencernaan akan mengeluarkan zat semacam morfin yang dapat mengganggu otak yang dapat mengakibatkan meningkatnya gangguan Autism, ADHD dan sebagainya . Sedangkan gangguan pencernaan itu sendiri dapat menyebabkan kesulitan makan pada anak.

6. KELAINAN BAWAAN
Kelainan bawaan adalah gangguan fungsi organ tubuh atau kelainan anatomis organ tubuh yang terjadi sejak pembentukan organ dalam kehamilan. Diantaranya adalah kelainan mulut, tenggorokan, dan esofagus : sumbing, lidah besar, tenggorok terbelah, fistula trakeoesofagus, atresia esofagus, laringomalasia, trakeomalasia, kista laring, tumor, tidak ada lubang hidung, serebral palsi, kelainan paru, jantung, ginjal, dan organ lainnya sejak lahir atau sejak dalam kandungan.

7. KELAINAN HORMONAL DAN METABOLIK
Meskipun jarang, kelainan metabolik dan hormonal pada anak dapat menyebabkan gangguan atau kesulitan makan pada anak. Kelainan tersebut meliputi hipotiroid, intoleransi fruktosa heriditer, asidemia organik, gangguan atau kelainan ginjal, gangguan hormonal, gangguan enzim tertentu din pencernaan dan sebagainya.

8. KELAINAN NEUROLOGI ATAU SISTEM SUSUNAN SARAF PUSAT 
Bila fungsi otak tersebut terganggu maka kemampuan motorik untuk makan akan terpengaruh. Gangguan fungsi otak tersebut dapat berupa infeksi, kelainan bawaan, atau gangguan lainnya seperti serebral palsi, miastenia gravis, poliomielitis. Bila kelainan susunan saraf pusat ini terjadi karena kelainan bawaan sejak lahir biasanya disertai dengan gangguan motorik atau gangguan perilaku dan perkembangan lainnya.

9. GANGGUAN FUNGSI ORGAN DIDAPAT 
Gangguan fungsi fungsi pencernaan dapat terjadi karena gejala sisa akibat sebelumnya terjadi proses atau penyakit seperti infeksi (ensefalitis/infeksi otak), akibat operasi bedah (pemotongan usus) atau trauma atau kecelakaan di organ perut yang berat.

10. GANGGUAN PSIKOLOGIS 
Ganguan psikologis sering dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak.

 

B. Eating Disorder..!

Author: Eky NoZzI

Beberapa bukti mendukung kecenderungan genetik dapat menimbulkan kekacauan pola makan. Ada sekitar 7% timbulnya anorexia nervosa pada tingkatan yang pertama berhubungan dengan pasien-pasien yang anorexic bandingkan jika timbul 1-2% di dalam populasi umum. Penelitian-penilitian pada anak kembar menunjukkan suatu tingkat kesepakatan yaitu 55% terdapat di dalam kembar monozigot, bandingkan dengan 7% di dalam kembar dizigot. Selain itu, banyak penelitian sudah menemukan penyebab tingginya kekacauan pola makan pada tingkatan awal yang dialami oleh pasien-pasien bulimic. Akan tetapi, suatu penanda genetik belum ditemukan. Leptin, salah satu hormon yang dihasilkan di dalam adiposit-adiposit dan dengan mudah terlibat dengan pemberian isyarat kekenyangan yang berlebih, memiliki peranan dalam penyebab timbulnya penyakit yang berhubungan dengan kekacauan pola makan. 

1. Pasien-pasien anorexic mengalami pengurangan jumlah leptin pada awalnya, yang kemudian meningkat secara berlebihan ketika berat badan bertambah. Satu kesimpulan yang dapat ditarik adalah terdapat kelainan penerimaan rangsangan pada leptin dengan dengan petunjuk kekenyangan yang tidak merespon secara normal. 

2. Pasien-pasien bulimia nervosa atau kekacauan pola makan akibat pesta minum minuman keras dan makan yang berlebih kelihatannya memiliki suatu respon serotonin yang tumpul terhadap makan dan kekenyangan. Dengan respon kekenyangan yang berlebih itulah makan pasien-pasien melanjutkan untuk makan terus, yang mengakibatkan ke arah makan berlebihan. Perawatan dengan pengambilan penghambat pada serotonin secara selektif (SSRI) bertujuan untuk menyeimbangkan rasa kenyang yang ada dalam diri. Harus dilakukan banyak riset untuk mengetahui faktor-faktor mana yang merupakan penyebab dan faktor-faktor mana yang merupakan akibat dari gangguan makan ini. Teori psikologis tradisional sudah banyak menyarankan faktor-faktor yang mungkin bisa dijadikan pedoman dalam berkembangnya gangguan makan ini.

  3.Penegasan dari ibu terhadap anak perempuannya bahwa usia remaja belum dapat mengembangkan identitasnya sendiri (suatu kunci terhadap perkembangan masa remaja), mungkin merupakan salah satu pengaruh. Remaja diperbolehkan mengatasi hal ini dengan pengawasan yang sangat tegas terhadap makanan. 

4. Teori yang kedua melibatkan hubungan antara ayah dan anak perempuannya yang memiliki jarak. Ketika masa pubertas dan hasrat yang ada pada anak perempuan mulai muncul, seorang ayah mengalami kesulitan dalam berbagi pengalaman seksual dengan anak perempuannya, sehingga respon yang terjadi adalah saling menarik diri baik secara fisik, mapupun emosi. Secara tidak sadar, anak perempuan akan mengurangi masukan makanan agar dirinya bisa mengalami prepubertal lagi. 

5. Teori ketiga berhubungan dengan pubertas diri sendiri. Beberapa remaja, untuk berbagai pertimbangan psikologis, mengalami ketakutan ataupun ketidaksukaan akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Oleh karena itu, mulailah membatasi makanan yang masuk, menurunkan berat badan, menghentikan menstruasi, dan membalikkan perkembangan pubertal. Kombinasi yang dihasilkan dari kejadian-kejadian yang tidak beralasan itulah yang memunculkan pesan-pesan yang berbunyi "kurus itu indah/cantik," "gemuk itu jelek/buruk," atau "kuning itu buruk," menciptakan suatu lingkungan yang kompleks yang mempengaruhi para remaja untuk mengalami gangguan makan. 

B. Tunaganda 
Tunaganda atau cacat berat dapat disebabkan oleh kondisi yang sangat bervariasi dan yang paling banyak adalah oleh sebab biologis yang dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah kelahiran. Pada sebagian besar kasus adalah karena kerusakan pada otak. Anak yang tergolong tunaganda lahir dengan ketidaknormalan kromosom terjadi seperti pada down syndrome atau lahir dengan kelainan genetik atau metabolik yang dapat menyebabkan masalah-masalah berat dalam perkembangan fisik atau intelektual anak, komplikasi-komplikasi pada masa anak dalam kandungan termasuk kelahiran permatur, ketidakcocokan Rh dan infeksi yang diderita oleh ibu. Seorang ibu yang bergizi rendah pada saat mengandung atau terlalu banyak obat-obatan atau alkohol dapat pula menyebabkan anak menderita cacat berat. Pada umumnya, anak-anak yang tergolong tunaganda sering dapat diidentifikasikan pada saat atau tidak lama setelah kelahiran. 

Disamping itu, proses kelahiran itu sendiri juga mengandung bahaya-bahaya tertentu dan terdapat komplikasi-komplikasi. Cacat berat dapat disebabkan misalnya, bayi yang terserang kekurangan oksigen dan luka pada otak dalam proses kelahiran, dalam perkembangan hidupnya mengalami cacat berat karena pada kepalanya mengalami kecelakaan kendaraan, jatuh, pukulan atau siksaan, pemberian nutrisi yang salah, anak yang tidak dirawat dengan baik, keracunan atau karena penyakit tertentu yang dapat berpengaruh terhadap otak (seperti meningitas dan encephalitis ). Namun demikian, walaupun secara medik telah ratusan yang dapat diidentifikasi sebab-sebab kecacatan mereka, ada banyak hal atau kasus yang tidak dapat ditentukan secara jelas sebab-sebabnya. Sedangkan yang berkaitan dengan autisme, secara khusus belum diketahui penyebabnya, tetapi dimungkinkan penyebabnya adalah majemuk, ketidaknormalan otak atau ketidakseimbangan biokemik yang dapat merusak persepsi dan pengertian.

 

III. KOMPLIKASI..!

Author: Eky NoZzI

Komplikasi dapat saja timbul bila anak memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Penyakit-penyakit lain akan mudah mengikuti bila tidak terdeteksi secara dini. 

A. Feeding Disorder
 Kesulitan makan pada anak yang terjadi dalam jangka waktu lama dan sering berulang dapat menimbulkan pengaruh tidak baik pada berbagai organ dan fungsi tubuh. Gangguan tersebut dapat mengakibatkan komplikasi beberapa penyakit dan kondisi tertentu, diantaranya Kurang Kalori Protein (KKP), gangguan mental dan kecerdasan, dsb. Kurang Kalori Protein (KKP), kesulitan makan pada anak yang berkepanjangan bisa mengakibatkan kekurangan protein, karbohidrat dan beberapa vitamin dan mineral. Kekurangan beberapa zat gizi tersebut akan membuat anak jatuh dalam keadaan Kurang kalori Protein (KKP). KKP merupakan penyakit gangguan gizi yang cukup penting di Indonesia. Di Indonesia angka kejadiannya cukup tinggi pada anak di bawah 5 tahun. 

Untuk menentukan klasifikasi berat ringannya KKP dapat menggunakan beberapa cara, yang paling sewring digunakan dan cukup mudah adalah dengan melihat berat badan dan umur anak disesuaiakan dengan grafik KMS (Kartu Menuju Sehat). Gejala klinis KKP sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur pemderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Beberapa bentuk penyakit Kekurangan Kalori Protein pada anak adalah KKP ringan, kwashiorkor, dan marasmik. Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa sering disebut busung lapar. 

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Marasmik adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Kesulitan makan yang berlangsung lama mengakibatkan kekurangan vitamin dan mineral tertentu. 

Kekurangan zat vitamin dan mineral tertentu mengakibatkan gangguan dan kelainan tertentu pula pada tubuh anak. Karena begitu banyaknya jenis vitamin dan mineral dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak dan luas. Adapun salah satu contoh penyakit kekurangan vitamin dan mineral tersebut adalah anemia gizi. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Keadaan dapat terjadi pada anak dengan kesulitan makan karena kurangnya asupan gizi dan makanan tidak memenuhi gizi seimbang. Sumber makanan kaya besi yang mudah terserap umumnya banyak terdapat pada protein hewani seperti hati, daging dan ikan.

B. Eating Disorder 
Komplikasi-Komplikasi Jangka Pendek 
1). Kekenyangan Awal : Pasien-pasien mungkin memiliki kesulitan untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam tubuh pada jumlah tertentu ketika tubuh mereka hanya beradaptasi pada makanan berjumlah sedikit. Pasien-pasien merasa bermanfaat dari agen yang mengosongkan lambung seperti metaclopromide. Komplikasi ini biasanya diputuskan setelah pasien terbiasa makan dalam jumlah yang besar. 
2). Sindrom Superior Mesentric Artery : Sebagai pasien-pasien malnourished, bantalan gemuk yang ada di antara superior mesentric artery dan duodenum dapat menyebabkan rasa mual, ataupun ketidaktoleranan terhadap makanan yang masuk dari luar, terutama makanan padat. Hasil diagnosa dibuat oleh ahli dan perawatan meliputi diet cairan atau nasoduodenal, pemberian makanan terus dilakukan sampai berat tubuh/bobot mengalami penambahan.

 

3. Sembelit..!

Author: Eky NoZzI

Pasien-pasien mungkin mengalami sembelit yang berkepanjangan, seringkali tidak buang air selama satu minggu atau lebih. Dua mekanisme berperan untuk gejala ini, yaitu : 
Hilangnya refleks gastro-colic dan hilangnya colonic muscle tone. Pada umumnya obat-obat penghilang rasa sakit tidak membantu terlalu banyak karena usus besar memiliki gelombang/gerakan peristaltik yang cukup besar. Bisacodyl adalah salah satu agen yang sangat membantu dalam melakukan gerakan peristaltik. Sembelit dapat terus berlangsung 6 - 8 minggu setelah diberi makanan lagi. Adakalanya pasien-pasien membutuhkan enema-enema. Komplikasi-komplikasi Jangka Panjang 

1). Amenore : 
Amenore terjadi karena dua pertimbangan, yaitu : 
 Tubuh berada di bawah tekanan (stress) hingga dapat menutup poros dari hypothalamic-pituitary-ovarian itu, hingga menyebabkan amenore hypothalamic. Tambahan pula, jaringan adipos diperlukan untuk mengkonversi estrogen hingga aktif kembali. 
 Kembali mendapat haid (menstruasi) tergantung pada peningkatan berat/beban tubuh dan lemak. 

2) Osteoporosis : 
Estrogen dan testoteron penting dan berpotensi untuk pengembangan tulang. Individu mengalami 40% kepadatan tulang selama masa remaja. Amenore, sebagai suatu penanda karena tidak ada estrogen, sangat penting bagi perkembangan dari osteoporosis. Tulang mulai kembali melakukan penyerapan tanpa estrogen. Tingkat pengangkatan Kortisol meningkatkan perkembangan hormon insulin sebagai faktor pertumbuhan-1 (IGF-1) juga berperan dalam pengeroposan tulang. Studi-studi menunjukkan bahwa selama kurang lebih 6 bulan amenore dapat menjurus pada osteopenia atau osteoporosis, dan hampir semua individu dalam 2 tahun akibat amenore akan menderita osteoporosis. 

Laki-laki juga dapat menderita osteoporosis yang berhubungan dengan berkurangnya hormon testosteron. Satu-satunya perawatan yang telah terbukti untuk osteoporosis di dalam anorexia nervosa adalah memperoleh kembali berat/beban tubuh yang cukup/sesuai dan siklus haid (menstruasi) yang terarur. Timbul kontroversi mengenai penggunaan terapi penggantian hormon (HRT). Kebanyakan studi-studi tidak mendukung penggunaan HRT untuk memperbaiki pertumbuhan tulang; bagaimanapun, beberapa bukti menunjukkan bahwa penggunaan dari HRT malah mengakibatkan pengeroposan tulang. Beberapa praktisi menggunakan HRT jika amenore diperpanjang (>1 tahun) dan pasien itu tidak mampu mencapai berat/beban tubuh normal. Perawatan yang digunakan untuk postmenopausal osteoporosis tidak lagi dipelajari pada anak remaja. 

3).Perubahan Otak : 
Ketika penggunaan malnutrisi mulai dianjurkan, jaringan otak serentak meningkat di dalam cerebrospinal fluic yang terjadi di dalam the sulci dan ventricies. Tindak lanjut dari studi-studi tentang berat/beban pada pasien-pasien anorexia gigih adalah berkurangnya kecerdasan pada diri pasien, meski sumsum otak kembali ke normal. Secara fungsional Secara fungsional memang tidak terlihat adanya hubungan antara jaringan otak dengan kecerdasan kognitif. Akan tetapi, kecerdasan kognitif pasti akan berkurang. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya bahwa kecerdasan dapat berkurang atau bahkan hilang merupakan salah satu pengaruh pentinga untuk menanggulangi kekecauan makan ini

 

IV. PENANGANAN..!

Author: Eky NoZzI

A. Feeding Disorder 
Pendekatan dan penanganan terbaik pada kasus kesulitan makan pada anak bukanlah dengan pemberian vitamin nafsu makan, tetapi harus dilakukan pendekatan yang cermat, teliti dan terpadu. Pemberian vitamin nafsu makan hanya akan mengaburkan penyebab Kesulitan makan tersebut. Sering terjadi orang tua dalam menghadapi masalah kesulitan makan pada anaknya telah berganti-ganti dokter dan telah mencoba berbagai vitamin tetapi tidak kunjung membaik. 

B. Eating Disorder 
Banyak cara dapat dilakukan untuk melakukan perawatan terhadap gangguan makan. Faktor-faktor yang menentukan penemuan-penemuan perawatan akan kekejaman penyakit, jangka waktu dari penyakit, perwujudan penyakit secara spesifik, pendekatan sebelum perawatan dan hasilnya, ketersediaan program, sumber daya keuangan dari orang tua, dan pemenuhan asuransi. Pilihan perawatan terhadap pasien bisa berupa rawat jalan, opname perawatan hari, atau opname rawat inap di rumah sakit dengan pendekatan secara psikiatris atau medis. Dengan mengabaikan jenis dari program perawatan, suatu pendekatan multidisciplinary adalah yang paling efektif. 

Perawatan termasuk pemantauan medis, ilmu pengobatan gizi, dan psikoterapi individu dan keluarga oleh praktisi-praktisi dan pasien-pasien yang mengalami gangguan pola makan. Ilmu pengobatan keluarga adalah yang utama sangat menolong untuk para remaja yang lebih muda, sedangkan para remaja yang lebih tua cenderung bermanfaat jika berbagi ilmu pengobatan secara individu, meski kedua-duanya harus didorong oleh keluarga. Kedua jenis dari ilmu pengobatan didorong ke dalam banyaknya program perawatan yang dilakukan secara berkesinambungan dan jarang sekali kesembuhan terjadi tanpa melakukan psikoterapi. Petunjuk-petunjuk yang ada di dalam ilmu gizi sangatlah penting dalam membantu remaja mengusir kesalahpahaman tentang nutrisi pada ilmu gizi, mengidentifikasi sasaran perihal gizi secara realistis dan mengidentifikasikan persyaratan-persyaratan seminimal mungkin untuk kesembuhan.

Pada akhirnya, pendidikan merupakan cara yang paling penting untuk mengintervensi, seperti ketika remaja pelan-pelan mengalami ketakutan akan makanan-makanan yang mengakibatkan berat tubuh bertambah atau mengandung lemak berlebih hingga mengakibatkan bertambahnya kembali berat tubuh/bobot. Namun, remaja mulai mempercayai para ahli gizi dan pada akhirnya dapat makan di rumah dengan cara yang seimbang dan sehat. 

C. Tunaganda 
Oleh karena belum ada definisi yang dapat diterima secara umum tentang tunaganda atau cacat berat, maka tidak ada gambaran yang akurat dan seragam tentang penanganan dari kondisi tersebut. Di Amerika Serikat, diperkirakan antara 0,05 % sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya. Berdasarkan asumsi bahwa anak tunaganda di Indonesia prosentasenya sama dengan di Amerika Serikat, maka jumlah anak tunaganda usia sekolah adalah sebanyak 30.000 s.d. 60.000 anak (asumsi jumlah anak usia sekolah 60.000.000 anak). Sekarang ini, penanganan anak tunaganda dilakukan dengan memberikan asupan-asupan vitamin untuk merangsang hormon mereka dan terapi-terapi untuk kemampuan motorik mereka.

 

BAB III PEMBAHASAN ”PENYEBAB KESULITAN MAKAN (FEEDING DISORDER), EATING DISORDER PADA ANAK TUNAGANDA

Author: Eky NoZzI

Kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, dari bayi baru lahir sampai akhir masa anak (sekitar usia 18 tahun). Jenis dan penyebabnya dapat berlainan, juga derajat dan lamanya. Pada umumnya anak-anak tunaganda pun mengalami kesulitan makan, namun belum pernah melakukan eating disorder. Kesulitan makan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara garis besar dapat dibedakan dalam 3 kelompok sebagai berikut :

 

1. Faktor Nutrisi..!

Author: Eky NoZzI

Usia 1 tahun. Pada Pada masa ini, umumnya penyebab kesulitan makan adalah hal yang bersifat teknis berkaitan dengan keterampilan makan. Yaitu menyusu untuk mendapat ASI atau menghisap susu botol untuk mendapat susu formula, ataupun ketrampilan mengkonsumsi berbagai jenis makanan bayi lainnya. Kesulitan pada saat awal pemberian makanan padat disebabkan karena mengisap susu dari puting ibu atau dari dot dengan makan dari sendok merupakan dua hal yang berbeda. Ketika minum dari puting susu atau dot, bayi akan menjulurkan lidahnya untuk menjilat dan kemudian menghisap saat ia menyentuh puting atau dot. 
Sementara bila makan dari sendok, ia harus memindahkan makanan dari bagian depan mulutnya ke balik lidahnya, mengunyahnya, kemudian menelannya. 

Oleh sebab itu, pada awal pemberian makan dengan sendok, bayi masih sering menjulurkan lidahnya ketika sendok menyentuh lidahnya. Disinilah orangtua sering menganggap bahwa bayi melepeh makanannya. Anggapan ini tidaklah benar, yang benar adalah bayi membutuhkan waktu untuk melatih kemampuan makan dari sendok. Beberapa hal lain yang sering menjadi penyebab kesulitan makan pada kelompok umur ini adalah : 
1 Cacat/kelainan bawaan pada mulut 
2 Manajemen pemberian ASI yang kurang benar 
3 Usia pemberian makan tambahan yang kurang tepat (terlalu dini/terlambat) 
4 Pemilihan makanan yang kurang sesuai dengan tahap perkembangan bayi 
5 Jadwal pemberian makan yang ketat, kurang sesuai dengan rasa lapar dan haus 
6 Cara pemberian makan yang kurang tepat (dipaksa) 
7 Masalah alergi makanan Usia 1-5 tahun. 

Masalah makan anak balita berbeda dengan bayi, karena telah terjadi perkembangan dalam cara mengkonsumsi makanan. Peranan mengisap untuk mendapatkan makanan tunggal lengkap (ASI/ susu formula) secara berangsur-angsur digantikan oleh ketrampilan makan untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan padat dan minuman. Kelompok ini disebut konsumer semi pasif / semi aktif. Disamping itu ruang gerak anak menjadi lebih luas dan interaksi dengan lingkungan lebih banyak sehingga anak lebih mudah terpapar kuman-kuman dan zat-zat penyebab penyakit. Pada kelompok umur ini penyebab kesulitan makan terbanyak adalah penyakit infeksi seperti infeksi saluran napas akut, infeksi saluran kemih, cacing, dll. Anak usia sekolah (6–12 tahun) dan remaja. 

Selain penyakit masih menjadi penyebab kesulitan makan, penyebab lainnya adalah kurangnya waktu atau kesempatan makan. Umumnya mereka lebih sibuk untuk bermain dan belajar, sehingga sering melupa-kan atau mengabaikan waktu makan. Disamping itu untuk anak gadis usia 10–12 tahun faktor kejiwaan mulai berperan. Kesulitan makan dilakukan dengan sengaja, yaitu mengurangi makan untuk mengurangi berat badan dan mencapai penampilan diri tertentu.

 

2. Faktor Penyakit..!

Author: Eky NoZzI

Berbagai macam unsur fisik terlibat dalam proses makan, yaitu sistem saluran pencernaan, khususnya unsur - unsur dalam rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah dan tenggorok; sistem saraf dan otak; sistem hormonal/endokrin dan enzim yang berkaitan dengan penerimaan makanan dan proses metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan atau penyakit pada unsur-unsur organik tersebut, pada umumnya akan disertai dengan terdapat-nya gangguan/kesulitan makan. Secara praktis penyebab tersebut dikelompokkan sebagai berikut :

7. Kelainan/penyakit pada gigi-geligi dan unsur-unsur lain dalam rongga mulut, yaitu : 
A Kelainan bawaan: misalnya labioschizis (bibir sumbing), frenulum lidah pendek, makroglosia, dll. 
B Penyakit infeksi : misalnya stomatitis, gingivitis, tonsilitis,dll. 
C Kelainan/penyakit neuromuskuler : paresis / paralisis lidah dan otot-otot sekitar farings dan larings. 

8. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna, yaitu : 
A Berbagai macam kelainan bawaan, misalnya: atresia esofagus, akalasia,dll. 
B Penyakit infeksi akut dan kronis, misalnya diare akut / kronis, infeksi cacing. 

9. Penyakit infeksi pada umunya, yaitu : 
A Akut : infeksi saluran napas atas atau bawah 
B Kronis : tuberkulosis paru, malaria 

10. Penyakit/kelainan non infeksi : 
A Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna : penyakit jantung bawaan, sindroma Down. 
B Penyakit neuromuskuler : palsi serebral 
C Penyakit keganasan 
D Penyakit hematologi : anemia, leukimia 
E Penyakit metabolik/endokrin : diabetes melitus 
F Penyakit kardiovaskuler

 

3. Faktor Psikologis..!

Author: Eky NoZzI

Selain karena faktor fisik, masalah sulit makan pada anak juga dapat disebabkan karena proses perkembangan selera dan kemampuan makannya yang berkembang sejalan dengan perkembangan organ-organ fisik termasuk sistem pencernaannya. Disinilah sering timbul masalah sulit makan yang kerap kali dibarengi dengan gangguan psikologis. Mengisap puting susu bagi bayi merupakan kebutuhan utamanya. Di samping ia mendapat makanannya, mengisap puting susu juga merupakan sumber kenyamanan dan rasa aman bagi bayi. Namun ada kalanya bayi tidak mau menyusu. 

Di samping karena gangguan fisik, mungkin hal ini disebabkan suasana hati ibu yang sedang tidak enak. Suasana hati ibu dapat mempengaruhi refleks pengaliran susu, sehingga susu yang keluar hanya sedikit, akibatnya bayi kesal dan tak mau menyusu. Waktu dan suasana sekitar saat menyusui juga dapat mempengaruhi keinginan bayi untuk menyusu. Bayi usia 3 bulan sangat mudah terpengaruh oleh pemandangan atau suara di ruangan tempat ia menyusu. Karenanya, susuilah bayi di ruangan yang tenang dengan cahaya temaram. Dapat pula diputarkan lagu-lagu lembut yang menimbulkan rasa tenang, baik bagi ibu maupun bayi. Selain itu susui bayi dalam posisi yang nyaman bagi bayi dan ibu sendiri. Bila karena suatu sebab bayi tidak menyusu dari payudara ibu, hal itu tidak berarti ibu bisa mengabaikan begitu saja. 

Jangan berpikiran bahwa susu dalam botol merupakan segalanya bagi bayi. Kasih sayang, dekapan, dan perhatian ibu tetap dibutuhkannya. Saat memberi susu botol kepada bayi,sebaiknya ibu selalu mendekapnya, tersenyum, dan bicara kepadanya, sama seperti yang ibu lakukan bila sedang menyusuinya. Selain itu, pada usia ini bayi mulai suka menyembur-nyemburkan atau memuntahkan makanannya, disamping kemungkinan karena ia mulai tumbuh gigi, iapun mulai suka bereksplorasi dengan makanannya. Ia suka memegang, membaui, atau mengeluarkan makanannya dari mulutnya untuk diamati, kemudian dimakannya lagi. Orangtua umumnya tidak menyukai hal ini, disamping makanan berceceran, juga khawatir hanya sedikit makanan yang dimakan bayi. Disini sering timbul masalah sulit makan, anak menjadi rewel tidak mau makan karena kebutuhannya untuk bereksplorasi tidak terpenuhi. 

Fisik bayi bisa mengatur kebutuhannya sendiri, kalau bayi tidak mau makan berarti kebutuhannya telah terpenuhi. Pada dasarnya, tidak setiap waktu makan bayi harus mengkon-sumsi makanan lengkap gizi, karena kecukupan pemasukan gizi yang dibutuhkan dapat diatur dalam waktu makannya selama seminggu. Pemaksaan akan membuat suasana makan menjadi tidak menyenangkan, baik bagi bayi maupun ibu. Selanjutnya juga akan mengaki-batkan bayi mengidentikkan waktu makan de-ngan ‘siksaan’, sehingga acara makan menjadi semakin sulit bagi keduanya. Memasuki usia satu tahun, bayi dapat menunjukkan keinginan-keinginan dalam hal makanan. Ada kalanya ia menyukai satu jenis makanan saja dan menolak makanan lainnya. Tak perlu khawatir, tapi usahakan mencari makanan pengganti untuk makanan yang tidak disukai bayi. Ini pentingnya memperkenalkan makanan yang bervariasi pada anak sejak usia dini. 

Memasuki usia dua tahun, kebutuhan anak untuk bereksplorasi semakin besar. Makan bukan lagi menjadi perhatian utamanya, ia lebih senang berlari kian kemari dibandingkan harus duduk diam untuk makan. Tidak jarang anak jadi rewel apabila waktu makan tiba. Meskipun lapar, ia menolak untuk makan karena ia menganggap kegiatan makan akan menghambat kegiatannya untuk mengamati dunia sekitarnya. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan waktu dan kesabaran. Biarkan anak makan sendiri, tetapi ibu tetap mengawasi. Anak diberi peralatan makannya sendiri dan beri sedikit makanan di piringnya. Sementara itu, ibu menyuapinya dengan porsi makanan yang sebenarnya. Dengan demikian kebutuhan anak untuk bereksplorasi terpenuhi dan ibu tetap bisa memberi masukan gizi yang dibutuhkan. 

Memasuki usia ke tiga, anak mulai memasuki masa ‘negativistik’ sampai usia 4 tahun, yaitu menolak makan karena menun-jukkan ke’aku’annya. Pada masa ini, makanan yang ditawarkan kepadanya cenderung ditolak-nya. Dalam hal ini, sajikan makanan semenarik mungkin, sehingga anak tertarik untuk mema-kannya. Usahakan waktu makan ibu bersamaan dengan waktu makan anak. Melihat ibu makan, dan merasakan suasana santai di meja makan dapat membuat anak bersemangat untuk ikut makan. Mengajaknya makan bersama biasanya lebih berhasil daripada menyuruhnya makan sendiri, atau menyuapi sambil mengikuti kemana anak pergi, apalagi menyuapi sambil diselingi melakukan pekerjaan lain. Bila mempunyai dua atau tiga anak, buatlah mereka makan bersama-sama, biasanya mereka lebih bersemangat untuk makan. Pada saat lainnya, anak mungkin tidak mau makan karena memang ia tidak lapar. 

Mungkin ia terlalu banyak mengkonsumsi makanan selingan sebelum waktu makan, sehingga tidaklah tepat untuk menuntutnya makan dengan lahap. Kelelahan kadang-kadang juga membuat anak sulit makan. Pada keadaan ini lebih baik beri ia segelas susu, dan biarkan ia tidur atau beristirahat dulu. Buatlah jadwal yang mengatur kapan waktu anak untuk bermain, beristirahat dan makan. Kadang anak bosan dengan satu jenis makanan sehingga menjadi sulit makan. Seperti orang dewasa, anak juga mempunyai rasa suka atau tidak suka terhadap jenis makanan tertentu. Disinilah pentingnya mengenalkan jenis makanan yang bervariasi pada anak, sehingga bila anak bosan dengan satu jenis makanan dapat segera dicarikan alternatif makanan lain penggantinya dengan variasi me-nu yang menarik. 

Beberapa anak sulit makan dengan hadirnya seorang adik. Hal ini terjadi karena ia takut kehilangan perhatian dan ingin lebih diperhatikan oleh orangtuanya. Sebaiknya orangtua tetap sabar dan tenang. Pada saat anak rewel, tundalah dulu pemberian makan dan coba menenangkan dengan cara memberi perhatian lebih banyak kepadanya. Setelah itu coba lagi memberinya makan. Ada baiknya orangtua introspeksi diri. Apakah anak cukup diberikan kebutuhannya, bukan saja dari segi materi, namun juga segi psikologis? Cobalah untuk lebih sering memberikan pelukan, ciuman, dan dekapan pada anak. Seringlah melakukan kegiatan bersama anak, misal membaca buku bersama, bermain, atau berjalan-jalan. Dengan demikian anak tidak mencari perhatian orangtuanya dengan tingkah laku yang menjengkelkan.